(10) Quality Time

Start from the beginning
                                    

"Jil,"

"Hm?" jawabnya sambil menolehkan kepala menghadap gue dan meletakkan bingkai foto itu kembali pada posisinya.

"Pakai baju Riyan nih, kalo pake seragam sekolah takutnya ketemu temen. Ntar kita dibilang bolos lagi,"

"Kan emang bolos," jawabnya sambil menampakkan deretan gigir rapinya.

"Ajil," gue sedikit merengek dan menghentakkan kaki.

Dia hanya tertawa ringan, lalu mengangguk. Razil kemudian membuka dua kancing seragamnya bagian atas. Dan itu refleks membuat gue menutup muka dengan telapak tangan.

"Nggak di sini juga kali Jil, woi," teriak gue dengan muka yang ditutupi dua telapak tangan.

"Terus di mana? Lo nggak bilang sih," responnya dan menghentikan gerakannya.

"Di toilet, noh," jawab gue sambil menunjuk toilet yang berada di pojok ruangan dengan sebelah tangan, sedangkan sebelah lagi masih menutupi muka gue.

Dia kemudian melenggang begitu saja meninggalkan gue dengan pipi yang mungkin kini memerah kayak kepiting rebus. Razil berjalan ke arah toilet yang tadi gue tunjuk. Sebelum masuk pintu toilet, gue melempar kepalanya menggunakan bantal sofa yang ringan, berniat untuk melampiaskan rasa malu gue atas tingkahnya.

Dia yang gue lempar pakai bantal hanya tertawa lebar, mengambil bantal itu dan melemparnya balik ke gue.

Sudut bibir gue terangkat, ada kehangatan. Razil yang nggak bisa so sweet itu ternyata menyimpan sisi romantis juga ternyata.

Sekarang gue dan Razil sudah duduk manis di dalam mobil. Tangan kanannya fokus mengontrol stir mobil, dan tangan kirinya menggenggam tangan gue.

 Tangan kanannya fokus mengontrol stir mobil, dan tangan kirinya menggenggam tangan gue

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Razil kini menggunakan kaos polos warna putih dan dibalut sweater hitam polos.

Suasana di dalam mobil kini hening, hanya ada lagu Love Yourself dari Justin Bieber yang mengalun merdu dari speaker mobil.

Pandangan gue kini terfokus ke jalanan, menatap betapa macetnya jalanan ibu kota. Pikiran gue kosong, bahagia dan sedih kini bercampur jadi satu.

Dan satu hal kini terlintas di benak, membuat gue mengalihkan pandangan pada Razil yang masih fokus menyetir mobil.

Gue melepaskan genggamannya, dan merubah posisi menjadi duduk menghadap razil dengan kaki dinaikkan dan disilang. Razil yang genggamannya gue lepas, langsung menatap gue bingung sambil menaikkan sebelah alisnya. Hanya sebentar, lalu ia kembali fokus menyetir.

"Jil,"

"Hm?" jawabnya dengan menoleh ke arah gue sekilas.

"Kemarin Kak Anya pulang gimana?"

"Nggak tau, gue ninggalin dia di gerbang. Lo kemarin kenap pulang bareng Gilang?" tanyanya yang sama sekali nggak mengalihkan pandangan dari jalanan.

"Sebel gue sama lo. Ngapain juga Kak Anya ditebengin," jawab gue sambil mengubah posisi duduk jadi menatap lurus ke arah jalanan, dengan kaki yang masih disilang. Hm gue emang suka duduk dengan posisi kayak gini, mau di mobil, mau di lantai, mau di kursi sekolah duduknya kaki harus naik dan disilang.

"Terus kenapa bilang nggak papa waktu gue nanya Kak Anya boleh nebeng bareng kita atau nggak?"

"Ya namanya juga cewek Jil," ujar gue dengan mengerucutkan bibir.

"Gini ya, cewek kalo bilang nggak papa itu artinya ada apa-apa. Kalo dia nanya sibuk atau nggak, itu artinya dia kangen. Lo kapan peka sih Jil," sambung gue sambil merengek.

Dia tertawa renyah sambil mengacak rambut gue.

Lagu Love Your Self itu kini berganti menjadi lagu Sekuat Hatimu dari Last Child.

Raut wajah gue seketika berubah, lirik lagunya yang menggambarkan sosok mama membuat gue jadi ingat mama lagi. Mata gue kembali berkaca-kaca, tapi gue mencoba menahannya agar tak jatuh. Gue memalingkan wajah ke arah jendela mobil, berharap Razil nggak ngeliat air mata gue yang jatuh.

Razil yang paham keadaan, langsung mengganti lagu. Kini lagu Bahagia dari GAC mengalun merdu. Gue menghela napas pelan. Mengapa gue terlahir dengan mata yang kaya air mata, udah semalaman nangis tapi air matanya nggak abis-abis.

Kita akhirnya tiba di sebuah taman bermain yang penuh dengan arena hiburan, dari wahana yang biasa hingga yang extreme seperti kora-kora dan biang lala. Sebelum masuk ke area taman bermain, Razil mencari parkir dulu. Agak sedikit susah mencari parkir, karena hari ini hari Sabtu. Dan taman bermain kali ini cukup ramai, mungkin karena akhir pekan, dan ditambah sekolah-sekolah swasta yang meliburkan muridnya pada hari Sabtu. Nggak kayak sekolah gue, yang dari Senin sampai Sabtu tetap belajar full.

 Nggak kayak sekolah gue, yang dari Senin sampai Sabtu tetap belajar full

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah hampir 10 menit mencari parkir, akhirnya ketemu. Razil kemudian melepas sweaternya dan mengambil jaket denim yang berada di jok belakang yang sengaja ia bawa kemana-mana. Katanya sih gerah kalau pakai sweater.

Setelah itu Razil keluar dari mobilnya dan meninggalkan gue yang masih stay di posisi.

Dia yang melihat gue nggak turun dari mobil, mengetuk kaca mobil di tempat gue duduk. Karena mobilnya belum dikunci, gue menurunkan kaca itu.

"Ayo turun," ujarnya sambil menunduk ke arah kaca mobil yang gue bukak.

"Bukain dong, biar kek di sinetron-sinetron gitu," ujar gue sambil nyengir kuda.

"Lebay lo, buruan keluar,"

Ya begitu lah Razil. Pacaran sama dia berasa nggak pacaran. Baru juga tadi keluar sisi romantisnya, eh sekarang ngilang lagi.

Gue yang mendapat reaksi begitu dari Razil hanya cemberut. Gue lalu menaikkan kaca mobil kembali dan keluar dengan sendirinya. Harapan untuk dibukain pintu seperti di film-film princess itu hanya jadi angan-angan saja.

Setelah turun dari mobil, Razil langsung mengunci mobilnya, dan nggak lupa menghidupkan alarm supaya nggak kecolongan, eh.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
Hai temannn, aku come back😊
Semoga suka ya, dan jan lupa untul vote and comment^^

Luv luv dari author💚💚

About ZeyaWhere stories live. Discover now