H21 🪴 Mardhea dan Kisahnya

119 23 1
                                    

Bismillahirrahmanirrahim.

Updated on: Senin, 19 Februari 2024

haiii, aku update setelah sekian lama. Maaf yaa.

Selamat membaca!🤍

🪴🪴🪴

INI untuk pertama kalinya setelah perpisahan kedua orang tuanya, Mardhea melihat meja makan untuk sarapan pagi ini tersedia tiga piring putih. Ada satu mangkok besar berisikan nasi goreng, di sampingnya ada telur dadar dan telur mata sapi. Tidak ketinggalan pula ada tomat dan mentimun di sisi yang lain. Di sana, sudah duduk Baskara yang terlihat memainkan tabletnya dengan ekspresi serius. Sedangkan, baru saja Sophia berjalan dari arah dapur membawa nampan berisikan dua cangkir dan satu gelas susu.

Mamanya terlihat bahagia ketika mengukir senyum pada suami barunya. Di umur yang tidak lagi muda, Sophia terlihat masih cantik meski hanya mengenakan baju kaos bewarna biru muda dan rambut diikat tinggi. Berperan sebagai istri mungkin adalah hal yang selama ini dia rindukan. Beruntungnya, kali ini wanita itu bertemu dengan pria seperti Baskara yang langsung meletakkan tabletnya dan membantu Sophia menaruh cangkir dan gelas di atas meja. Mereka berdua terlihat sangat serasi dan saling mencintai.

Mardhea menghapus air matanya yang tanpa dia sadari menetes begitu saja. Dia menyentuh pelan pergelangan tangannya yang semalam tidak sengaja dia lukai, menarik ke bawah seragam sekolah untuk menutupi luka itu dengan rapat. Setelah merasa yakin dengan dirinya sendiri, Mardhea menarik sudut bibirnya dan melangkah mendekati kedua orang tuanya.

"Dhea, kamu udah siap? Ayo duduk."

Sophia yang pertama kali melihatnya. Wanita itu tersenyum dan menarik kursi di sisi kiri Baskara untuk diduduki Mardhea. Setelah memastikan putrinya duduk, Sophia mengisi piring Mardhea dengan dua sendok nasi goreng. Menambahkan telur mata sapi setengah matang dan mentimun.

"Makasih, Ma."

"Sama-sama, Sayang." Ucapan itu disertai dengan usapan di kepala Mardhea.

Gadis itu tersenyum walaupun di sisi lain berusaha keras menahan air matanya agar tidak mengalir dan mengganggu suasana hangat di meja makan mereka. Sophia duduk di depannya, menyuapkan sendok demi sendok ke dalam mulut, sesekali bertanya pada Baskara yang ditimpali dengan nada suara lembut dan senyuman manis. Mardhea merasa dunianya berjalan normal seperti kehidupan orang lain. Tidak ada lagi nada tinggi Sophia di pagi hari ataupun ucapan ketus dari dirinya sendiri.

Mereka bahagia.

"Dhea, semalam kamu kemana? Papa bukannya mau mengekang, tapi kamu pulang terlalu malam." Suara Baskara membuat Mardhea tersadar dari pikirannya sendiri.

Gadis itu menelan ludah susah payah. Dia meminum air putih untuk menghilangkan kegugupan. Baskara bertanya dengan nada biasa saja, tidak ada sirat kemarahan atau kecurigaan yang mengirinya. Pria itu juga menatapnya sembari tersenyum seakan dia tidak masalah jika kemarin malam Mardhea melakukan kesalahan pun asalkan gadis itu jujur padanya.

"Maaf, Dhea masih butuh waktu untuk menerima dan mencerna semuanya semalam. Karena itu, Dhea keluar untuk menghirup udara segar." Mardhea menjawab dengan nada tenang.

Sophia mengangguk, sedangkan Baskara tidak memberikan respons apa pun. Dia hanya menatap putri tirinya lebih dalam. Ekspresi seriusnya berubah ketika tangan Sophia menyentuh jemarinya.

To już koniec opublikowanych części.

⏰ Ostatnio Aktualizowane: Feb 19 ⏰

Dodaj to dzieło do Biblioteki, aby dostawać powiadomienia o nowych częściach!

Hanan Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz