16. Duel antara Razel dan Harilla

Start from the beginning
                                    

“Salim, Ca,”kata Angkasa. “Cepet salim, belajar jadi istri yang berbakti. Cepet, Ca. Kalau lama aku pulang nih!” 

Raisa mengambil tangan Angkasa lalu mencium tangan nya. “Ngapain di sini?!” ujarnya kesal. “Aku masih marah sama kamu!! Gara-gara kamu, Davin jadi terluka!!” 

“Kan aku udah pernah bilang, siapapun yang berani nyentuh kamu, akan berurusan sama aku. Jadi itu urusan nya,” balas Angkasa enteng. “Sini duduk, aku capek berdiri terus.” 

Raisa duduk di sebelah Angkasa, dengan raut wajah yang masih kesal. Tangan Angkasa terulur mengusap rambut panjang Raisa. “Jangan marah terus dong sama aku, kan aku bingung mau gimana sama kamu. Aku mikirin kamu terus, kalau kamu marah sama aku. Aku minta maaf ya.” Kata Angkasa memohon. 

“Jangan marah dong, Ca. Aku minta maaf.” Angkasa meraih tangan Raisa. “Yaudah deh. Kamu boleh hukum aku apa aja, terserah kamu, asalkan kamu jangan marah.” 

Raisa melirik Angkasa, menatap mata itu. “Nanti malam kita jalan-jalan,” pinta Raisa. 

“Kalau malam ini gak bisa, Ca. Besok malam aja gimana?” melihat respon Raisa yang murung membuat Angkasa merutuki dirinya sendiri. “Aku ada urusan sama anak Razel, Ca.” 

“Jangan bilang kamu mau, tauran?!” tuduh Raisa. “Aku nggak suka kamu ikut-ikutan kayak gitu Angkasa, gak ada guna nya, Angkasa!! Berhenti ikut-ikut kayak gitu!!” ujarnya kesal. 

“Aku nggak mau Tauran, Ca,” kata Angkasa mengalihkan pandangan nya. 

“Bohong!! Kamu bohong sama aku!!” ujarnya kesal, “Aku mau kamu berhenti ikut Geng motor kayak itu. Gak ada guna nya!! Aku nggak suka kalau kamu ikut-ikutan. Kamu ngerti kan?!” ujar Raisa. 

“BERHENTI IKUT GENG MOTOR!!” 

“Ca,” panggil Angkasa lembut. “Aku pulang ya. Jangan keluar rumah malam ini, bilang sama Kevin, bahaya kalau keluar malam-malam.”

Angkasa menyodorkan tangan nya, membuat Raisa mencium asal tangan itu. Dia mengecup singkat dahi Raisa, dan mengusap kepala nya. “Sana masuk, udah mau Maghrib.” 

*** 

“ANGKASA!!” teriak Raisa saat melihat seluruh anak Razel tengah bertarung, memukul, dengan sangat sengit. Tanpa di pedulikan olehnya, Raisa langsung berlari menghampiri mereka. 

Langkah Raisa terhenti, tubuhnya membeku. Di saat yang bersamaan, dia terkejut melihat Angkasa sudah dalam keadaan terluka parah. Tetapi laki-laki itu masih memukul lawan nya. Saat mengetahui Raisa mendekat, Robi langsung menghampiri Raisa, menarik tangan nya menjauh. 

“Hiks!! Rob, tolong Angkasa, hiks!! Dia terluka, Rob.” Raisa memegang kerah baju Robi, dengan air mata yang mengalir deras, Raisa terus memohon. “ROBI AWAS!!” 

Raisa membalik tubuhnya menjadi di belakang Robi. Sesaat membuat dia terluka karena pukulan balok kayu tersebut. Robi langsung menangkap tubuh Raisa ketika perempuan itu hampir jatuh. 

“BRENGSEK!!” sarkas Angkasa menghampirinya. Dia langsung membalas pukulan, yang sudah laki-laki itu berikan kepada Raisa tanpa ampun. 

Nafas Angkasa memburu, seakan-akan ingin menerkam mangsa, Dia sudah tidak bisa memafkan orang yang menyentuh apalagi sampai melukai Raisa. Dia akan membalasnya, melebih apa yang orang itu lakukan. Padahal saat ini, Angkasa sudah dalam keadaan terluka parah. Tetapi ketika melihar Raisa terluka, emosi nya memuncak tinggi. 

“Udah, Sa. Anak orang bisa mati,” peringat Hafiz dan Aan langsung menggnggam kedua lengan Angkasa. Tetapi kekuatan Angkasa melebihi mereka berdua, dia memberontak keras. “ANGKASA UDAH!!” teriak Hafiz. 

Saat dia langsung memukul semua anak Harilla. Mendadak saat melihat Raisa terluka, Angkasa bagaikan orang kesetanan. Saat semua anak Harilla sudah terkapar kelu, mereka meninggalkan nya. Tetapi tidak dengan laki-laki yang memukul Raisa, masih berada dalam tawanan Angkasa. “ANGKASA UDAH!!” teriak Robi. 

Tangan Angkasa melepas kerah baju laki-laki itu, disaat yang bersama laki-laki itu langsung berlari menjuhi Angkasa, ketika lengah. Dia berbalik badan, menghampiri Robi yang tengah menggendong Raisa membawa nya ke Warsep. 

Posisi Tauran tadi memang tidak jauh dari Warsep, karena mereka mencari tempat yang aman, dan jauh dari kerumunan warga. Melihat kepala Raisa yang terluka, Angkasa langsung mengambil alih posisi Robi, dan menggendong nya. “P3K Rob!!” ujarnya cemas. 

Mata Raisa membuka perlahan, dengan samar melihat Angkasa. “Sakit?” tanya Angkasa langsung mencium dahi itu. “Harusnya kamu ngga usah nolongin Robi. Mendingan kamu pergi, selamatin diri kamu sendiri.” 

Dengan sangat hati-hati Angkasa mengangkat kepala itu, mengobati luka di kepala Raisa dengan perban, dan juga obat merah. “Jangan pernah ikut campur sama urusan aku, Ca. Kamu nggak berhak untuk ikut-ikutan kayak tadi. Kamu tau kan kalau itu bahayain diri kamu sendiri!!” ujar Angkasa. 

Raisa bangkit memegangi kepalanya yang terluka karena pukulan kayu. Angkasa memeluk Raisa, menyandarkan kepalanya pada pundak itu. “Aku takut, Ca. Kamu jangan ikut campur sama anak Razel. Gara-gara kamu doang, aku hampir jantungan!” ujarnya. 

“Kamu khawatir kan?! Sama aku juga khawatir!! Udah berulang kali aku bilang, gak usah kayak tadi!! Aku gak suka, Angkasa. Lihat, sekarang kamu juga hiks!! Terluka lebih parah hiks!! Dari aku!!” ujar Raisa dengan nafas yang tidak teratur. “Sakit kan?” 

“Gak,” balas Angkasa dengan tangan membelai kepala Raisa. “Jangan pernah bahayain keselamatan kamu lagi ya, Ca. Bagi aku, kalau kamu terluka, itu lebih sakit. Ngerti kan?” 

ANGKASA (END)Where stories live. Discover now