Chapter 27: Gramedia Date

Mulai dari awal
                                    

Arka melihat pakaian Naura. "Lo pakai rok?" laki-laki itu baru sadar ternyata.

Naura mengangguk. "Pakai motorku aja, ya?"

Arka mengangguk. Laki-laki itu paham. Naura tidak nyaman jika naik di motor besar Arka.

"Ka, Galuh suka sama Lala, ya?" tanya Naura sembari naik ke boncengan.

Naura cukup peka soal celetukan Arka yang menegur Galuh kemarin malam. Naura penasaran dan ia ingin memastikan.

Arka menatap Naura melalui kaca spion. "Iya. Diam-diam suka juga."

Naura tersenyum. Akhirnya sahabatnya tidak bertepuk sebelah tangan.

"Kenapa?"

"Aku ajak Lala sama Galuh, ya?"

Arka seketika menoleh. "Loh, kok jadi ajak mereka, Ra? Kan, gue maunya ngedate berdua. Kaya yang dimaksud Mbok Inah," protes Arka.

"Ya enggak apa-apa. Biar lebih seru, Ka."

"Enggak."

"Yah, Ka. Ajak aja. Sekalian kita bantuin mereka. Biar Galuh ngaku. Nanti, kita jalan sendiri. Pisah sama mereka. Gimana?"

Arka diam. Ia terlihat berpikir.

"Ajak, ya?" bujuk gadis itu.

Arka mendesah. "Besok kapan-kapan aja, deh. Kita kan udah lama enggak jalan berdua, Ra."

Naura menghela napasnya. "Yaudah, deh. Besok lagi aja."

"Enggak apa-apa, kan?"

Naura tersenyum. "Iya, enggak apa-apa."

***

Sesampainya di mal, Naura langsung pergi ke toko buku. Gadis itu semangat melihat-lihat jajaran buku novel yang tertata rapi di rak-rak. Arka senantiasa mengikuti Naura di belakang. Laki-laki itu sesekali ikut melihat dan membaca sinopsis yang ada di sampul belakang buku.

"Ini, Ra. Bagus." Arka lagi-lagi merekomendasikan buku kepada Naura.

Naura menoleh dan melihat buku yang dipegang Arka. "Itu horor, Ka." Naura mengalihkan pandangannya dan kembali membaca sinopsis buku yang dipegangnya.

"Bagus ini ceritanya. Covernya juga menarik. Nih, coba lo baca dulu sinopsisnya," ucap Arka sembari mendekat.

"Enggak mau."

"Bagus. Emang kenapa, sih, kalau horror? Dari tadi ditawarin yang lain juga enggak mau."

"Takut."

"Ya ampun, Ra. Ngapain takut? Orang cuma cerita juga."

"Walaupun cerita tetep aja takut, Ka. Kamu, mah, orangnya suka yang kaya gitu. Beda sama aku."

Arka mengembalikan buku tadi ke tempat semula. "Terus sukanya yang genre kaya gimana?" tanya Arka lembut.

Naura memperlihatkan bukunya. "Yang romastis. Yang genrenya, tuh, fiksi remaja gitu. Apalagi kalau ceritanya tentang anak sekolahan. Tapi, suka juga, sih, yang mahasiswa kuliah-kuliah gitu."

Arka memasukkan kedua tangannya di saku hoody. Menatap Naura yang fokus memilih buku.

"Kebanyakan baca cerita-cerita kaya gitu itu bikin orang sinting, loh, Ra. Lama-lama jadi stres, kerjaannya ngehalu terus sama tokoh yang enggak ada di dunia nyata."

Naura memicingkan matanya. "Tapi aku enggak suka halu, ya. Aneh-aneh aja kamu. Masa baca buku bikin orang jadi sinting. Ya enggak, lah. Baca buku, tuh, bikin orang jadi tambah pintar dan wawasannya luas. Baca karya fiksi kaya gini juga bikin ilmu dalam kepenulisan kita meningkat. Menambah kekreatifitas dalam menulis, kaya kosa kata, dan banyak pesan moral yang bisa diambil dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari."

Arka mengangguk-anggukkan kepalanya seiring penjelasan Naura. "Ooh... begitu, ya?"

Naura mengerucutkan bibirnya mendengar tanggapan Arka. "Iya."

Naura mengembalikan bukunya pada rak. Gadis itu beralih ke sisi rak yang lain. Arka mengekor.

"Ra, serius nanya. Sekarang, di jaman teknologi yang mulai canggih, kalau mau akses apapun kan bisa lewat media digital. Setau gue ada aplikasi khusus baca-baca novel gitu di HP. Anak-anak cewek ditempat les gue suka baca-baca. Terus, kalau mau baca buku yang udah terbit, bisa download. Lo enggak perlu jauh-jauh ke toko buat beli versi cetaknya. Udah praktis, gratis lagi. Kalau kata mereka, nih, ya..."

"Novel bajakan yang kaya versi pdf gitu?" tanya Naura.

"Ya itu lah."

Naura berdecak. "Bisa aja, sih, Ka. Tapi, itu artinya kita enggak menghargai dan mengapresiasi karya penulisnya, dong. Misal, nih, kamu itu seorang penulis. Kamu udah berjuang nulis karya dan akhirnya bisa diterbitkan. Tapi, malah banyak yang menikmati karya kamu itu lewat link-link bajakan gratis dan banyak pembaca yang enggak beli versi cetaknya. Kamu sakit hati enggak?"

Arka terdiam.

"Sakit hati, kan? Iya, lah. Penulis pasti merasa kecewa. Dia udah berjuang tapi orang-orang enggak menghargai perjuangan mereka. Memang ada rasa senang karyanya dinikmati banyak orang, tapi kalau caranya kaya gitu, kan, pasti sedih. Dia juga menanggung kerugian karena karya yang dicetaknya enggak laku. Enggak banyak yang beli. Makanya, aku lebih suka beli bukunya daripada baca yang gratis-gratis."

"Oh... ngerti sekarang. Terus kalau mau beli bukunya sekarang, kan, udah ada aplikasi online shop, Ra. Bisa pesan di rumah, transfer, barang diantar. Dah, beres."

Naura menyimpan buku di rak. Kini Ia mengubah posisinya menghadap Arka. "Praktis. Tapi, aku lebih suka datang langsung ke tempatnya. Lihat langsung dan beli di tempat. Rasanya kaya ada kesan tersendiri gitu, loh, Ka. Gimana, ya, jelasinnya?" Naura berpikir. Raut wajahnya terlihat lucu di mata Arka.

Arka terkekeh. Tangannya tergerak mencubit pipi Naura. "Iya, deh, iya. Paham. Enggak usah dijelasin lagi."

Naura meringis. Ia mengusap-usap pipinya. Arka mencubit dengan penuh tenaga. "Dah, buruan pilih bukunya. Lo lama banget, Ra, kalau udah di toko buku. Di saat cewek-cewek lain lama milih baju lo lama banget milih buku."

"Hehe... Maaf. Soalnya betah banget di sini."

Arka melihat jam tangannya. Sudah pukul 14.00 WIB. Dari satu jam yang lalu, mereka berkeliling di sana. Namun, belum ada satu pun buku yang akan dibeli Naura. Arka meraba perutnya. Laki-laki itu mulai lapar. Makan siang di rumah tadi tidak ia habiskan karena terburu-buru ingin segera bertemu Naura.

Untuk menghilangkan rasa bosan, Arka berdiri di belakang Naura. Sembari menunggu gadis itu, Arka mulai bermain-main dengan rambut lurus Naura yang di ujungnya sedikit bergelombang. Arka menyurai rambut panjang gadis itu dan ditatanya menjadi satu. Membiarkan ¼ rambut bagian depan di sisi kanan dan kiri tergerai karena lebih pendek. Arka lalu mengikat rambut Naura dengan tali gelang hitamnya yang dulu pernah dipinjam. Arka takut hasilnya berantakan, jadi ia mengikatnya secara pelan-pelan hingga selesai.

Arka tersenyum puas. Ia memiringkan kepalanya dan melihat wajah Naura.

"Makin cantik."

Naura tak bisa menahan senyumnya. "Terima kasih."

"Sama-sama."

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mantan Rasa Pacar [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang