Bagian 2

361 158 98
                                    

"Tumben ke kantin," ujarnya

Aku belum menoleh sebab sedang sibuk memegang beberapa minuman.
Semoga saja botol-botol ini tidak jatuh, di sini cukup banyak orang, aku tidak siap untuk malu.

Jangan sekarang, besok saja atau tahun depan, mungkin?.

Ketika aku membalikkan badan, satu botol minuman terlepas dari genggaman.
Ceroboh, Nats! Aku merutuki diriku.

"Tumben ke kantin," ujarnya dengan kalimat yang sama seperti tadi, sambil memegang minuman yang kupikir telah terguling entah kemana. Syukurlah.

"Makasih, Zeefan."

"Kita bukan orang asing, cukup Zee,"

"Eh, biar aku saja,"
Berusaha untuk mengambil kembali botol itu, meski sedikit takut jika botol yang lain akan ikut terjatuh.

"Semua ini punya kamu?" Tanyanya tanpa memberiku kesempatan untuk mengambil kembali minuman itu, bahkan dia mengambil dua minuman yang lain, yang tadinya dia hanya memegang satu botol sekarang menjadi empat botol.

"Iya." Jawabku cepat.
Aku khawatir karena sudah cukup lama kubiarkan teman-temanku menunggu. Mungkin, sekarang mereka sedang mencariku.

"Biasanya habisin enam botol sekaligus?" Dia menatapku menyelidik

Semesta, bagaimana aku menjawab pertanyaannya? Jika menatap matanya saja aku tidak berani. Terlalu indah. Nanti yang ada, aku akan betah di sini.

"Perasaan, kamu manusia bukan maneken berjalan." Ujarnya lagi dengan tatapan yang masih sama seperti tadi.

Ya sudah Nats, daripada harus lebih lama lagi.

Berniat untuk menjauh dari situ lalu memilih untuk kembali membeli yang baru, namun saat melihat antrean yang begitu panjang, sepertinya akan memakan waktu lebih lama. Luruh sudah rencana mendadak yang telah kurangkai.

"Kamu kalau bicara gak harus masukan koin, kan?" Dia mengeluarkan koin sungguhan.

Enak saja! Dia pikir aku mesin mainan?

Aku memberanikan diri untuk bersuara, "Kembalikan saja minumanku"

"Ku bantu mengantarnya." Ucapnya lalu berjalan mendahuluiku.

Memangnya dia tau aku akan membawa minuman itu kemana?

Tiba-tiba dia berhenti, membuatku berhenti juga.
Dia menengok ke arahku, "Mau dibawa kemana?"

"Sok tau sih!" Sindirku lalu berjalan meninggalkan dia yang berada di belakang.

Sesampainya di tempat Gisel dan yang lain, aku memberikan minuman mereka. Zee juga melakukan hal yang sama. Setelah itu dia pamit dan pergi. Saat dia beranjak keluar dari tempat ramai ini, aku sadar akan satu hal. Aku belum sempat mengucapkan kalimat terima kasih!

Nanti saja, kalau ketemu, pikirku.

Ketika duduk sambil meneguk minuman yang tadi kubeli, mereka menatapku heran, seakan meminta penjelasan.
"Cuma dibantuin, gak lebih"

Ku teguk habis minuman itu tapi tatapan mereka tidak lepas dariku, "Serius, cuma dibantuin."

Beberapa saat setelah itu mereka tertawa. Sepertinya mereka perlu ke dokter. Tanpa ada yang melucu, mereka bisa tertawa. Terbahak-bahak pula.
"Santai atuh neng, kalau lebih juga gak apa-apa." Kata Risa

"Gak lebih, ya!" Kesalku walau sebenarnya tidak sungguh-sungguh.

"Percaya deh, percaya." Ujar Gracia sambil menganggukan kepala

ChocolateWo Geschichten leben. Entdecke jetzt