Part 7

30 4 0
                                    

"Cinta itu nggak pernah salah, cuma cara kita memahami dan menyikapinya saja yang salah."
~Regan Saskara Achilles~

******
Happy Reading
Jangan lupa vote dan komen

******

Sebagian pelajar, mungkin setiap pelajar tidak suka hari senin. Berbeda dengan pelajar lain, Regan sangat menyukai hari senin. Ia menyukai setiap hari di sekolah, bahkan ia tidak suka hari minggu. Menurutnya, hari minggu sungguh membosankan.

Seperti saat ini, Regan sedang bersiap-siap ke sekolah. Ia memakaikan dasi dan tak lupa mengambil 2 lembar kertas yang di dalamnya ada sebuah puisi. Regan memasukkan salah satu kertas tersebut di dalam saku bajunya, sedangkan kertas lainnya masih ia pegang. Regan mengambil tasnya lalu turun untuk sarapan. Dari tangga, ia dapat melihat papanya yang sedang sarapan. Regan menghela napas panjang, ia segera duduk untuk sarapan.

"Regan, kamu mau makan roti atau nasi?" tanya Lydia yang keluar dari dapur.

"Roti aja biar cepat ke sekolah," jawab Regan seadanya. Ia menarik kursi di meja makan lalu duduk manis di sana. Ia meletakkan tasnya dan kertas tersebut di meja.

Lydia segera mengambil roti dan selai cokelat di dapur lalu meletakkannya di meja makan. Regan segera mengambil selembar roti dan melapisinya dengan selai cokelat.

"Kenapa suka makan roti kalau pagi? Lebih baik makan nasi," tutur Andrew saat melihat kebiasaan anaknya.

"Lah, emang Papa tahu dari mana? Papa aja jarang di rumah," kata Regan sedikit sarkastis.

Andrew mulai emosi, tetapi ia menahannya. "Setiap Papa sarapan di sini, Papa lihat kamu makan roti. Padahal dulu kamu memakan roti sebagai cemilan," ucap Andrew, ia berusaha tidak emosi terlebih dahulu.

"Regan ada kok makan nasi, saat Papa nggak ada di rumah Regan memakan nasi. Makan roti saat ada Papa aja," jawab Regan. Regan telah selesai membuat rotinya, setelah itu ia mulai memakan roti tersebut.

"Kenapa saat ada Papa makan roti?"

"Biar cepat ke sekolah. Regan selalu saja emosian liat wajah Papa."

"Regan!"

Regan tidak peduli dengan teriakan Papanya. Sekarang ia sedikit bebas karena Rhea tidak ada di rumah. Kalau ada Rhea, Regan sedikit menjaga agar tidak terpancing emosi. Regan bangkit dari kursi, ia juga mengambil tasnya. Regan berjalan menuju dapur, ia ingin berpamitan dengan Lydia dan mengambil kotak makan siangnya.

"Ma, Regan berangkat dulu, ya."

"Iya, kamu tadi kenapa sama Papa?" tanya Lydia, ia sempat mendengar Andrew meneriaki putranya.

"Biasa, Ma. Regan bosan aja. Sudah dari dulu begitu, kan? Regan segera ke sekolah aja, males di rumah terlalu lama."

Regan menyalami tangan Lydia. "Hati-hati di jalan, jangan ngebut," pesan Lydia.

Regan mengangguk, ia mulai melangkah keluar rumah. Tetapi ada satu hal yang terlupakan. Eh, kertas puisi gue yang satu lagi ke mana, ya?

Regan segera kembali ke meja makan, ia lupa mengambil puisi tersebut. Langkah Regan terhenti tepat di pintu ruang makan. Dari sana, ia melihat papanya sedang membaca isi kertas tersebut.

Gawat, kalau Papa liat gue nulis puisi bisa bahaya, batin Regan.

Regan segera berlari ke arah papanya dan menarik kertas tersebut secara paksa. "Papa ngapain, sih?"

"Kamu masih nulis puisi?" tanya Andrew.

"Emang kenapa? Bukan urusan Papa juga," jawab Regan sambil menyembunyikan kertas tersebut.

Lame Girl Where stories live. Discover now