BAB 19 - Your Sister

1.7K 243 19
                                    

"Zia, kamu hari ini nggak kemana-mana kan?" tanya Mamanya setelah mengetuk pintu kamarnya beberapa kali.

"Ya ma? Kenapa? Aku nggak kemana-mana kok. Dirumah aja, mumpung weekend."

"Mama bisa minta tolong?"

Zia tentu langsung mengangguk.

"Barang abang kamu ketinggalan, dan kayaknya ini berkas penting. Bisa kamu anter ke kampusnya? Mama lagi repot buat pesenan katring di dapur."

"Iya, serahin aja ke aku ma. Nanti Zia hubungin abang aja."

"Ya udah, tolong ya nak."

"Sip ma, tenang aja." Zia tersenyum lebar, dan beberapa saat kemudian ponselnya bordering.

"Baru aja diomongin." Zia tesenyum geli lalu menerima panggilan tersebut. "Halo? Ada yang ketinggalan ya bang?" tanya Zia bahkan sebelum Gion bertanya.

"Iya dek. Itu berkas penting buat rapat BEM hari ini. Bisa tolong anterin ke kampus abang? Naik gocar aja nanti abang bayarin."

"Kenapa nggak di gosend aja? Kan lebih praktis, aku nggak harus ke sana."

"Jangan, nggak bisa! Abang takut nanti ada yang tercecer gimana? Lebih aman kamu aja yang anter."

"Oke, aku siap-siap dulu abis itu otw."

***

Zia sampai di kampus Gion, dan mencari fakultas tempatnya berkuliah dengan berjalan kaki.

"Mana ya jurusannya?" gumam Zia seraya memperhatikan tulisan-tulisan di gedung yang kini berada di hadapannya. "Ah telpon aja deh."

Terdengar nada sambung yang tak kunjung berhenti, Gion belum mengangkat panggilan Zia. Bahkan setelah mencoba lebih dari lima menit Zia tetap tak mendapatkan jawaban.

"Ah, abang gimana sih? Kok malah nggak diangkat. Nyebelin banget." Zia mendengus kesal, lalu berjalan asal tanpa arah hingga sampai di sebuah taman, dan setelahnya ia langsung menghempaskan bokongnya di bangku panjang taman.

Zia kembali mencoba menghubungi Gion saat handphonenya tiba-tiba mati. "Yah, yah! Kok mati sih?!"

Lagi-lagi Zia mendengus saat menyadari ia lupa mengecharge benda itu, dan sekarang ia tak tahu bagaimana cara menghubungi Gion.Satu-satunya cara adalah ia harus bertanya kepada seseorang.

Zia menoleh ke sana kemari untuk mencari seseorang yang ia tanyai, tapi hanya ada beberapa orang di dekatnya. Lebih tepatnya tiga orang. Dan ia tak mau bertanya pada sepasang kekasih yang kini tengah mengobrol di salah satu bangku yang ada di taman. Jelas saja, ia tak mau menjadi pengganggu. Satu-satunya jalan adalah ia harus bertanya kepada laki-laki yang kini tengah berbaring di bangku taman yang berada tepat di belakangnya.

Dengan ragu Zia menoleh dan menatap laki-laki yang kini tertidur dengan menutupi sebagian wajahnya dengan satu lengan. "Tanya nggak ya?" gumam Zia bimbang.

Baru saja Zia ingin membangunkan laki-laki itu, suara nyaring nada dering handphone tiba-tiba berbunyi keras yang langsung membuat laki-laki itu terlonjak kaget dan mengeluarkan sumpah serapah dari mulutnya.

"Ah, sialan!" katanya memegangi dadanya karena kaget, baru setelah itu mengangkat panggilan di handphonenya.

"Iya, iya. Gue ke sana. Iya, lima menit lagi gue sampe sana!" balasnya dengan nada kesal pada seseorang di seberang panggilan, kemudian kembali memasukkan benda itu ke saku celananya.

Pada saat itu mata mereka saling bertemu, dan langsung membuat Zia membuang muka ke arah lain.

"Ah, sorry. Suara gue gede banget ya." Katanya meminta maaf.

Sweet Bad Luck!Where stories live. Discover now