Part 4

43.8K 2.1K 17
                                    

        Keesokan harinya, Dara kembali bergelut dengan segala aktivitas belajar nya. Seusai upacara bendera, dia kembali ke kelas dan menelungkupkan kepalanya di meja.

                “Ada apa sih, Dar? Galau banget kayaknya!” Viona, sahabat Dara sejak kelas 1 SMP heran melihat perubahan sikap Dara yang biasanya bersemangat menjadi lemas seperti hari ini.

                “Enggak apa-apa kok, Na. Punya pacar itu enak, ya, Na?” Dara menatap lawan bicaranya sambil meminum air mineral yang dibelinya di kantin.

                “Yah enak sih, kamu tiba-tiba nanya gitu kenapa? Hayo, ada gebetan ya?!?” Viona mencubit pipi Dara yang chubby dan mencolek-colek dagu Dara untuk menggodanya.

                “Hm… Ya, ada sih. Tapi ya gitu,” Dara memainkan ujung rambutnya sambil cemberut.

                “Kenapa? Bukannya seneng malah galau, doi-mu udah taken ya? Makanya kamu galau gini,”

                “Bukan itu… Doi taruna. Jadi tau sendiri lah, LDR!”

 “Lha terus apa masalahnya sih, Dara sayangku cintaku manisku?” heran Viona.

“Denger-denger, taruna tuh banyak yang naksir dan taruna kebanyakan tuh gonta-ganti cewek. Aku ‘kan takut nanti dibuang gitu aja sama Mas Aris kalau dia ketemu sama cewek yang oke gitu.” Dara memanyunkan bibirnya dan meremas botol air mineralnya.

“Ya Ampun! Aku kira ada masalah apa, ternyata gitu doang! Kuncinya cuma satu, percaya. Kalau emang doi-mu ngambil umpan gitu aja, berarti kamu beruntung kalau kamu sendiri tau gak bakal nikah sama playboy.” Jelas Viona santai.

“Iyadeh…” Dara menunduk lemas.

“Gila kamu, gak sarapan apa? Lemes banget! Yuk ah ke kantin, ntar aku beliin roti.” Tanpa ba-bi-bu, Viona menarik tangan Dara menuju kantin.

--------

                Dua minggu Dara tidak dihubungi oleh Aris, awalnya dia merasa ada yang hilang –di relung hati nya,- tetapi dia sudah mulai terbiasa karena Aris adalah seorang taruna yang mengemban tugas di masa depan untuk negara.

                Di sisi lain, Aris gelisah karena program On Job Training yang dijalaninya akhir-akhir ini sungguh menguras tenaga dan waktu nya. Menghabiskan waktu beberapa hari untuk membangun dan memperbaiki fasilitas umum bersama warga sekitar dan aparat setempat, Dia takut Dara marah karena hal tersebut. Dengan ragu dia mengambil handphone nya dan mencari kontak yang ditujunya.

                Tuuuut…. Tuuuut… “Halo? Assalamualaikum," Setelah nada sambung ke-dua, telponnya diangkat oleh Dara.

                “Dara, Mas mau ngomong se-“ Pembicaraan Aris dipotong oleh Dara dengan kesal.

                “Salamku dijawab dulu, ih!”

                “E-Eh iya… Waalaikumussalam,”

                “Nah gitu dong, Mas jahat,” Dara berdecak kesal dan Aris mengernyitkan dahi-nya.

                “Kok jahat, sih? Jahat kenapa?” Aris bertanya.

                “Dara enggak di kasih kabar kalau Mas lagi OJT, yang ngasih tau malah Mama Rina,”

                “Itu… Aku gak sempet aja ngasih tau, Maaf,”

                “Maaf terus mah aku bosen!”

                “Lho jangan gitu… Padahal aku mau ajak kamu buat datang ke Pestakor. Kalau kamu marah gitu nanti Mas datang sama yang lain, ya,” Aris menggoda Dara, dia mengulum senyumnya agar tawa nya tidak terlepas dan membuat Dara semakin kesal.

                “Coba aja kalau berani, Dara juga banyak tuh yang naksir. Emang Mas Aris doang! Wleeek,” Ejek Dara.

                “Hahaha, yaudah aku kalah. Datang sama aku, ya? Harus mau,” Aris menekankan kata yang terakhir nya dengan tegas.

                “Itu bukan nawarin, tapi maksa… Yaudah, besok aku berangkat terus nginap di hotel ya. Tapi, pas acara-nya itu, Mas Aris jemput aku, ‘kan?”

                “Pasti itu,” ucap Aris.

------

                Setelah hampir sehari semalam menempuh perjalanan Mojokerto – Magelang, Dara akhirnya sampai di hotel yang akan ditempatinya. Dara mengangkat koper berwarna hitam nya dari bagasi, kemudian dia tersenyum pada sopir suruhan Ayahnya tersebut.

                “Pak Ardi, terimakasih lho udah mau jauh-jauh ngantar Dara ke sini,”

                “Iya, Non. Bukan masalah itu mah, Bapak balik dulu ya Non,” pamit Ardi.

                “Oke, Pak! Hati-hati di jalan!”

Dara berjalan dengan menggeret kopernya menuju meja resepsionis. Saat menyebutkan nama nya, resepsionis wanita memotong ucapan Dara.

                “Maaf, mbak. Sudah ada kamar atas nama mbak,” jelas Resepsionis tersebut.

                “Oh begitu,” mungkin kerjaan Ayah. Batin Dara dalam hati.

                Dara melangkah secara perlahan ke kamar yang ditujukan untuknya, dia membuka pintu kamar 102. Saat mengunci pintu kamar, Dara buru-buru menghempaskan tubuhnya ke ranjang king size yang disediakan.

                “Capek banget, ya?” Sebuah suara berat yang dikenalinya langsung membuatnya terlonjak kaget, tiba-tiba Dara tersadar dan membuka matanya. Betapa kagetnya saat dia mengetahui Aris tepat di hadapannya dengan rambut basah dan titik-titik air menetes dari rambutnya menuju ke badannya yang topless itu. Dara terpaku sesaat melihat kotak-kotak di tubuh Aris, kayak coklat ya. gumam Dara lirih.

                “Kakak apaan sih, enggak pake baju gitu! Gak malu apa?” Dara menutup mata nya menggunakan kedua telapak tangannya.

Aris hanya tertawa melihat kelakuan Dara, “Maaf, aku kira tadi kamu belum datang. Main nyelonong aja sih,”

                “Aku ‘kan juga enggak tau kalau ada Mas Aris disini…”

                “Udah, buka aja mata kamu. Aku udah pakai baju.” Aris menggigit bibir bawahnya, menahan tawa nya yang sebentar lagi akan tumpah.

                Perlahan-lahan, Dara membuka mata nya dan dia langsung berteriak.

                “AAAAAA Bohong, orang masih pake boxer doang gitu ih, jahat!” Dara memanyunkan bibir nya, Aris semakin senang menggoda Dara. Dia mendekat ke arah Dara dan berbisik,

                “Tapi kamu suka, ‘kan?”

----------

HUAHAHAHAHAHAHA APA INI!

               

My Life Partner!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang