Bagian sebelas - Maaf!

81 6 0
                                    

Najwa masih diam tanpa kata apa pun, ia seperti terhipnotis oleh amarah Azka yang membuat mulutnya enggan berkata apa-apa. Kini matanya mulai berkaca-kaca, menyaksikan hidup yang tak seindah apa yang ia pikirkan.

Azka terus saja menatap, tanpa memberikan celah Najwa untuk menenangkan dirinya.

“Apa yang mau kau ucapkan! Mau protes apa? Ayo ngomong jangan diam!” jujur saja Najwa semakin teriris mendengar ucapannya. Najwa merasa tidak dihargai lagi menjadi seorang istri.

“Gak guna!” Azka langsung menutup kembali pintu kamarnya. Sementara Najwa kembali terisak, ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya dan mengurung diri. Isak tangisnya kembali menjadi-jadi, rasanya tidak ada keadilan di dalam pernikahan ini.

Untuk apa Najwa mempertahankan jika tidak ada cinta di mata suaminya. Untuk apa Najwa berpura-pura bahagia, jika nyatanya ia pun sangat tersiksa dengan pisau yang selalu ditancapkan dari mulutnya.

Apa harus Najwa berterus terang pada orang tuanya? Padahal usia pernikahan belum lama, masih seumur jagung. Harusnya ini masa-masa romantis yang Najwa rasakan bukan terus-menerus tangisan.

Di tengah-tengah tangisan itu, ponsel Najwa kembali berdering tertulis 'Bunda', Najwa dilema antara diangkat dan didiamkan. Najwa tidak kuat jika harus berbicara sekarang dengan keadaan pilunya.

Najwa langsung menekan tombol merah dan langsung mengirimkan pesan.

[Bun, Najwa lagi makan sama Mas Akbar. Maaf, ya. Nanti Najwa telepon balik.]

[Iya, Sayang. Salam untuk suamimu.]

“Maaf, Bun,” lirih Najwa yang terus saja menangisi nasib buruknya. Ia merasa sendiri, merasa diacuhkan oleh sekelilingnya. Tidak ada tempat yang bisa ia curahkan terkecuali Allah.

***

Najwa dan Azka kembali beraktivitas seperti biasa, Najwa yang kembali mengajar dan Azka mengambil posisi Akbar di rumah sakit keluarganya. Keduanya sama-sama diam dengan menikmati sarapan.

Azka langsung beranjak tanpa basa-basi apa pun, sementara Najwa membereskan semua bekas sarapannya. Najwa memutuskan untuk memesan ojol daripada memelas minta diantarkan yang pada akhirnya tetap tidak didengar.

Tidak lama ojol itu datang dengan memberikan helm, tak lupa Najwa mengunci apartemen dan berangkat ke sekolah. Ia harus mencari alasan yang masuk akal ketika guru-guru lainnya mulai menggoda dan menanyakan suaminya.

Padahal Najwa ingin sekali diantar dan dijemput ke sekolah oleh suaminya, tahu begini ia akan membawa motor di rumahnya.

Dua puluh menit Najwa sampai di sekolahnya. Ia memberikan satu lembar uang lima puluh ribu dengan kembalian dua puluh ribu. Dengan berusaha tenang ia berjalan menuju gerbang sekolah, harapannya tidak langsung diserbu pertanyaan apa pun di sini.

Najwa langsung masuk ke ruangannya dengan mempersiapkan beberapa materi sebagai latihan ujian kenaikan kelas anak-anaknya. Semoga hari ini ia bisa bersikap profesional di sekolah, tanpa melibatkan keadaan rumah tangganya. Biarkan menjadi pribadi Najwa dan Azka saja.

“Pengantin baru, gimana nih malam pertamanya?” goda salah satu partner mengajarnya. Najwa hanya tersenyum dan menggeleng pelan.

“Cerita dong.” lagi-lagi ia terus menggodanya, Najwa menghiraukan dan pamit untuk ke ruangan kelas. Sementara temannya itu kembali tertawa.

***

Azka langsung memasuki ruangan Jaka. Ia menyenderkan tubuhnya pada kursi yang menghadap meja Jaka. Bola matanya tertutup menghilangkan segala kepenatan yang terus saja dihadapi setiap hari. Apalagi keberadaan Najwa yang membuatnya geram.

Liku Najwa (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang