BAB 22 - Culprit

939 146 17
                                    

“Oh jadi lo yang selama ini ganggu Zia?” Zano menatap tajam kepada seorang gadis yang kini tengah memasukkan sesuatu di kolong meja Zia. Suasana sekolah masih sangat sepi, belum ada seorang pun penghuni kelas Zia yang datang pagi itu.

“L-lo... Zano?!” Delia tersentak ketika berbalik dan menemukan Zano, Dino dan Cakra kini berdiri di ambang pintu kelas Zia dengan tatapan tajam.

“Apa lagi kali ini?” Dino berjalan ke arah Delia lalu menunduk untuk mengintip apa yang telah dimasukkan gadis itu ke kolong meja Zia.

Dino mengernyit dan tiba-tiba mundur menjauh ketika mencium aroma busuk dari tempat itu. “Lo masukin bangkai tikus?! Dasar psikopat!”

“Za-zan, gue... gue bisa jelasin semuanya.” Wajah Delia berubah pasi dan suaranya bergetar ketakutan.

“Dasar sialan.” Zano terkekeh geli, “Jelasin apa lagi? Semuanya udah jelas. Dari awal gue emang udah punya firasat nggak enak soal lo, dan sekarang gue tau ternyata lo emang cewek gila. Sesuai sama gosip yang gue denger selama ini.”

“Ambil lagi bangkai tikus yang lo taro. Lo mau gue laporin ke kepsek kalo lo yang udah neror Zia selama ini?” Dino menatap Delia dengan tatapan jijik.

“J-jangan! Tolong jangan laporin gue! Kalo bokap gue tau...”

“Terus kenapa? Lo pikir gue perduli?” Zano akhirnya melangkah mendekat ke arah Delia dengan tatapan dingin yang menusuk. “Lo udah ganggu Zia selama ini, da lo pikir gue bakal lepasin lo gitu aja?”

“Apa alesan lo ngelakuin hal kayak gini?” tanya Cakra tiba-tiba yang sedari tadi hanya diam.
Delia terdiam, ia tak berani menjawab.

“Lo nggak mau jawab?” Dino mengeluarkan handphonenya bersiap untuk menelpon kepala sekolah, ia sengaja menunjukkan layar handphonenya pada Delia terang-terangan.

Ancaman Dino sangat ampuh dan membuat Delia langsung membuka mulutnya, “G-gue... gue nggak suka sama dia! Gue suka sama lo Zano! Lo tau itu kan dari dulu?!”

Zano kembali menatapnya dingin, “Lo udah pernah bilang. Dan gue juga udah pernah bilang sebelumnya, kalo gue nggak ada perasaan apa-apa sama lo.”

“T-tapi! Gue tetep suka sama lo Zan! Kalo aja jalang itu nggak kegatelan deketin lo, gue yakin lo lama-lama bakal suka sama gue!” Wajah Delia memanas, air matanya mulai tumpah.

Brak!

Zano mendorong kuat-kuat pundak Delia hingga punggungnya menabrak tembok dengan wajah kesal, kemudian mencengkram wajahnya dengan satu tangan. “Sekali lagi lo sebut Zia jalang, gue robek mulut lo!”

Tatapan Zano yang mengintimidasi kini membuat nyali Delia ciut dan tak berani membalas perkataannya.

“Cukup Zan.” Cakra menepuk pundak sahabatnya itu agar Zano menahan emosinya.

“Jangan pernah ganggu Zia lagi. Sekali lagi lo ganggu Zia, gue pastiin sisa-sisa hari lo di sekolah ini nggak bakal tenang!” ucap Zano penuh penekanan, “Ini peringatan buat lo!”

Delia hanya diam tak menjawab, ia sangat marah dan semakin membenci Zia karena hal ini.

Dino kemudian mengusir Delia pergi dengan membawa kembali bangkai tikus yang ia bawa sebelumnya.

“Gue nggak yakin dia bakal berenti.” Ucap Dino pelan.

“Kenapa lo ngomong gitu?” tanya Cakra heran. “Lo liat sendiri tadi dia udah ketakutan kayak ayam sayur gitu.”

“Lo nggak liat matanya?” Dino berjalan keluar kelas mendahului kedua temannya, “Dia kelihatannya dendam dan masih belum jera. Firasat gue dia bakal bikin ulah lagi buat ganggu Zia.”

Sweet Bad Luck!Where stories live. Discover now