BAB 3 - Ngedate

3.5K 532 18
                                    


Sesuai dengan apa yang dikatakannya tadi pagi, Zano benar-benar menunggu Zia di gerbang sekolah saat pulang, yang membuat Zia pasrah dan tak bisa menghindar darinya.

"Semangat ya Zi!" Vika menatapnya iba lalu berpisah dengannya tepat setelah Zano melihat keberadaan Zia.

"Lama banget." Wajah masam Zano menyambut gadis itu.

"Maaf kak, tadi ada pengumuman sedikit karena ini hari terakhir MOS." Jawab Zia pelan.

"Ayo." Zano berbalik dan berjalan mendahuluinya ke arah parkiran, sementara Zia mengikutinya dari belakang. Zia semakin heran saat Zano berbelok ke arah lain, bukan ke arah parkiran motor.

"Loh kak? Kok kesana?" refleks Zia bertanya dengan lancangnya. "Parkiran motor kan sebelah sana."

"Siapa bilang gue bawa motor?" Zano menoleh dan membalasnya dengan pertanyaan lainnya.

Zia meringis kecil mendengar jawabannya, lalu ia berjalan cepat mengikuti Zano yang sudah berjalan jauh di depannya. Oh, dia bawa mobil. Batin Zia saat melihat Zano berjalan menuju salah satu mobil yang ada di parkiran.

Zia pun mengikuti Zano dan ikut masuk ke dalam mobil.

"Lo ngapain duduk di situ?"

Zia menatap Zano bingung, "Eh?"

"Duduk depan! Gue bukan supir lo!"

"I-iya." katanya kembali keluar dari bangku belakang dan pindah ke depan. Galak banget sih, kan bisa ngomong pelan-pelan. Batin Zia.

Canggung sekali. Zano sama sekali tak mengatakan apa pun selama perjalanan. Sementara Zia terus melirik ke arahnya, ragu untuk memulai pembicaraan dan mengungkapkan apa yang ingin ia katakan sebenarnya.

Zia mengumpulkan sisa-sisa keberaniannya untuk memulai, "Kak Zano." Panggilnya pelan.

"Hm." Balasnya menyahuti. Tak apa, asal ia merespon. Pikir Zia berusaha menenangkan dirinya.

"Saya ingin menjelaskan kesalahpahaman ini."

Zano menoleh menatap Zia dalam diam, menunggu kalimat selanjutnya yang akan keluar dari mulut gadis itu.

"S-sebenarnya, saat saya menyatakan suka ke kakak itu karena hukuman dari anggota OSIS. Bukan maksud saya benar-benar menyatakan, tapi... mereka menyuruh kami untuk menyatakan cinta pada kakak kelas selain anggota OSIS. Karena itu saya asal menyatakannya pada kakak yang saat itu kebetulan lewat di dekat saya." Zia berusaha menjelaskan maksudnya dengan susah payah.

"Terus?" tanya Zano santai,

Zia menatapnya bingung, "Eh? Itu... jadi, maksud saya kakak gak seharusnya menjawab pernyataan saya dan menganggapnya serius."

Dan gue nggak seharusnya jadi pacar lo! Tambah Zia dalam hati.

"Jadi, lo nggak mau pacaran dengan gue? Kenapa? Gue jelek?" tanya Zano tanpa menoleh dan masih fokus menyetir.

"Eh, bukan! Kakak ganteng kok!" ucap Zia keceplosan yang langsung membuat Zano tersenyum kecil.

Untuk sesaat Zia terpana dengan senyuman menawan itu, tapi detik berikutnya tatapan menusuk Zano ke arahnya langsung menghancurkannya begitu saja. "Jadi, lo nggak ada alasan buat nolak gue kan?"

"Memangnya saya mau pacaran cuma karena liat wajah aja? Memang sih wajah yang utama. Tapi bukan itu masalahnya kak." Jawab Zia memberanikan diri membantah Zano serta menatap balik mata elang itu.

"Terus apa?"

"S-saya nggak ada perasaan apa-apa sama kakak."

Zano terdiam selama beberapa saat. "Bukannya nggak punya, tapi belum. Nanti juga lo lama-lama bakal suka sama gue."

Sweet Bad Luck!Where stories live. Discover now