25. Khawatir

335 23 0
                                    

Matahari telah menampakkan cahaya kemerahannya. Senja pun mulai turun menghinggapi bumi pertiwi. Burung-burung telah beterbangan untuk kembali ke sarang masing-masing. Alunan kalam Ilahi telah terdengar dari Mushollah dan Masjid-masjid yang ada di kota Bangkalan. Alya mulai menyibukkan dirinya untuk membersihkan dirinya untuk menghadap kepada tuhannya.

Sehabis melaksanakan shalat isya' Alya meraih hpnya untuk menanyakan keberadaan suaminya. Namun tak ada jawaban, hatinya mulai gelisah, dia mengkhawatirkan suaminya.

Dia meraih kembali laptop miliknya untuk melanjutkan karangannya sambil lalu menunggu kedatangan suaminya.

Hampir setiap menit Alya melirik jam dinding yang ada di kamarnya, namun yang dia tunggu belum juga datang. Dia melanjutkan kembali tulisannya berharap suaminya akan segera datang, menit demi menit telah berlalu hingga tanpa terasa waktu telah mengantarkannya pada jam 23.00. Setitik demi setitik buliran air mata Alya mulai berjatuhan menggelindingi daratan pipinya. Pikirannya semakin tak karuan, apalagi setelah dia mencoba menghubungi suaminya berulang kali namun tak ada jawaban dan juga jawaban dari kedua sahabat suaminya yang mengatakan  bahwa dia tak bersama suaminya.

"Ya Allah... mas kamu ada di mana sih, masak ketemu klien sampai jam segini." batin Alya.

Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur berharap dia bisa tidur karena dia benar-benar kelelahan, namun tidak bisa. Rasa gelisah yang bersarang dalam hatinya tak mampu membuatnya bisa memejamkan mata. Jam telah menunjukkan 24.00. Alya melangkahkan kakinya menuju kamar mandi dan mengambil wudlu' lalu mulai membaca ayat demi ayat dari surah Yaasin. Air matanya kembali meleleh di pipinya.

"Assalamualaikum..."

Terdengar seorang memanggil salam disertai suara langkah kaki menuju kamar Alya dan membuka pintu kamar Alya. Alya meletakkan al qur'annya.

"Sayang kamu kok belum tidur?"

Libra meletakkan tasnya di meja samping tempat tidurnya. Melepas dua sepatunya dan mendekati Alya. Alya langsung memeluk erat tubuh suaminya tanpa melontarkan sepatah katapun. Erat sekali.

"Sayang kamu kenapa?" Libra panik.
"Bagaimana aku bisa tidur mas, kalau aku gak tahu kabar suamiku ada di mana, kamu berbeda dengan biasanya."

Libra melepaskan pelukannya dan menatap wajah Alya yang masih di basahi air mata lekat-lekat.

"Kamu kan tahu mas pergi menemui klien."
"Iya mas aku tahu itu, tapi kalau sampai jam segini itu gak wajar mas..."
"Aku khawatir sama kamu mas, mulai dari habis Isya' aku telfon sampai barusan gak ada jawaban terus, kamu kemana saja?" Omel gadis itu.
"Kamu mau bikin aku stress?"
"Ya Allah... sayang ma'afkan mas ya, tadi mas masih mengantarkan klien mas ke Surabaya untuk kelanjutan dari proyek baru kita."
"Ya terus kenapa gak ngabarin aku mas?"
"Sayang mas minta ma'af, mas gak maksud mau bikin kamu khawatir, ma'afkan mas ya."

Libra berusaha menghiburnya. Alya menganggukkan kepalanya.

"Sudah gak usah nangis lagi."
"Ih... siapa yang nangis?"

Alya mencoba untuk menyembunyikan kesedihannya dan menyeka matanya.

"Nah ini apa, mata kamu basah sampai merah begitu, masak gara-gara tidur, katanya gak bisa tidur?" Libra menggodanya.
"Ah... mas... ini air wudlu' barusan aku ke kamar mandi."
"Hahaha... iya air wudlu' tapi pake air mata."
"Mas apaan sih..."
"Senyum dong sayang, mas kangen tahu sama senyum kamu."

Alya tersenyum. Enggan melepaskan pelukannya.

"Aku kayak gini karena aku sayang sama kamu mas, aku gak mau kehilangan kamu mas."
"Terima kasih sayang atas kesetiaanmu kepadaku."
"Aku juga sayang sama kamu."

Umbaran senyum yang begitu menawan telah menghiasi bibir keduanya.

"Ya sudah yuk kita tidur, bentar lagi kita harus bangun untuk shalat tahajjud." ajak Libra.

Alya pun mulai merebahkan tubuhnya di tempat tidur begitu pun Libra, dia berbaring disamping Alya. Do'a sebelum tidur pun telah terlontar dari lisan keduanya dan mereka pun terlelap dalam mimpi masing-masing.

###

Bidadari Surga 2 (Tamat)जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें