Bab Tiga Puluh

4.2K 1K 248
                                    

❤️❤️Happy reading ❤️❤️

Masih dengan Krill di dalam gendongannya, Celine membuka pintu rumah dan terkejut setengah mati saat melihat kedua putrinya berdiri di hadapannya. Tak ada sapaan wajar yang dapat Celine terima kecuali gerakan spontan Felicia merebut Krill dari pelukannya.

"Krill ...! Aku sangat merindukanmu ...." Ia mendekap tubuh gempal Krill, menekan pipi anak itu kuat-kuat dengan bibirnya.

"Felice?" kata Celine. "Kau sudah pulang? Ke mana saja kau selama ini?"

Felicia dan Monica saling bertukar pandang. Masuk ke dalam rumah dengan wajah penuh tanya. Niat Monica yang awalnya hanya ingin terburu-buru kini bingung, terlebih saat melihat ibunya menyambut penuh senang. Entah itu disengaja atau Celine benar-benar lupa mengenai status Felicia saat ini, rumah tahanan adalah tempat Felicia seharusnya berada tetapi Celine tampaknya tak menganggap itu sebagai sesuatu yang lumrah.

"Mom? Apa kau baik-baik saja?" tanya Monica penuh selidik.

Yah, meskipun Celine sudah bertindak jahat, Monica tidak juga bisa mengabaikan bahwa apa yang terjadi pada keluarganya mungkin sudah mulai membuat mental Celine terganggu lagi.

"Yeah, aku baik-baik saja, seperti yang kalian lihat." Celine meraih tangan Felicia dan Monica secara bersamaan berhias senyum manis di wajah. "Mom sudah memasakkan bebek panggang kesukaan Felicia dan tortilla untuk Monica. Kalian pasti lapar. Ayo, kita makan sekarang."

Dua gadis itu mengekor di belakang Celine tanpa bicara. Sesekali saling berpandangan dengan anggapan yang kurang lebih sama. Monica masih dengan raut wajah dingin dan hati belum pulih ketika duduk di balik meja makan. Memerhatikan setiap gerakan yang Celine ciptakan ketika wajah bahagianya itu justru terlihat miris. Monica tak bicara sepatah kata pun kecuali larut dalam ketulusan hati ibunya. Felicia pun tampaknya merasakan hal yang sama sembari bermain dengan Krill yang mulai mengantuk.

"Ini, makanlah. Felice, dad bilang kau harus makan banyak bukan? Dia pasti akan memarahiku jika melihatmu semakin kurus begini. Makanlah yang banyak, aku akan memasakkannya setiap hari jika kau ingin."

Felice menerima sepiring daging bebek panggang masih hangat dan harum di depan dadanya. Ia lapar, tapi tidak bisa semudah itu menerima pemberian ibunya sebab sikap yang mengherankan itu membuat pikirannya terpacu ingin tahu. Namun ia tak bisa bertanya, lebih tepatnya, tak ingin bertanya.

"Mom—" panggil Monica.

"Kau juga. Makanlah yang banyak. Apa kau ingin Kartoffelsalat? Akan kubuatkan, tapi kita kehabisan dressing milk dan kurasa tidak terlalu masalah. Yang penting mayonisenya, aku masih punya banyak persediaan. Akan kucampur secukupnya saja, kau harus menjaga bentuk tubuhmu juga agar tetap ramping, dan—"

"Mom!!" suara Monica sedikit menghentak. "Cukup!"

"Kenapa? Kau tidak mau Kartoffelsalat? Atau kau ingin Bratwurst?"

"Jangan bersikap seperti ini," potongnya. "Kita sedang banyak masalah sementara kau menganggap semua baik-baik saja."

"Tidak ada masalah, Nak. Kita sedang makan malam. Dad masih gudang dan sebentar lagi ia akan bergabung dengan kita."

"Tidak, Mom!"

Suara dua perempuan itu saling bersahutan dan Felicia hanya bisa memandangi mereka dalam diam. Jelas sudah Celine mulai berkhayal. Dan ingatan tentang peristiwa lima tahun yang lalu pun kembali menyergap.

"Dad bilang begitu padaku."

"Tidak ada dad. Sadarlah! Dad sudah meninggal dan dia tidak mungkin makan bersama kita."

Pӧlzl  [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now