BAB 1 - Kita Pacaran?

6K 661 20
                                    

Dibawah teriknya sinar matahari pagi, semua peserta MOS SMA Angkasa berbaris di lapangan upacara. Ini adalah hari kedua dimana para siswa siswi baru melakukan MOS didampingi para senior. Setelah melakukan Apel pagi, para senior bertugas untuk memeriksa kelengkapan atribut para peserta MOS.

"Yang merasa atributnya tidak lengkap silahkan maju!" teriak salah satu anggota OSIS SMA Angkasa yang kini bertugas menjadi panitia MOS.

Zia semakin gugup mendengar kata-kata yang terlontar dari mulut kakak kelasnya yang bernama Rere itu. Rere merupakan kakak kelas yang terkenal galak diantara yang lainnya. Zia tak menyangka dia harus merasakan kesialan di hari keduanya MOS di sekolah barunya ini.

"Zi, maju sana." Bisik Vika, teman yang baru ia kenal sejak hari pertama MOS kemarin.

Jantung Zia berdegup kencang, keringat dingin mulai mengalir di punggungnya karena harus berurusan dengan para kakak kelasnya di hari keduanya masuk. Ia benar-benar menyesali kebodohannya yang bisa-bisanya meninggalkan salah satu atributnya di rumah, dan kini mengharuskannya berada pada situasi seperti ini.

"Kalau nggak ada yang mau ngaku, kami akan memeriksa kalian satu persatu dan akan menghukum kalian dengan hukuman yang lebih berat!" ancam Rere menakuti para adik kelasnya itu.

Dengan gugup dan menahan rasa malunya, Zia maju perlahan. Tak hanya Zia, beberapa anak lainnya yang berasal dari kelompok berbeda dengannya satu persatu mulai maju. Tapi kini semua mata tertuju pada Zia seorang, bahkan diantara banyaknya anak-anak yang maju selain dirinya. Zia tahu itu, karena itu dia menunduk dalam-dalam menyembunyikan wajahnya. Alasan mengapa ia menjadi pusat perhatian karena dialah satu-satunya perempuan yang maju diantara para peserta MOS.

Rere dan beberapa anggota OSIS lainnya mulai berjalan mendekati para pelanggar peraturan itu satu persatu dan menanyakan alasan mereka mengapa tak membawa atribut lengkap.

"Nama?" tanya seseorang anggota OSIS pada Zia yang sedari tadi menunduk.

"Eh?" Zia yang terkejut langsung memandang wajah orang yang ada di hadapannya.

"Nama?" ulang laki-laki itu dengan sabar karena Zia belum menjawabnya.

Zia terpaku saat melihat wajahnya. Kak Erkan! Pikir Zia masih menatap laki-laki tampan di hadapannya. "Z-zia kak."

Erkan tersenyum tipis, "Nama lengkap." Ucapnya lagi seraya bersiap untuk menulis nama Zia di secarik kertas.

"Ziana Levira." Jawab Zia dengan jantungnya yang kini berdegup kencang melihat Erkan dari jarak sedekat ini. Ia adalah ketua OSIS yang Zia sukai sejak hari pertama MOS kemarin.

Setelah mencatat nama Zia, Erkan kembali berlalu dan menanyakan hal yang sama pada orang di sebelahnya.

"Kenapa nggak bawa name tag?" tanya Rere yang kini sudah berada di hadapan Zia dengan tatapan tak suka.

Zia menjawab dengan ragu, "K-ketinggalan kak."

"Alah, alasan klasik!" Mendengar itu Rere menatapnya sinis seraya berdecih kesal lalu kembali menanyakan hal yang sama pada orang di sebelah Zia.

Zia gemas, ingin sekali rasanya membalas perkataan Rere jika saja ia bukan anak baru saat ini, kalau ia melakukannya itu sama saja dengan bunuh diri karena mencari-cari masalah padahal seminggu saja belum bersekolah di sini.

"Perhatian semuanya!" suara tegas Erkan membuat semua anak baru memperhatikan dirinya, "Jika kalian tak ingin berdiri di depan seperti mereka, maka jangan melanggar peraturan! Bagi siapa pun yang melanggar peraturan harus dihukum, dan hukuman mereka yang telah melanggar peraturan hari ini adalah menyatakan cinta pada kakak kelas."

Sweet Bad Luck!Where stories live. Discover now