d e l a p a n

7.9K 892 27
                                    

Dengan lesu aku memasuki apartemen milik Aksel. Sejak pagi aku menunggu dosen untuk bimbingan, namun hingga sore tiba aku tak mendapatinya di ruangan dosen. Satu jam yang lalu Sandra baru saja mengatakan bahwa pak Saprudin sudah mengirim surel yang berisikan permohonan maaf karena ia tidak di kampus hari ini. Sia-sia perjuanganku dua minggu ini.

Langkahku terhenti saat seorang wanita seksi menghampiriku di ambang pintu. "Candyta?"

"I-iya."

"Gue Sarah, pacarnya Aksel."

Aku ragu menerima uluran tangannya, kulitnya putih bersih dan pasti lembut. Berbeda denganku yang berkulit kusam dan kasar karena lebih sering bercokol di dapur.

"Gue mau tinggal di sini," katanya yang menarik tangannya kembali. "untuk tiga bulan ke depan hingga kami menikah."

Jadi, ini semacam pengusiran?

"Lo dengar 'kan?"

"Hm. Gue bersihkan kamarnya dulu."

"Gak perlu. Aksel sudah melakukannya. Barang-barang lo pun sudah di antar ke rumah lo."

Rahangku jatuh seketika. Sepupu biadab! Inikah balasan karena dua minggu lalu aku tidak membelikannya oleh-oleh?!

"O-ke. Sampaikan salam gue untuk Aksel." Aku segera memutar arah dan membanting pintu dengan kasar. Persetan dengan Sarah yang menganggapku tidak sopan.

Aku segera mendial nomor Aksel.

"Kenap—"

"Bajingan! Kenapa lo pulangin barang-barang gue ke rumah?!"

"Lo gak mungkin jadi kambing congeknya gue sama Sarah 'kan? Masih baik gue packaging dan antar langsung ke rumah lo!"

Kenapa jadi dia yang sewot?! "Harusnya lo kasih tahu gue dulu, dong!"

"Suka-suka gue-lah. Itu 'kan rumah gue!"

Dengan kesal aku mematikan telepon dan memblokir nomornya. Padahal Aksel sudah tahu aku sedang menghindari mami, harusnya dia mengerti perasaanku. Setelah di baseman aku melajukan Civic hitamku ke mana pun asal bukan ke rumah.

Sehari sebelum kami kembali ke Jakarta, Hanung mengajakku dan Hera mengunjungi museum Pasifika untuk menambah pengetahuan Hera. Kami juga membeli es krim dan cokelat untuk dimakan di mobil seraya bernyanyi sepanjang jalan.

Kemudian, ingatanku tertuju saat Hanung yang berinisiatif mengikat rambutku yang berantakan karena kedua tanganku sibuk menghabiskan kerang dengan Hera di kamar hotelnya.

Semuanya terasa nyata. Sebelum hari itu, sehari setelah aku pulang dari Nusa Dua, Hanung ke rumah, aku melihat mereka berbincang di taman belakang. Masih sama. Dia kembali meyakinkan mami.

Rasa sesak bergumul di dada, mataku perih, aku mencoba mengenyahkan perasaan ini, tapi tidak bisa. Akhirnya aku pergi ke apartemen Aksel dan membawa keperluanku.

Tapi sekarang aku harus ke mana? Tidak mungkin aku pergi ke rumah Sandra, sementara dia saja tinggal bersama mertuanya. Aku berhenti di lampu merah tepat saat ponselku berdering. Aku tidak tahu siapa si penelepon. Beberapa hari ke belakang nomor asing ini terus menghubungi, seolah aku adalah tahanan yang kabur. Kemudian ponselku berganti menampilan nomor Sandra.

"Halo, San. Kenapa?"

"Lo di mana? Sibuk gak?"

Aku kembali menancapkan gas saat lampu sudah kembali hijau. "Nggak. Kenapa?"

"Gue ke rumah lo, ya!"

"Ngapain?"

"Surprise!"

Tanpa bisa menahan menahan kekesalan, aku menggerutu, "Udah lewat dua minggu ya, kampret! Basi tahu, gak!"

