00

1.4K 82 8
                                    

"Mau balikan?"

"Apa ada alasan?"

"Alasan apa?"

"Kau begini?"

"Aku hanya menawarkan."

"Kedengarannya memang begitu."

"Ada waktu nanti malam? Room 1204."

-0-

Kim Sunhee cukup tahu diri dengan keadaanya sekarang. Baik itu secara fisik, maupun mentalnya yang sudah mulai beranjak sadar saat ditimpa matahari musim dingin yang cukup tak berfungsi. Hanya sebagai penerang dan penanda saja jika sekarang sudah pagi-menjelang siang, hangatnya tidak kentara. Pukul sepuluh lebih, ia baru terjaga dengan keadaan dan perasaan bugar. Tak mabuk atau sakit kepala lagi seperti dua minggu yang lalu seperti saat di Seoul. Sunhee merasa keadaannya sekarang malah lebih baik, entah tepatnya kenapa. Yang jelas, ia merasa ada yang berbeda dari dirinya. Sepertinya itu berhubungan dengan hormon endorfinnya yang meningkat. Rasanya hangat, seolah ada pemicu untuk membuat dirinya positif untuk hari ini. Bahkan bibirnya melengkungkan sebuah bulan sabit yang tak ia sadari.

Lantas kemudian, Sunhee terusik mendapati selimut yang tadi menutup kakinya sedikit bergeser akibat pergerakkan seseorang. Yang masih menutup matanya, tertidur pulas, bergumul di bunga tidur, dan entah sedang memimpikan apa sampai terlihat tak akan bangun dalam jangka waktu dekat ini. Dengkurannya yang halus terasa menggelitik di telinga.

Oh, ya. Kim Sunhee memang tidak sendiri pagi ini. Mungkin itu juga alasannya. Sebab ia merasa keadaan tubuhnya maupun pikirannya agak berbeda dengan kondisi waktu-waktu lalu saat dirinya dipenuhi kecamuk yang dikutuk tuhan. Itu tidak berlebihan, mengingat dirinya sering memohon hampir setiap detik untuk tak menangis menahan perasaan. Melankolis memang, entah sejak kapan tepatnya. mungkin dari lima tahun lalu yang singkat itu? Tuhan memberi manusia dengan berbagai macam perasaan, dan ini yang paling termenyesakkan. Katakan ia bodoh jika memang salah, tapi Sunhee berani menantang siapa pun yang berani tukar perasaan dengannya. Ia tidak tahan.

Dan lagi, rasanya Sunhee ingin mengejek dirinya sendiri saat memperhatikan sosok yang tidur itu. Sunhee sering melihat, tapi tak pernah lagi memperhatikan. Sedekat ini. Tolong beri tambahan garis bawah atau tulisan tebal untuk kata lagi. Bisa melihat garisnya, ujung rambutnya, minyak yang membalur pori-pori wajahnya yang merah jambu. Ia bahkan bisa dengan jelas melihat calon bintik jerawat yang berwarna merah muda di bagian dagu. Oh, ya, itu sama sekali tidak mengubah presensi si orang yang tidur itu berubah tidak tampan. Ia masih begitu mengilat dan bercahaya karena mendapat sinar dari matahari yang tak sopan melewati celah.

Oh! Atau Kim Sunhee yang menyengaja lupa? Semalam ia hanya merasa butuh angin walau air conditioner menyala dengan suhu yang diatur lebih dingin dari normalnya. Sepertinya lupa, ia tidak tahu dirinya akan sebegitu pikunnya pada bagian mengingat akan flu di musim dingin jika semalaman diterpa angin. Tirai tebal digeser dan jendela kaca sebesar dirinya tak tertutup sempurna, mungkin jika memang gila, ia bisa lari dan lompat keluar.

Dan gila memang, untuk kejadian lainnya Kim Sunhee tidak merasa terbebani untuk melakukan perbuatan yang sekarang dan telah ia lakukan. Ini seperti kebebasan yang sudah tak pernah ia rasa sejak lama. Seperti coba-coba makan obat yang disodorkan seseorang di pub beberapa tahun lalu. Dan seperti seseorang sinting yang sudah lupa dunia akan berakhir suatu saat nanti tanpa ia perbaiki diri. Persetan, untuk urusan yang ini Kim Sunhee meyakini diri untuk mengakhiri hidup dengan semua dosa jika berakhir tak memuaskan. Nekat? Memang. Ia sudah tidak tahu lagi ini akan menjadi hal benar atau tidak.

Ia hanya sedang dikutuk Tuhan, dipaksa menerimanya, dan sekarang sedang mencoba untuk mengikis kutukan atau hukuman itu.

Apa ia terkesan bitchy dengan kejadian ini? Jika benar, beri tahu Tuhan bahwa ia telah melakukan tugasnya dengan amat baik. Memberikan dunia sesempit ini padanya yang hendak menjauh. Dengan seluas harapan. Lantas menanamkan sebuah perasaan yang paling menyesakkan saat dirinya berada di bawah luka itu lagi. Ini menyiksa. Amat menderita sampai dirinya menjadi setengah idiot, setengah jalang. Kemudian inilah yang ia sebut sebagai pengikis kutukan. Bukan dengan memaksakan jiwa dan menyakiti raga lagi. Ia hanya sedang berjuang mengobatinya. Mungkin akan sedikit melukai dunia dari kehidupan lain milik si manusia itu. Tapi percayalah, Kim Sunhee sudah lebih banyak terluka dari seorang makhluk hidup paling menderita di dunia.

Tentu dirinya tak perlu melakukan tamparan keras agar terbangun dari mimpi. Jelas ini kenyataan, benar-benar berada dalam kehidupan nyata seorang Kim Sunhee yang selama ini berpegang tinggi pada ego dan harga diri. Sunhee terbangun, dengan keadaan telanjang, bersama Min yoongi si mantan yang juga berpenampilan sama acak-acakkannya dengannya. Ini dosa, tentu. Tak ada hubungan lagi tak ada ikatan, tak ada perasaan, bahkan tak ada kalimat yang mewakili bahwa, kita benar-benar balikan, rujuk, kembali lagi, atau kalimat-kalimat sayang yang setidaknya menjadi penyalur sebelum hasrat dan nafsu akhirnya melindas ingatan tentang dosa.

Ini sudah sekian tahun sejak mereka memutuskan untuk tak saling bertemu dengan jarak yang dekat. Mungkin untuk Sunhee yang egois, ia melakukan hal lain seperti ingin sok melupakan dan tak kenal dengan sosok bergelar mantan itu. Ia membuang Yoongi, melempar lelaki itu sejauh mungkin, dan menghindarinya layaknya makhluk yang sama sekali tak ingin ia temui di muka bumi. Sebelumnya memang begitu. Niatnya juga begitu.

Mungkin ia terlalu banyak ambisi dulu. Menginginkan kesempatan dan kesempurnaan yang sama sekali tak pernah ia sadari dari sosok Min Yoongi. Ia cacat untuk menggunakan seluruh indranya pada diri lelaki itu. Ia kepayahan untuk menangani dirinya yang labil dan naif. Ia sama sekali tidak merasa jika ia manusia, yang memiliki perasaan tanpa batas. Kim Sunhee egois dan sekarang pun seperti begitu.

Lupakan batasan, itu kata si iblis saat yang disebut kebahagiaan Sunhee datang. Manusia sering mendatangi Tuhan saat dirinya merasa payah, ingin didekati, ingin lebih dekat supaya keinginannya terpenuhi. Namun setelah terpenuhi, manusia malah melupakan tuhan dan mendekati iblis. Ingin mencari kepuasan dan melawan batasan. Dan Sunhee seolah begitu. Oh, ia tidak meminta secara utuh ingin lelaki itu. Ia cukup tahu diri dengan kenyataan bahwa dirinyalah yang lebih dulu menjauh dan meminta dijauhi si lelaki. Kim Sunhee tidak mengemis untuk membalikkan hati atau melemahkan pikiran Min yoongi. Itu takdir dan Ayahnya selalu mendoktrin harus mempercayai itu.

Bertemu, bersama, berpisah, itu takdir. Dan bukan sebuah kemungkinan lagi jika semua akan kembali ke awal. Bertemu lagi, bersama lagi, dan berpisah lagi. Dan tentu kali ini, dengan cara yang berbeda dari sebelumnya.

Kim Sunhee. Dua puluh lima tahun, melajang, sudah pernah menikah, dengan segudang aktivitas yang menyalurkan kecantikan dan kemolekkan tubuhnya, telah kembali. Ia seorang model dengan banyak pembicaraan media. Hal baik, hal buruk, semua terangkum pada sosok memikat yang jarang bicara itu. Ia sedang dikutuk Tuhan, dipaksa menerimanya, dan sekarang mencoba mengobatinya. Menghubungkan takdirnya dengan Min Yoongi lagi setelah ia putus dengan sepihak.

Jadi, ini tentang diri Kim Sunhee yang berjuang dan melawan keegoisan hatinya. Tidak ada diam dan bahasa hati lagi. Tolong catat baik-baik. Ia sedang berjuang untuk Min Yoongi. Seseorang yang selama ini ingin ia lepas dengan alibi dirinya tak bahagia dengan lelaki itu. Seseorang yang ia benci. Seseorang yang ia hinakan. Seseorang ia jijikkan untuk didekati. Seseorang yang mengubah dunianya. Dan seseorang yang lantas menjawab, perasaan dari kutukan Tuhan itu bernama rindu. Lantas jika sudah begitu, ia akan serakah dan berpura lupa ingatan. Bahwa perasaannya sekarang mulai percuma. Mereka, sudah tidak ada hubungan.

- 0-

1204 Room (Suga-Sunhee) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang