BAB 13 - Kita Putus!

1.9K 272 10
                                    

"Kita putus." Ucap Zano dengan dingin kepada Zia yang kini menatapnya kaget.

Awalnya Zia sudah senang saat Zano menghampiri dirinya ke kelas saat jam istirahat, ia kira Zano ingin bicara dengannya dan mengajak berbaikan. Saat itu Zano mengajaknya ke taman belakang sekolah untuk bicara berdua. Tapi ternyata... ia malah mendengar hal yang sangat tak ingin ia dengar. Bahkan Zano tak memberinya kesempatan untuk menjelaskan semuanya.

"Ini kan yang lo mau dari dulu?" lanjut Zano lagi, "Sekarang lo bebas. Gue nggak akan ganggu lo lagi mulai sekarang."

"Tunggu!" Zia menahan lengan Zano dengan kedua tangannya. "K-kenapa? Kenapa tiba-tiba kakak bilang gitu?"

"Gue capek."

Mendengar pernyataan laki-laki itu, perlahan Zia melepaskan tangannya. Ia kembali terdiam sesaat tapi kemudian berusaha menatap Zano lekat-lekat seraya menyembunyikan perasaannya yang kacau saat ini. "Padahal dari kemarin aku mau bilang kalau aku nggak jadi ikut OSIS demi kakak, tapi kayaknya sekarang udah nggak penting lagi ya."

Zano tersentak ketika mendengarnya, tapi ia berusaha agar tak terpengaruh kata-kata gadis itu. Dia masih bisa mengingat dengan jelas ekspresi Zia ketika dia berbicara dengan Erkan kemarin. Ekspresi yang sangat berbeda ketika Zia bersama diriya. Zano pikir dengan melepaskan Zia, gadis itu akan senang dan bisa bersama dengan orang yang memang dia sukai sejak awal yaitu Erkan.

"Mulai sekarang anggap aja kita nggak pernah kenal. Gue nggak akan pernah hubungin lo lagi." Ucap Zano sebelum pergi meninggalkan Zia.

Zia tertunduk lesu kemudian langsung berjongkok ketika Zano hilang dari pandangannya. Padahal dia sudah mulai menyukai laki-laki itu, tapi kenapa semuanya malah menjadi rumit.

"Jangan nangis Zia." Gumamnya pada dirinya sendiri seraya menekan perasaannya dalam-dalam. Padahal ia telah menjelaskan pada Zano kalau dia tak jadi mengikuti OSIS karena dirinya, tapi tetap saja Zano memutuskannya secara sepihak. Zano sama sekali tak memberi kesempatan Zia untuk bicara tentang perasaannya, benar-benar egois.

Tes.

Zia akhirnya menangis juga walau ia berusaha menahannya. "Zia bego! Hiks... kenapa sih lo suka sama cowok kasar kayak dia? Harusnya lo tetep suka sama kak Erkan aja kayak dulu! Jadi lo nggak perlu sakit hati kayak gini."

Perlu waktu lama bagi Zia untuk menenangkan dirinya hingga waktu istirahat habis barulah ia kembali ke kelas. Pasti matanya sembab sehabis menangis, jadi ia sengaja terus menunduk saat Vika mengajaknya berbicara agar sahabatnya itu tak menyadarinya.

"Lo ada masalah sama kak Zano?" tanya Vika lembut seraya mengusap bahunya.

Zia mengangguk pelan, kemudian membuka mulut. "Dia mutusin gue Vik."

"Putus?!" serunya kaget, "Tapi, bukannya emang ini yang lo mau dari dulu?"

Zia menatap Vika kesal, "Kalau sebulan yang lalu ia mutusin gue pasti gue nggak akan protes Vik. Tapi kalau sekarang..."

"Lo mulai suka sama dia?"

Zia mengangguk lagi dengan cemberut. "Dan dia malah mutusin gue secara sepihak gini. Dasar egois!" sungut Zia kesal. "Liat aja nanti, gue bakal bikin dia nyesel sama keputusannya!"

"Dengan cara?" Vika mengerutkan dahinya, ia pikir Zia bakal terus menangis dan murung karena Zano. Tapi ternyata ia malah kembali bersemangat dengan cara yang aneh.

Zia kembali berpikir, "Dengan cara... jalan sama kak Erkan mungkin?"

Vika memutar bola matanya, "Yang ada lo malah bikin kak Zano makin yakin kalo lo masih suka sama kak Erkan."

Sweet Bad Luck!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang