1- XI IPS 5

115 19 7
                                    

Pemikiran semua guru tentang duduk di kursi kelas; pertama; Siswa yang duduk di kursi barisan depan tak lain dan tak bukan adalah siswa yang rajin dan pandai dalam semua bidang.

Kedua; siswa yang duduk di kursi deretan tengah bisa dibilang siswa yang tak terlalu pandai dan rajin.

Ketiga ; yaitu yang terakhir adalah siswa yang duduk di barisan paling belakang apalagi paling pojok tak melenceng sedikitpun adalah siswa yang malas, suka bikin keributan di kelas. Tapi tanpa mereka kelas terasa sepi.

Lain halnya dengan Dani Satria Mahendra. Cowok yang rambutnya di tarik ke belakang itu dengan gampangnya duduk di kursi barisan depan. Tertidur pula. Apalagi sekarang yang mengisi pelajaran adalah Polri Original. Pak Dahri. Sang BK SMA Original.

Di SMA Original ada dua guru BK. Pertama ; adalah Pak Dahri. Yang diberi julukan Polri Original. Kedua; adalah Bu Astrid. Ia adalah istri polri original. Jangan salah, ia juga punya julukan. Polwan original.

"Las, tuh si Bos bangunin sana, ntar dimarahin sama Polri." Bisik Uje yang lagi duduk di kursi nomor dua dari belakang.

Pak Dahri yang sedang menulis latihan soal hari ini rs

"Lo aja sana! Gue mah juga takut Pak Polri marah." Muhlas memerintah balik.

"Ya gue juga takut sih,"

Pak Dahri yang mendengar suara-suara nakal reflexs menoleh. Tapi yang dilihat bukan yang berbicara. Akan tetapi cowok yang duduk di depan dengan tanpa malunya tertidur.

Pak Dahri yang sedang menulis latihan soal hari ini reflexs memutarkan kepala ke belakang ketika mendengar suara-suara nakal yang menusuk telinganya.

Bukan yang berbicara yang dipandangnya. Tapi, sosok cowok yang tengah tertidur saat mata pelajarannya berlangsung.

Pak Dahri melangkah menuju meja guru. Mengambil penghapus.

Ia kemudian berjalan menuju bangku Dani. Setelah sampai di sana, ia langsung mengetuk ngetukan benda yang bawahannya terbuat dari kayu itu ke meja dani. Tepatnya di samping telinga.

"Dani, bangun kamu!" Ucap Pak Dahri di tengah tengah melakukan aktivitasnya.

Nihil. Dani tetap bergeming. Adit, Muhlas dan Uje tertawa melihat sahabatnya yang tak kunjung bangun benar-benar kayak mayat kalau Dani tidur mah.

"Ngapain kalian pada ketawa?"
"Kalau mau bangunin Bos jangan kayak gitu, pak," Adit merespon

"Terus kayak apa, dit?" Tanya Muhlas

"Cukup dikasih napas buatan sama Bu Astrid pasti dia bangun, kok." Balas Adit sesekali melirik Pak Dahri yang kentara sangat marah.

Mendengar celotehan Adit membuat semua siswa yang ada di sana tertawa. Kelas tak lagi hening.

Mendengar keramaian, Dani pun segera mendongakkan kepala.

"Nah, tuh dia bangun,pak." Ucap Uje.

Dani memutarkan kepalanya melihat Uje dengan mata setengah tertutup. "Ada apa, Je?" Tanyanya.

Pak Dahri geleng-geleng melihat tingkah laku salah satu siswanya itu. "Dani, sekarang kamu ke lapangan futsal, berdiri di sana sampai bel istirahat berbunyi!" Titah Pak Dahri

"Sekarang,pak?" Tanya Dani meyakinkan.

"Nggak, nanti, nunggu Uje pandai." Respon Pak Dahri.

"Amin," Ucap serentak semua siswa kecuali Dani Dan Pak Dahri.

"Ya udah, saya lanjutin tidur aja, pak, sampai kiamat pun Uje nggak bakalan pinter."

Dani kemudian menelungkupkan kepalanya ke atas bangku dengan tangan yang dilipat sebagai bantalnya.

The Danka Where stories live. Discover now