Part 8

32 6 0
                                    

"Sekarang jarang ditemui orang yang tulus dalam mencintai. Dari sepuluh orang hanya ada satu yang benar-benar tulus. Dan kita tidak pernah tahu isi hati seseorang."
~Aileen Valeria Meshach~

******
Happy Reading
Jangan lupa vote dan komen^^

********

"Aileen, gue minta maaf karena udah ngejek lo di depan Kak Regan."

Aileen melihat Erika yang baru saja meminta maaf. Aileen tersenyum lalu mengangguk. "Nggak pa-pa, kok."

"Lo maafin gue?"

"Yoi, sesama manusia harus saling memaafkan."

Erika tersenyum, ia memeluk Aileen sepintas. "Makasih Aileen, lo baik banget."

Aileen hanya tersenyum, pipinya yang tembam semakin menggemaskan. Aileen sedari tadi membaca soal yang diberikan Regan untuknya serta membaca puisi dari orang misterius itu. Saat asik membaca, Erika datang dan meminta maaf padanya. Tentu saja dengan senang hati Aileen memaafkannya.

Kelas masih terbilang sepi, hanya beberapa tempat duduk yang ada penghuninya. Erika duduk di deoan meja Aileen, berhubung penghuninya belum memasuki kelas.

"Ai, lo tadi baca apa di kertas itu?" Erika penasaran dengan kertas yang sedari tadi dibaca berulang oleh Aileen.

Aileen merasa tersipu malu, "Bukan apa-apa."

Erika masih menyelidiki, ia mengambil paksa kertas tersebut. Dalam kertas itu berisi puisi, salah satu puisi itu pernah Erika baca. Ia mengingat percakapannya dengan Regan di taman.

"Ai, lo tau siapa yang kasih puisi ini?"

Aileen menggeleng, ia sangat penasaran dengan si pengirim puisi tersebut. Erika mendekatakan wajahnya dengan Aileen.

"Gue tau siapa yang meletakkan puisi, cokelat,  dan tangkai bunga di laci lo," bisik Erika.

"Siapa?" Aileen ikut berbisik.

"Kak Manaf."

"HAH?! MASAK IYA?" Aileen spontan berteriak kaget, penghuni kelas menatapnya dengan aneh. Aileen sadar dengan perbuatannya, ia merasa sangat malu. Aileen mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru kelas. Aileen menghela napas lega, Alhamdulillah nggak ada anak cowok di kelas, batin Aileen.

"Lo kenapa kaget gitu sih?" tanya Erika sambil berbisik.

"Kagetlah, sejak kapan Kak Manaf bisa sepuitis ini. Setahu gue dia nggak suka ngarang, apalagi puisi," ucap Aileen ikut berbisik.

Iya juga sih, tapi gue nggak mau bilang kalau puisi ini dari Kak Regan atas permintaan Kak Manaf, bisa saja Aileen baper dengan puisi Kak Regan. Itu nggak boleh terjadi.

"Mungkin saja dia udah berubah kali, udah suka buat puisi. Emang lo tau dari mana Kak Manaf nggak bisa ngarang? Lo 'kan anak baru di sini," tanya Erika yang penasaran dengan keakraban Aileen dan Manaf.

"Itu kare—"

"BU NIDA DATANG, CEPAT DUDUK YANG RAPI!" Suara teriakan Sigit—ketua kelas—yang menggelegar berhasil memotong ucapan Aileen. Spontan Erika duduk di tempatnya, semua penghuni kelas telah masuk dan duduk rapi.

Bu Nida masuk dengan anggun serta aura penuh amarah. Bu Nida salah satu guru killer di sekolah. Banyak di antara mereka takut dengan sosok beliau.

"Buka buku PKN halaman 57, hari ini kalian akan mengerjakan latihan. BUAT SEKARANG JUGA!"

Seisi kelas segera membuka buku dan mengerjakan latihan yang diberikan. Erika tidak terlalu fokus dengan latihan tersebut, ia masih memikirkan kebohongan yang ditutupinya.

Lame Girl Where stories live. Discover now