Aww-dorable You

8.2K 277 21
                                    

Hai hai, sesuai vote di lapak Om Aa kemarin, aku publish lapak Agnes, gaes. Tenang, lapak Arnav tetap aku lanjutin kok. Walaupun belum jadi prioritas utama, hehehehe. Ini sekalian buat tes lapak ya. Kalau banyak yang mampir, aku lanjut. Kalau enggak ya ... aku lanjut Arnav aja dulu hehehe

Di bawah ini aku kasih cuplikan part prolog ya 😘😘😘

.
.

"Abang, hari ini nyebelin banget, tahu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Abang, hari ini nyebelin banget, tahu." Aku membenamkan wajah di pundak pria yang kupeluk dari belakang ini. "Udah ketemu klien rese, lemburan banyak, eh di mall malah liat tukang PHP lagi jalan sama istrinya. Hih, mau naangiiis!"

Pria itu hanya diam, dengan tubuh yang entah kenapa kurasakan sedikit kaku. Aneh, biasanya juga biasa saja. Tapi aku tidak peduli. Aku hanya sedang ingin curhat. Itu saja.

"Abang, Dio tuh tadi juga ngeselin. Mentang-mentang mau tunangan, jadi suomboong tingkat dewa. Ngejek aku terus."

"..."

"Pokoknya besok pas pertemuan keluarga, aku nggak mau ikut. Pasti Nenek nanya-nanya 'kapan nikah?' lagi. Ugh!"

"..."

"Abang sih enak, bentar lagi nikahin Kak Bita." Kupukul pundak pria itu. "Dasar curang!"

"..."

"Atau ... aku cari pacar aja, ya? Tapi siapa? Temenku yang jomblo cuma Tompel sama Cameron Dallas KW. Ih, masa aku pacaran sama Tompel? Dunia bisa kiamat! Atau Dewa? Enggak enggak! Gila. Masa aku sama berondong? Ganteng sih, tapi aku nggak mau ah dijadiin Angel-nya dia."

"..."

"Duh, perasaan gue nggak jelek-jelek amat, deh. Tapi kok susah banget ya dapat cowok? Apa karena tipeku ketinggian, ya? Ah pusing!"

"..."

"Abang, jawab kek! Dari tadi aku nyerocos, masa didiemin? Nyebelin!"

"..."

"Abaang, Agnes laper. Masak, dong. Tadi tuh aku belum makan malam. Keburu capek. Ya udah langsung tepar. Lagian Abang dari mana sih, tadi? Jam sebelas baru balik!"

"..."

"Ab–"

"Dek?"

Deg. Mataku mengerjap. Tubuhku menegang. Entah kenapa, aku mulai merasakan sesuatu yang buruk. Suara panggilan di belakang, membuatku mulai berasumsi yang tidak-tidak.

"Kamu ngapain?"

Detak jantungku makin memburu. Suara itu harusnya keluar dari orang yang saat ini lehernya kulingkari erat dengan kedua lengan, bukan malah dari belakang. Kalau yang di belakang itu adalah orang yang sejak tadi kuajak bicara, lalu yang duduk di kursi ini siapa?

"Dek! Kamu ngapain sih peluk–"

Kulepas pelukan dengan cepat. Aku berbalik, dan menemukan sosok tinggi berkulit cokelat sedang menatap heran.

"Kamu ngelindur ya, Dek?"

Kutelan ludah susah payah, memasang muka melas. Sepatah kata pun tidak juga keluar dari mulut. Abaaang!

"Gue numpang toilet, Bi."

Mendengar suara berat itu, tanganku makin berkeringat dingin. Aku terdiam kaku, menahan napas saat orang di belakang berjalan menuju kamar kecil. Melewatiku begitu saja dengan langkah tegas. Aroma musk terbawa angin hingga masuk ke indera penciumanku. Rambut gondrong sebahu yang dikuncir setengah itu memperjelas kebodohan yang kulakukan beberapa menit lalu. Gimana bisa aku tidak sadar aroma parfum dan panjang rambutnya berbeda dengan punya orang yang kupanggil 'Abang'?!

Bersamaan dengan pintu kamar kecil ditutup dari dalam, kuacak-acak rambut yang dari tadi sudah serupa milik singa.

"Dek?" Pria di depan, mengulurkan tangan. Menyentuh kening dan pipiku. "Kamu ... sehat?"

Kutepis tangan Abang. Dan langsung bergegas masuk kamar, sebelum orang berambut gondrong itu keluar. Kulempar tubuh berisi ini ke atas kasur, menenggelamkan wajah di bantal.

"Bangcat!" Teriakanku teredam bantal.

Mampus lo, Nes!

***

Ineffable Cafune (Pindah ke Dreame)Where stories live. Discover now