Padang 12

99.2K 4.2K 1K
                                    

Tangis terdengar sahut-menyahut dari pihak keluarga, diiringi tahlil yang dilantunkan para pria pembawa keranda.

Santi, perempuan muda nan cantik, terbaring tanpa nyawa di dalam keranda yang sedang dipikul. Entah apa penyebab sebenarnya, masih belum diketahui, dia ditemukan sudah dalam keadaan tak bernyawa di dalam kamarnya pagi tadi.

"Jadi, apa sebabnya?" bisik wanita paruh baya dengan rambut sudah memutih, kepada wanita muda di sampingnya.

"Kakak gak tau? Dengar-dengar, dia mati karena jadi tumbal dirinya sendiri," ucap si wanita muda.

Langkah si wanita paruh baya terhenti. "Tumbal apa?" selidiknya.

"Dia kan pakai susuk, susuknya ini harus pakai tumbal, mungkin dia gak dapat tumbal lain kali ini."

"Eh, tau dari mana?"

"Udah jadi rahasia umum, Kak ...," ucapnya sinis.

Mereka saling tatap sejenak, lantas melangkah kembali menyusul para pengantar jenazah lainnya.

Tanah pekuburan di desa Pagar Mentimun sedang becek, habis tertimpa hujan semalaman, para pengantar, terutama pembawa keranda berjalan sangat hati-hati agar tidak terpeleset.

Mereka tiba di liang kubur yang sudah disiapkan. Keranda diturunkan perlahan. Para pengantar mulai melantunkan doa-doa untuk disedekahkan kepada almarhumah. Kain penutup keranda dibuka, besinya juga diangkat dan diletak ke samping. Beberapa pria sudah bersiap menyambut dari dalam liang, beberapanya lagi siap mengangkat jenazah untuk diberikan kepada mereka di bawah.

"Sudah siap?" tanya pria paruh baya yang posisinya berada di atas kepala jenazah kepada para pengangkat. Dia penanggung jawab penguburan jenazah Santi.

"Sudah, Pak," jawab salah satu di antara mereka.

Empat orang pria sudah membungkuk, menyelipkan tangan mereka ke bawah tubuh jenazah, dengan sekali komando jenazah sudah terangkat dan segera diberikan kepada penyambut di bawah.

Perlahan mereka meletakkan tubuh almarhumah miring menghadap ke kanan, menata papan kayu kecil-kecil untuk menutupi jenazah, tetapi ....

"Astagfirullah!" teriak pria yang bertugas menutup jenazah saat sampai di bagian kepala. Dia keluar dari lubang dengan terburu-buru. Tubuhnya gemetar, mulutnya menganga.

"Ada apa?" tanya si penanggung jawab.

Pria tersebut tak mampu menjawab, hanya menunjuk ke arah liang kubur.

Mereka mengikuti arah telunjuk jari dan melihat ke dalamnya.

"Astagfirullah al-'azim!" Mereka yang melihat terlonjak ke belakang.

Keluarga, para pengantar dan pengurus jenazah ternganga dengan apa yang mereka lihat. Santi yang sudah mati, seharusnya tak dapat lagi bergerak meski sedikit, sudah berada dalam posisi duduk dan menatap mereka.

Sementara di tempat lain yang berada cukup jauh dari peristiwa aneh tersebut terjadi.

"Kau yakin mau ke sana, Ret? Riset cerita itu?" tanya seorang pria bertubuh gemuk dan tinggi saat tiba di meja paling pojok sebuah kafe, napasnya terengah-engah karena harus naik ke lantai dua.

Di kursi tersebut duduk seorang pria berambut gondrong, memakai kacamata minus, dan tengah sibuk mengetik dengan laptop di hadapannya.

"Yakin! Kapan aku pernah ragu saat ambil keputusan?" balas pria tersebut tanpa menoleh.

"Kau memang gila, Retno! Gak boleh ada hal aneh dan bau mistis dikit, langsung hajar!"

"Karna itu kita bersahabat, kan? Sebelas dua belas gilanya!" seru Retno sambil menatap Gunawan, sahabatnya itu.

DESA SETANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang