11. Masa lalu Angkasa dengan rumah pohon

Start from the beginning
                                    

Angkasa yang tengah mengendarai mobil, hanya meliriknya. Untaian senyuman tipis terlihat jelas dari wajah Angkasa. Sudah lama, Angkasa tidak melihat Raka sebahagia ini, biasanya dia hanya melihat Raka tersenyum ketika mendapatkan mainan baru. 

“Kita mau kemana?” tanya Raisa kepada Angkasa. 

Kemarin Angkasa memang mengajak Raisa dan Raka berjalan-jalan, karena semalam Raisa hanya bisa menemani Raka sampai sore saja, tidak bisa mengajak nya jalan-jalan. Sebab itu sekarang Angkasa mengajak Raka dan Raisa, untuk menikmati sore bersama. 

“Abang, di tanya kakak!!” ujar kesal Raka. “Abang tuh kebiasaan deh, kalau di tanya ya di jawab!! Bukan malah diem terus!!” sahut Raka tidak suka. 

Raisa hanya terkekeh melihat Raka, yang memarahi Angkasa. Bahkan abang nya hanya diam, dan tidak menjawab apapun. Raisa mengusap kepala anak itu. “Jangan gitu dong sama abang nya, kan abang lagi bawa mobil, mungkin aja abang fokus nyetir,” kata Raisa. 

“Sekarang kakak jadi belain abang terus!! Raka ngga suka!! Harusnya kakak belain Raka dong!!” ujar Raka dengan tangan yang terlipat di depan dada. “Kan abang yang salah!! Raka itu tadi belain kakak, masa kakak belain abang sih!!” ujarnya lagi dengan air mata yang berada di ujung kelopaknya. 

Raisa terkekeh kecil, dia memeluk Raka dan mencium pipi gembul tersebut. “Iya kakak minta maaf, jangan marah sama kakak ya? Raka jangan nangis dong, kalau Raka nangis, kakak bakalan sedih banget, jangan marah sama kakak ya?” ucap Raisa dengan nada membujuk, “Raka, jangan marah sama kakak,” balasnya. 

“Abang mau ngajak kalian naik perahu bebek,” balas Angkasa dingin meliriknya. “Kalau ngga mau, kita bisa langsung pulang.” 

“Mau!!” sahut Raka. “Cepet jalan, udah mau sampai dikit lagi.” 

Sesampainya mereka di sebuah danau yang terlihat luas nan asri tersebut. Terdapat beberapa perahu bebek yang berada di tepi danau. “Kamu sendiri aja sana, kakak sama abang mau ke rumah pohon,” balas Angkasa. 

“Loh kok gitu? Raka masih kecil, Angkasa. Kalau dia tenggelem di danau gimana?!” ujar Raisa. “Raka, kamu ikut kakak sama abang, enak aja mau ninggalin dia sendirian di tempat kayak gini!!” 

“Terserah,” balas Angkasa dingin. Dia berjalan lebih dulu dan menaiki sebuah tangga yang sudah melekat di batang pohon tersebut. 

Angkasa menyodorkan tangan nya keada Raka, hingga anak itu menaiki tangga tersebut dengan bantuan Angkasa, begitupun dengan Raisa. Raisa terkagum melihat pemandangan yang indah tersebut, suasana yang sepi menambah kesan tersendiri kepada siapapun yang datang. 

“Bagus banget di sini,” sahut Raisa tersenyum lebar. “Aku suka banget, kamu tau di mana rumah ini?” 

“Punya Mama sama Papa,” balas Raka duduk di tepi rumah pohon itu. “Raka seneng banget loh Kak, kalau di sini. Biasanya Mama sama Papa sering ke sini waktu dulu, sama aku dan abang, biasanya aku sama abang main perahu, Mama Papa akan lihatin dari atas pohon ini,” sahut Raka bangga 

“Kata Mama ini di buat sama Papa waktu Papa masih SMP, nanti kalau Raka SMP, Raka juga mau buatin rumah untuk pacar Raka,” katanya. 

Raisa terkekeh lalu mengusap kepala anak itu. Dia duduk tepat di sebelah Raka, dan menggenggam tangannya. “Dulu Papa sama Mama sering banget ke sini, biasanya kita kalau ke sini ya sore-sore,” kata Angkasa menimpalinya dengan duduk di sebelah Raisa. 

Angkasa menyender di bahu Raisa, perempuan itu langsung terkejut dan ikut menggenggam tangan Angkasa. “Jangan pergi ya, Ca. Jangan tinggalin aku kayak semua orang,” gumam Angkasa dan Raisa dapat mendengar hal itu. 

Raisa mencium kepala Angkasa yang berada di pundaknya. Dia terkekeh kecil. “Kalau suatu saat aku pergi duluan dari kamu? Ninggalin kamu, gimana?” tanya Raisa. 

“Gak boleh, kita harus bareng-bareng terus. Kita sama-sama, kamu dan aku, Angkasa dan Raisa. Ngga bisa di pisahin,” kata Angkasa dengan cepat. 

“Tuhan, berikan aku waktu, setidaknya hingga aku, merasa bahagia walau hanya sesaat. Berikan aku umur yang panjang,” gumam Raisa memejamkan matanya.

Angkasa mendongak menatap Raisa. Darah mengalir deras dari hidung perempuan tersebut, bahkan sampai menetes mengenai kepala Angkasa. “Ca, kamu mimisan,” ucap Angkasa.

Angkas melepas slayer yang berada di lehernya, lalu menyeka darah itu. Raka mengepalkan tangan nya kesal. “Gak bisa kayak gitu!! Harus pelan-pelan, sini biar aku aja!!” Raka mengambil alih slayer itu, dan menyeka darah Raisa. “Kakak sakit? Kenapa bisa mimisan kayak gini, Kak?” 

Raisa tersenyum, dia mengusap lembut kepala Raka. “Kakak gapapa, Kakak Cuma mimisan, paling nanti hilang sendiri,” balas Raisa. 

Angkasa menoyor kepala Raka. Seharusnya dia hanya berdua dengan Raisa di sini, tidak mengajak anak kecil itu. Karena mengganggu keromantisan mereka berdua. Dia terus menggerutu karena sikap Raka yang sanvgat dekat dengan Raisa, Angkasa tidak mau jika Raisa di sentuh oleh siapapun orang termasuk adiknya sendiri. Dia tidak suka. 

“Abang sakit!!” ujar Raka kesal ketika Angkasa menoyor kepalanya. “Kakak!! Lihat abang tuh, dia dorong kepala Raka, kan sakit Kak!!” 

ANGKASA (END)Where stories live. Discover now