H1 🪴 Gadis Penyuka Cerita Romansa

Start from the beginning
                                    

"Ibunda Khadijah yang sempurna, bahkan mendapat ucapan salam langsung dari Allah dan malaikat Jibril insecure? Beneran, Dhe? Gimana ceritanya?" Jelita bertanya dengan nada cepat, tanpa titik koma.

Yang ditanya menganggukkan kepala. "Yap, saat itu Ibunda Khadijah pesimis karena mengingat umurnya yang sudah 40 tahun, apakah pemuda seperti Nabi Muhammad mau menikah dengannya? Apa kata orang nanti karena selama ini dia telah menutup pintu untuk para pemuka Quraisy, tapi malah menikah dengan Rasulullah?"

"Terus, gimana jadinya, Dhe?" Kali ini Ben, ketua kelas yang bertanya tak sabar.

Mardhea merubah arah pandangnya ke tempat duduk laki-laki. "Ibunda Khadijah meminta saran kepada pamannya, beliau berkata jujur tentang perasaannya yang sudah mengangumi Rasulullah. Waraqah merespon dengan pertanyaan ; "Ya, benar katamu, Khadijah. Namun, dia bukan orang kaya. Apa tidak masalah?" Dan kalian tau apa jawaban Ibunda Khadijah? Beliau menjawab, "Tidak masalah jika dia bukan orang kaya, aku sudah punya banyak harta." Setelah itu, Ibunda menyerahkan urusan pernikahan kepada Waraqah.

"Ibunda Khadijah juga menceritakan hal tersebut kepada sahabat baiknya, Nafisah binti Munayyah. Dan Nafisah menyampaikan hal tersebut kepada Rasulullah. Disini Rasulullah juga sempat ragu karena dia tidak memiliki apa pun, tapi Nafisah mengatakan bahwa ada yang ingin menikah dengan Rasulullah, wanita kaya raya, cantik, dan berkecukupan. Ketika tau bahwa dia adalah Ibunda Khadijah, maka Rasulullah berkata; Jika dia setuju, maka aku setuju."

"Kok gue baper sih, Dhe?!" Cece berteriak histeris sembari tersenyum walau air matanya jatuh membasahi pipi karena haru.

Mardhea mengangguk dengan bibir bergetar. Benar, jika cinta kepada Rasulullah sudah merasuk ke dalam dada, maka mendengar kisah beliau selalu berhasil membuat air mata tumpah. Karena kerinduan, cinta, dan rasa kagum yang membuncah.

"Baik, itu aja dari gue. Maaf banget kalau ada salah karena gue gak tau banyak hal. Kalau ada kesalahan dari apa yang gue sampaikan, silahkan bilang sama gue. Dengan senang hati gue terima. Sekian, terima kasih." Mardhea menunduk sekali.

"Sama-sama, Dhea!" Semuanya menjawab kompak.

"Btw, kok ngerasa gantung, sih? Ceritain pas nikahnya dong!" Lina yang duduk di bangku paling depan protes.

"Udah habis waktunya, Lina."

"Cepet amat!"

Mardhea tertawa, lalu berjalan menuju bangkunya yang berada di urutan paling terakhir. Namun, langkahnya terhenti ketika melihat guru berhijab panjang bewarna tosca lewat di depan kelas. Tanpa berpikir lagi, dia menghampiri. Merentangkan tangannya dan memeluk guru berusia 38 tahun tersebut.

"Assalamualaikum, Buk Rain! Dhea kangeeeennnn!" ucapnya dramatis.

"Waalaikumussalam. Apa sih, Dhea!"

Pelukan terlepas. Gadis berusia tujuh belas tahun tersebut nyengir. Kepalanya menoleh ke kiri Buk Rain ketika melihat ada seorang pemuda yang menatapnya heran dengan mata hitam legam nan tajam. Mardhea terpaku di tempat, memperhatikan pemuda yang baru dilihatnya pertama kali berada di sekolah. Alis yang tebal, rahang tegas, bibir bewarna pink, tubuh tinggi, dan kulit putih. Rambut pemuda itu disisir rapi ke kanan, tas ransel bewarna hitam juga dipakai di punggung.

"Mata lo, dosa, zina!" Ucapan datar dari pemuda yang masih belum diketahui namanya membuat Mardhea tersentak.

"Maaf gak sengaja, mata suka khilaf emang kalau liat cogan," jawabnya, lalu nyengir.

Hanan Where stories live. Discover now