1. Jalan Yang Salah

210 14 5
                                    

"Hai cantik, mau pulang?" goda salah satu laki-laki yang dengan lancangnya merangkul pundak Haura. Langsung saja Haura menepisnya dengan sisa tenaga yang ia punya.

"Apa sih?!"

"Ikut abang yuk cantik!"

"Males gua, lu jelek."

"Menarik juga nih cewek," gumam salah satu lelaki yang memakai topi hitam, lalu ia langsung menarik paksa Haura mendekati motor besar miliknya.

"Apaan sih lo?! Pergi sana! Gak usah pegang-pegang gue!" Haura meronta dan mencoba melepaskan tangan lelaki itu darinya. Ia merasa sangat takut dan kembali merutuki Amanda dalam hatinya karena sudah meninggalkan ia sendirian.

"Ayolah cantik, gue tau lo juga mau, kan?"

"Mau apa sih? Gak jelas lo! Toloong, tolong siapapun tolong gue!" Haura berteriak sekeras yang ia bisa. Kakinya bergetar ketakutan karena demi apapun ia tidak akan sanggup melawan empat pria yang bermaksud jahat padanya ini. Matanya memanas dan air matanya sudah siap untuk tumpah.

"Berisik sayang. Jangan berisik yaa."

"Toloong! Tolong bang, jangan apa-apain gue! Gue bukan bitch!" mohonnya, sembari memberitahu kalau dirinya bukan salah satu jalang dari club.

Namun karena penampilannya, tentu para pria itu tak mudah percaya. "Ah masa sih bukan bitch? Gua bayar deh, lo mau berapapun gua kasih."

"TOLOOONG!"

Haura berteriak sekeras yang ia bisa. Ia meronta semakin brutal saat paksaan yang ia dapati semakin membuatnya ketakutan. Kedua matanya terpejam erat dengan air mata yang sudah berderai turun membasahi pipinya.

Namun dengan tiba-tiba, sebuah suara gaduh membuat pegangan pria jahat padanya terlepas. Haura melihat salah satu pria yang menggodanya sudah terjatuh di tanah. Tiga pria lainnya kini nampak berhadapan dengan satu pria yang berdiri dengan tenang di tengah mereka.

"Lo mau jadi pahlawan, hah?!"

Teriakan itu tak digubris oleh pria di tengah mereka. Satu pria yang tadi terjatuh kini sudah berdiri dan ikut mengepung seorang pria yang ada di tengah.

Perkelahian pun tak terelakkan lagi. Haura hanya bisa melotot di tempat persembunyiannya. Entah sejak kapan ia bersembunyi. Yang pasti insting wanitanya mengatakan kalau ia harus cepat berlindung di tempat aman.

Dengan pasti, satu per satu dari keempat pria itu jatuh terkalahkan. Dari caranya berkelahi, nampaknya pria yang menolongnya itu bisa bela diri. Haura keluar dari persembunyiannya dan mulai menyemangati. "Ayo hajar mereka!"

Beberapa menit kemudian, keempat pria itu bersumpah serapah karena kekalahannya. Mereka tahu melawan pria itu tidak akan berguna lagi. Keempatnya pun berjalan ke arah kendaraannya masing-masing dan bersiap untuk pergi, sementara Haura berlari mendekat mencari perlindungan pada pria yang tak ia kenali. "Makasih," lirihnya, sambil mengusap air mata di pipi.

"Kamu sengaja memakai pakaian terbuka. Tapi marah saat digoda pria. Siapa yang otaknya tidak sehat di sini?"

Haura diam, wajahnya berubah kesal karena merasa dibilang kalau otaknya tidak sehat.

Dua wanita yang baru saja turun dari mobil yang pria itu bawa membantu Haura untuk masuk ke dalam mobil.

"Nak, nama kamu siapa?" tanya seorang wanita bernama Aisyah, yang merupakan ibunda dari pria yang menolong Haura.

"Aku Haura," jawabnya merasa malu karena pakaian yang ia gunakan kini begitu terbuka. Sedangkan wanita yang mengajaknya bicara bahkan hanya terlihat wajah dan tangannya saja.

"Kenapa malam-malam begini jalan sendirian? Haura dari mana?" Tanya Aisyah lagi sambil memakaikan cardigan sepanjang mata kaki pada tubuh Haura.

