Bagian 3

312 153 82
                                    

Perkataan Zee membuatku berpikir keras. Kali ini tidak boleh terlalu percaya diri. Pikirkan hal yang logis, yang tidak mengada-ada.

Tapi bagaimana aku bisa berpikir logis? Jika dia membawaku ke kantin hanya untuk berbicara. Kan, bisa di depan wastafel tadi.

“Diminum dulu,” Zee memberiku sebuah susu cokelat.

Tidak ingin kuterima sebenarnya. Namun kalian tahu? Jika 'tidak enakan' adalah setengah diriku.

“Makasih.” Kuambil susu itu tapi kuletakkan kembali. Bukan karena aku tidak suka, namun itu dingin. Tenggorokanku sangat sensitif dengan hal-hal yang berbau dingin. Bisa-bisa besok langsung demam. Iya, sesensitif itu.

Mungkin dia sadar jika aku hanya menatap pemberiannya lalu ia berkata, “Minum saja, tidak kutaruh sesuatu yang membahayakan,”

Ku menatapnya tajam, “Apa itu kalimat sarkas?”

“Enggak, Nats. Murni bisa diminum.” Jarinya membentuk simbol peace.

Aku hanya tertawa sekedar basa basi.

"Kenapa ketawa? Kamu gak suka? Atau mau kubelikan yang lain?"

"Bukan begitu. Tapi, yang ini tidak bisa ku minum, kamu saja yang minum, ya”

Perlahan suaranya berubah, “Kenapa? Karena ini dari aku, ya?”

Pertanyaannya membuat aku semakin tertawa.

Kalau kamu yang ngasih, aku tidak akan menolaknya tahu! Tidak akan pernah. Jika bisa, akan kukoleksi di dalam lemari. Hitung-hitung sebagai kenangan.

“Pertanyaanku lucu?”

“Iya, jelas saja lucu. Kenapa juga aku harus tolak cuma karena itu dari kamu. Lagi pula aku suka minum susu.”

“Terus kenapa gak diminum?”

Aku menarik napas dalam, “Aku gak bisa minum yang dingin-dingin, nanti yang ada malah demam.”

Tanpa merespon, Zee berdiri lalu pergi membeli sesuatu.

Dasar beruang antartika!

“Yang ini bisa minum, kan?” Dia memberiku sebuah susu cokelat, lagi. Bedanya, kali ini tidak dingin.

Sekarang, apa aku bisa percaya diri lebih tinggi? Aku bisa mengiyakan semua pertanyaan yang ada dalam benakku? Mantanku saja tidak pernah berlaku semanis ini. Ah, kenapa juga aku harus membandingkan dia dengan mantan yang telah ditelan angin topan. Sudah jelas, Zee jauh lebih dari segalanya.

Wait... What?!

Aku tersenyum dan mengangguk.
“Katanya ada yang mau kamu bicarakan”

Zee mengeluarkan ponsel lalu menyalakannya.
“Coba kamu lihat ini” Dia menghadapkan layar ponsel ke arahku.

Terlihat seperti handphone pada umumnya, dengan wallpaper hitam bergambar dua tangan yang saling menggenggam.

“Terus?” Tanyaku bingung, dan ini benar-benar bingung.

Selain manusia menyebalkan yang suka datang dan pergi seenaknya, dia juga manusia yang suka membuat teka-teki seadanya.

ChocolateWhere stories live. Discover now