Bab Dua Puluh Tiga

3.9K 1.1K 121
                                    

"Felicia yang memberikan ini padamu?" tanya Mandy

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Felicia yang memberikan ini padamu?" tanya Mandy. Tangannya menerima kertas yang masih terlipat dari Theodore.

"Benar, kau bisa melihatnya. Felicia bilang, itu bisa dijadikan petunjuk untuk tahu siapa pembunuh Paulus Knél." Theodore merogoh saku celananya dan mengambil sebuah tape recorder. "Ini rekamannya. Kuharap kau bisa membuat kesimpulan baru yang lebih realistis, Mom. Felicia tidak bersalah dan ia tidak tahu apa-apa. Semua yang ia ketahui, sudah terekam jelas di situ. Lagi pula, ia juga sudah menceritakannya pada advokat yang menanganinya, jadi kau tinggal mencocokkannya saja." Meskipun tidak pada bagian di mana Felicia bercerita tentang Monica, tak apa bila Theodore sedikit curang.

"Kau benar-benar bisa diandalkan," puji Mandy.

"Yeah, sebagai ungkapan rasa terima kasihku padamu, Mom."

"Kau sangat menyayanginya, benar begitu?"

"Well, ini lebih dari yang bisa kuungkapkan dengan kata-kata. Seperti ... kau masuk ke dalam sebuah gua yang tertutup tumbuhan liar. Gelap, tak ada cahaya dan tampak menyeramkan. Namun, dengan cahaya kecil lilinmu kau memberanikan diri untuk masuk lebih jauh. Hingga pada ujungnya, kau menemukan mata air yang kejernihannya terlihat sampai dasar. Aku menelusurinya, takjub dan ketika aku menceburkan diriku ke dalam mata air tersebut, sebuah keindahan dan kebahagiaan menyatu secara bersamaan. Ada cahaya matahari masuk dari atas." Theodore mengangkat wajahnya pada langit-langit rumah dengan mata terpejam dan bibir tersenyum. "Apa di usiaku saat ini, aku boleh mengatakan jatuh cinta?"

Mandy terkikik. "Kau benar-benar mabuk cinta, Boy."

"Benar, 'kan? Aku boleh menganggap ini cinta?"

"Ya, terserah kau saja. Felicia terlalu spesial di matamu, terkadang aku cemburu."

"Oh, tidak, Mom. Kau ratuku, tak ada yang bisa menggantikanmu di hatiku." Theodore mencium pipi ibunya iseng. "Maaf soal perilakuku kemarin. Aku menyesal." Theodore berjalan meninggalkan Mandy untuk masuk ke kamarnya, tapi dengan omongan yang masih mengikuti. "Aku sangat senang hari ini sampai-sampai perutku kelaparan."

"Mandilah. Setelah itu kau bisa menghabiskan Gulaschsuppe, masih hangat dan aku membuatkannya spesial untukmu. Jangan lupakan pastanya juga. Oh, iya, bretzel ... aku membelinya tadi siang, akan kuhangatkan untuk teman belajarmu."

"Akan kuhabiskan semuanya, Mom ... aku mencintaimu." Suara Theodore mengecil dan tenggelam ketika tubuhnya tertelan ke dalam kamar.

Mandy kembali merasakan kehangatan itu merengkuh tubuhnya. Theodorenya yang ceria dan menyenangkan sudah kembali. Tak ada yang lebih penting dari itu semua dibanding sekadar berpikir gadis aneh itulah yang justru menjadi dambaan putranya.

Petunjuk baru sudah ia pegang. Mandy duduk di sebuah kursi tunggal yang di sebelahnya terdapat meja bundar dan merapat ke dinding. Kertas ditangannya ia buka. Keningnya mengerut dan ia mencoba membaca apa yang dibuat Felicia.

Pӧlzl  [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now