"Maaf Tante, Haura bukan wanita baik-baik. Jadi pasti tante tau Haura habis dari mana," jawabnya seraya menundukkan kepala.

"Hus, gak boleh ngomong gitu. Semua wanita itu baik, sayang." Aisyah menangkup wajah Haura dengan penuh sayang, lalu mengelus rambutnya.

Perasaan nyaman dan tentram kini menguasai hati Haura. Seumur hidupnya tak pernah ia merasakan kasih sayang seorang ibu. Tapi kini, ia mendapat usapan tangan yang begitu lembut, juga senyuman yang begitu tulus dari orang yang tidak di kenalnya.

Pria itu, Ibrahim dan adiknya yang bernama Maryam hanya bisa menyimak obrolan Aisyah dengan Haura.

"Maafin Haura, Tante. Haura emang bukan wanita baik, Haura tadi dari tempat hiburan malam."

Aisyah tersentak mendengar itu, menyayangkan apa yang Haura lakukan. Namun ia juga tak bisa menghakiminya. "Maaf, apa Haura beragama islam?" Tanya Aisyah dengan sangat hati-hati.

Wanita cantik itu mengulum bibirnya dan mengangguk. Aisyah tersenyum hangat padanya.

"Haura tau gak?"

Haura mengangkat kedua alisnya, seakan bertanya lewat ekspresi wajah.

"Islam sudah mengajarkan, bahwa derajat perempuan itu sangat tinggi, sangat istimewa, bahkan tertulis dalam alqur'an loh."

"Islam juga menjunjung tinggi harkat dan martabat seorang perempuan, juga hanya perempuan bisa memilih surga manapun yang mau dia masuki."

"Islam juga mengatur cara berpakaian kita, sayang. Bukan semata-mata untuk mengekang, tapi untuk melindungi diri kita, dan agar kita tetap dalam perlindungan-Nya."

"Haura, tau nggak? Kenapa Haura tadi di ganggu sama laki-laki?" Haura menggelengkan kepalanya pelan.

"Itu karena pakaian Haura yang terbuka seakan menggoda mereka."

"Coba deh, Haura pakai pakaian yang lebih tertutup lagi."

Haura mengulum bibirnya. Memikirkan nasehat wanita paruh baya ini padanya.

"Om, makasih ya udah nolong Haura," ucap Haura pada Ibra.

Maryam terkekeh pelan, Om katanya, abangnya ini memang mirip sekali dengan om-om sepertinya.

"Looh? Aku salah ya, Tan?" Haura bertanya bingung.

"Emang anak Tante mukanya udah kaya om-om ya?" kini Aisyah pun terkekeh.

"Hehe, sedikit."

Lain dengan Ibra, ia hanya terkejut saja mendengar Haura memanggilnya Om.

"Tante habis ngapain malam-malam begini masih di jalan?"

"Tadi habis makan malam sama teman meetingnya anak tante. Lagi jalan pulang." Haura mengangguk mengerti.

"Rumah kamu dimana?" Tanya Ibra, yang sejak tadi hanya bungkam.

"Lurus aja, nanti di area situ ada apartemen, turunin aku disitu." Jawab Haura seraya sedikit memajukan tubuhnya hingga wajahnya hampir saja menyentuh lengan Ibra.

Ibra beristighfar berkali-kali di dalam hati. Aisyah dan Maryam pun terkejut dengan sikap Haura yang tidak terduga itu.

"Eh, aku salah lagi, yah?" tanya Haura, ketika melihat reaksi tak biasa dari para penghuni mobil.

"Perempuan dan laki-laki gak boleh terlalu deket. Bahkan saling pandang aja dilarang sama agama. Jadi tadi yang Haura lakuin memang salah, Ibra punya wudhu. Tapi bisa dimaklumi karena Haura gak tahu."

Sungguh, Haura baru mengetahui hal seperti itu. "Maaf, tante."

"Eh tapi, anak tante kok kaku banget, kaya kanebo kering," ucapan Haura membuat Ibra membelalakan matanya, Aisyah dan Maryam hanya terkekeh pelan.




****
Assalamu'alaikum
Kembali lagi dengan cerita MDA, Semoga kalian suka yaa. Do'a terbaik untuk kalian^_^

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Mar 15, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

MERAIHMU DENGAN DO'AWhere stories live. Discover now