Sandra tertawa. "Yang penting dapat!"

"Gue lagi gak di rumah."

"Pulang dululah. Gue siap-siap, nih. Bye!"

Dengan berat hati, kuputar stir menuju rumah. Mungkin mami masih di kantor, mengingat sudah pertengahan tahun, pembukuan-pembukuan semacamnya pasti menyita banyak waktunya.

Civic yang kutumpangi berhenti di depan gerbang saat terlihat mobil asing terparkir di halaman. Pak Supri membukakan gerbang dengan senyum lebar.

"Sore, Non."

"Sore. Mobil siapa itu, Pak?"

"Tamunya Nyonya, Non."

Kuhelakan napas kecewa. Aku tahu, ini bukan salah mami. Hanung yang terus memaksa. Tapi jelas harga diriku terusik ketika para lelaki datang padaku hanya untuk mendekati mami. Aku dijadikan batu loncatan demi keuntungan mereka. Sama halnya Hanung yang mendekatiku dengan membawa Hera agar aku terlihat akrab dan merestuinya.

Dirasa sudah cukup siap, kubuka pintu mobil, melangkah ke dalam rumah yang ternyata sepi. Aku tidak menemukan siapapun kecuali bi Asih yang sedang membersihkan taman belakang. Ya sudah, aku menaiki anak tangga menuju kamar di dekat balkon.

"Mama!"

Tubuhku mematung. Jantungku berdebar lebih keras ketika tatapan kami bertemu. Di sofa itu, dia duduk tenang seolah ini adalah tempatnya. Aku tersentak saat tubuhku ditabrak dari depan.

"Mama Ken, Hera kangen!"

"Hera kok bisa di kamar tante?"

"Oma yang ngizinin Hera main di sini. Katanya kamar mama, kamar Hera juga." Hera menarikku ke arah tumpukan mainan di dekat Hanung. "Maaa, ayo main masak-masak!"

"Em, Hera, tante gak bisa masak."

"Tapi kata oma, Mama masakannya enak."

Hanung berdiri dari sofa. Aku yang duduk di atas karpet melihatnya menjulang tinggi. "Kamu tidak bisa berbohong, Candy. Dengan IPK 4 jurusan tata boga, tidak mungkin kamu tidak bisa masak."

Aku balas menatapnya sengit. "Tahu apa kamu tentang hidupku?"

"Saya tahu semuanya. Termasuk tempat tinggal kamu dua minggu ke belakang sampai apa yang kamu lakukan pada sepupumu. Memblokir nomornya."

Aku mengerjap beberapa saat. "Saya memang membebaskanmu mengejar ibu saya, tapi bukan berarti kamu menggangguk privasi saya. Bahkan memasuki kamar saya tanpa seizin pemiliknya." Aku beranjak dari sana dengan dongkol.

Mami baru saja berada di anak tangga teratas saat aku keluar dari kamar. Wajahnya berseri. "Ken, kamu pulang."

"Aku salah rumah, Mam." Aku menuruni tangga dengan tergesa. Terdengar suara mami yang memanggil namaku.

"Candy, dengar saya dulu!" Tanganku tersentak ke belakang saat Hanung menarikku. "Kita butuh bicara!"

"Tidak perlu, Pak Hanung. Saya tidak punya urusan apapun dengan anda." Kau menatapnya tajam.

"Tidak. Kita harus bicara!"

"Saya tidak mau! Kalau kamu ingin meminta restu, Saya merestui pernikahan kalian!"

Hanung mengeraskan rahangnya, tatapannya menajam ke arahku.  "Saya tidak akan menikahi ibumu!"

"Lalu kenapa kamu datang kemari?!"

"Saya akan menikahi kamu! Saya mencintai kamu, Candyta!"

C a n d y t a


Gak dapet emaknya, anaknya pun jadi😭👍

Btw, aku mau namatin Eksodus Rasa, apdetnya kira-kira nanti malem. Stay tune, oke?!

26/08/21

Eksodus Rasa ✓Where stories live. Discover now