4. Tetap Maju

461 38 0
                                    

Lima belas menit berlalu dia sudah tiba di  halte bus kota Bangkalan. Dia menunggu bus yang akan menuju Kamal. Dia kembali menyunggingkan senyuman khasnya dari dua bibir merah merekah bagai buah delima itu, ketika dia melihat bus yang bertuliskan KAMAL-SURABAYA.

Dengan langkah berhati-hati Alya menaiki tangga bus itu. Doa safar pun pelan-pelan ia panjatkan kepada Allah Swt. Tampaknya bus itu sudah penuh dengan penumpang, hanya tinggal satu kursi yang ada di deretan paling belakang. Alya pun melangkahkan kakinya menuju arah itu. Duduk. Menyandarkan badannya di tempat duduk sekedar mengusir rasa lelah dalam dirinya. Dia bersebelahan dengan seorang gadis sebayanya. Penampilannya lebih perfect ketimbang dirinya. Sesekali tatapan mereka saling bertemu, hanya senyum yang dapat mereka lakukan.

“Mbak mau berangkat kerja ya...?” Alya yang membuka percakapan.
“Iya.” Gadis itu tersenyum.
“Oh ya kalau boleh tahu mbak namanya siapa, saya Alya dari Bangkalan.”
“Oh ya kenalkan saya Mita sama dari Bangkalan, tapi di perbatasan antara kabupaten Sampang dan Bangkalan.”
“Kamu mau ke perusahaan ini untuk apa?”

Mita menunjuk pada sebuah kartu nama perusahaan yang ada di tangan kanan Alya.

“Oh ini, saya lagi butuh pekerjaan mbak, mau nyoba kesini siapa tahu diterima.”Jawab Alya santai.

Dia tak menyadari perubahan sikap Mita saat dia mengungkapkan keinginannya.

“Alya kamu serius ingin bekerja di perusahaan ini?”

Alya mengernyitkan dahinya begitu mendengar kata-kata Mita. Heran dan penasaran tentang apa yang sebenarnya Mita sembunyikan darinya.

“Iya mbak memangnya kenapa?”

Dengan sedikit menghela napas berat, Mita menceritakan apa yang telah dia alami selama ini.

“Alya, sebelumnya aku minta ma'af ya sama kamu, tapi aku takut nanti kamu menyesal masuk ke kantor ini.”
“Memangnya kenapa dengan kantor itu mbak?”
“Aku takut kamu gak kuat ngadepin sikap Libra, dia orangnya sangat cuek terhadap seorang perempuan, di kantor itu hanya aku dan Dara yang perempuan, yang lain laki-laki.”
“Kok bisa?”
“Ya aku kurang tahu juga yang jelas sejak pertama aku kerja di sana dia emang sudah begitu, awal-awal aku selalu minta untuk berhenti kerja dari sana, tapi papanya gak ngizinin aku, papanya minta tolong untuk menemani dia untuk mengembalikan karakter aslinya dia katanya.”
“Sebenarnya dia itu adalah sosok seorang lelaki yang baik, dia peramah dan ceria, tapi sejak ada konflik setelah kewafatan kakaknya dia berubah.”
“Aku akan tetap maju ke kantor itu mbak.”
“Tapi Alya...”
“Mbak Mita jangan khawatir, Insya'allah aku akan berusaha untuk sabar menghadapi direktur mbak itu.”
“Lagian kata ayah aku gak boleh menyerah sebelum berusaha, aku harus jadi perempuan yang hebat, yang pantang menyerah dalam menghadapi terpaan musibah yang datang ke dalam hidupku, aku harus optimis.”

Wajah gadis yang sedang bersama Alya saat itu tiba-tiba redup, dia tak lagi menampakkan wajah sumringahnya. Dan terlihat setitik air mata yang mulai mengintai pelupuk matanya.

“Mbak kenapa?”

Gadis itu berusaha menguasai dirinya dan menjawab pertanyaan Alya.

“Nggak, kamu masih punya ayah?”
“Iya, sejak kecil aku hidup bersama ayahku tapi ibuku sudah pergi ketika beliau melahirkanku.”
“Kamu beruntung ya walaupun tanpa seorang ibu, tapi kamu masih punya ayah.”
“Ma'af mbak, memangnya orang tua mbak ada dimana?”
“Ibu aku meninggal waktu aku kelas XI SMA, dan setelah itu ayahku menghilang, aku sama sekali tidak pernah tahu keadaannya sekarang gimana, tempat tinggalnya dimana, beliau masih hidup atau tidak.”

Sebulir air mata jatuh menuruni pipinya. Alya memegang pundak gadis itu. Berusaha menenangkan hatinya.

“Ya Alhamdulillah... sejak ayahku menghilang, ada orang yang masih peduli sama aku, ya papanya Libra itu, aku sudah menganggapnya seperti ayahku sendiri.”

Bidadari Surga 2 (Tamat)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant