Part 19 - End

42.9K 1.5K 12
                                    

                Sudah dua hari berturut-turut Dara dirundung kesedihan setelah mendapat kabar dari salah seorang pelatih Aris. Matanya mulai membengkak, dia juga tidak nafsu makan karena seringkali mual. Dara tertuduk di tepi jendela yang besar, menghadap ke halaman belakang dan merasakan sinar matahari yang meresap masuk ke dalam kulitnya. Dia diam dengan tatapan kosong, membuat seseorang yang menatapnya merasa iba, seperti Rina. Rina menghampiri menantunya dan menepuk pelan bahu Dara,

                "Sabar. Kalau kabar itu benar, Mama pasti akan selalu ada di sisi kamu untuk membantu kamu merawat si kecil. Kita tunggu saja kabar lanjutannya, ya." Dara hanya mengangguk dan mengusap air mata nya yang mulai mengering, Rina hanya memasang raut sedih, "sekarang kamu makan dulu sekalian minum susu nya, ya. Kasihan anak kamu kalau kamu terus-terusan kayak gini." Dara menggangguk lemah, sekalipun hatinya sedih, dia tidak boleh egois dengan membiarkan anak di dalam perutnya kelaparan. Dia mengunyah butiran nasi dengan tidak semangat, seolah dia menghitung satu persatu butir nasi tersebut. Rina hanya tersenyum getir melihatnya.

Tiba di malam hari, Dara tidak bisa tidur dengan tenang. Dia membolak-balikkan tubuhnya mencari posisi yang nyaman untuk tidur. Dengan mata terpejam, dia menaikkan selimutnya dan merasakan hangat di tubuhnya, entah karena selimut atau hal lain, Dara merasa ada suatu kehangatan yang sangat dirindukannya itu kembali dirasakan olehnya. Tak lama setelahnya, Dara tertidur pulas.

----

                Dara merasakan lengan kokoh melingkar di perutnya, membuatnya teringat akan pelukan Aris yang membuatnya tidur lelap di malam-malam sebelumnya. Dara menggeleng pelan, tidak mungkin itu suaminya, kalau bukan suaminya, lantas siapa? Dara berpikir kalau itu penyusup, tetapi mana mungkin penyusup atau pencuri dibiarkan masuk oleh Mama Rina? Pikirnya.

                "Aku pasti gila..." ujar Dara dengan suara serak khas orang baru bangun tidur. Berulang kali, dia menghela nafas dengan mata yang masih terpejam rapat.

                "Gila kenapa?" suara berat menyahutinya. Dara terbelalak kaget mendengar suara yang selalu dirindukannya, Dara memandang sosok pria disebelahnya. Buram dan tidak terlihat jelas, berulang kali Dara mengucek mata dan akhirnya mendapati pria disebelahnya itu adalah Aris, suaminya. Dara memekik tertahan, menutup mulutnya karena kaget.

                "G-Gak mungkin, aku udah gila. Ya Allah..." Dara menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya dan mengintip sosok Aris dari celah jari-jarinya. Aris yang keheranan dengan tingkah Dara hanya bisa mengulas senyum tipis, bukannya disambut dengan pelukan hangat atau ciuman selamat datang malah dihadiahi ekspresi ketakutan oleh istrinya.

                "Kenapa, sayang?" Aris mengeratkan pelukannya. Berkali-kali dia mengecup pipi dan bibir istrinya secara singkat. Dara merasa sangat kenal dengan bibir hangat itu... dia meneteskan air mata dan menepuk pelan wajah Aris, memastikan bahwa yang dihadapannya benar-benar suaminya.

                "Ini benar kamu 'kan, Mas?" tanya Dara. Aris mengangguk dengan semangat, dia mencubit kedua pipi Dara.

                "Nyata 'kan?" Aris tersenyum lebar, "bukannya kamu udah dapet informasi dari pelatihku kalau aku bakalan pulang karena masalah yang ada udah tuntas?" Aris sibuk mendekatkan telinganya pada perut Dara. Dara menautkan alisnya,

                "Pelatih Mas Aris malah bilang ke aku kalau Mas Aris terkena tembakan dan tembakan itu mengenai tubuh Mas Aris dengan dua peluru tajamnya. Beneran?" Dara menatap Aris khawatir. Aris memegang ujung kaosnya, bermaksud melepas kaosnya tetapi dicegah oleh tangan Dara, "Ih aku nanya, kenapa jadi buka-buka baju segala!" pipi Dara memerah. Aris tersenyum geli mendapati wajah Dara yang memerah, dia kembali mencubit pelan pipi Dara.

My Life Partner!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang