"Gue maunya lo. Cepat buatkan. Jangan terlalu pahit dan manis." Anna merasa geram sendiri. Ingin sekali dirinya menjambak rambut gelombang milik perempuan itu.

"Dasar lampir gila!! Kenapa aku selalu dikelilingi orang-orang yang menyebalkan."

"Baik, tunggu sebentar." Anna mengalah. Jika ia tidak berhenti sekarang, maka akan panjang masalahnya. Dia sedang malas untuk beradu mulut dengan perempuan itu.
Sekarang masih pagi, Anna tidak mau membuang tenaga untuk hal-hal yang tidak berguna.

Beberapa saat kemudian, Anna kembali dengan membawa secangkir kopi sesuai pesanan perempuan itu. Perempuan itu meminumnya dan seketika dahinya berkerut.

"Lo nggak dengar apa yang gue bilang. Jangan terlalu pahit." Tangan Anna mengepal marah.

Sabar Anna, ini masih pagi. Jangan membuang-buang tenaga untuk hal yang tidak berguna.

"Baik akan saya buatkan yang baru." Anna tidak mempunyai banyak waktu sekarang. Dia harus segera pergi menyiapkan rapat. Dia mencebik kesal. Kenapa harus ada perempuan tidak waras itu sih. Benar-benar mengganggu.

"Ini terlalu manis. Buatkan lagi." Kesabaran Anna sudah habis.

"Maaf, jika tidak sesuai dengan apa yang anda inginkan. Anda bisa menyuruh orang lain untuk membuatkannya karena saya sedang sibuk sekarang." Ujar Anna yang langsung balik kanan meninggalkan perempuan itu.

"Ah, atau lebih baik, anda bisa membuatnya sendiri." Anna menyambar kumpulan berkas di mejanya dan segera pergi.

"Kurang ajar! Heh, lo nggak tau siapa gue! Lo akan menyesal nanti." Teriak perempuan itu jengkel.

"Apa sih, hanya karena kopi saja. Benar-benar lampir pemilih."

Anna merasa lega. Akhirnya, dirinya bisa keluar dari sana. Kalau lebih lama di ruangan itu, Anna tidak bisa membayangkan apa yang akan dia lakukan pada perempuan itu. Anna ada orang yang paling tidak suka dengan orang yang seenaknya dan orang yang suka meremehkan orang lain. Karena dirinya hanya seorang sekretaris, perempuan itu tidak punya hak untuk memerintahnya dengan seenaknya. Anna tidak peduli dia teman atau pacar atasannya, tetapi Anna benar-benar tidak bisa terima dengan kelakuannya.

"Kenapa muka kamu ditekuk begitu?"
Tanya Brian yang duduk disamping Anna. Rapatnya belum dimulai dan para peserta juga baru saja datang.

"Ah, tadi di ruangan Pak Anka saya bertemu dengan perempuan gila." Anna masih kesal. Dia tidak bisa memfilter perkataannya. Dia tidak peduli jika dia akan terkena omelan Brian.

"Pfttt, ahahaha. Jadi kamu bertemu dengan Bella?" Ucap Brian yang malah tertawa terbahak-bahak.

"Bella?" Oh, nama perempuan gila itu Bella.

"Dia itu anak salah satu rekan kerja Anka. Dia juga suka sama Anka sudah dari lama. Tapi, Anka tidak pernah peduli dengan perempuan itu. Pernah melirik pun tidak. Padahal, dia sering datang kesini, tapi Anka tidak pernah tertarik sama sekali. Yah, Anka kan memang tidak punya hati." Anna mengangguk-angguk setuju dengan perkataan Brian. Atasannya itu memang seorang pria berhati dingin. Tidak mungkin ada perempuan yang bisa melelehkan hatinya yang beku sekeras batu.

"Kamu harus bersabar. Dia memang suka kelewatan orangnya." Ucap Brian menepuk-nepuk pundak gadis itu. Anna mendengus kesal.

Rapat akhirnya dimulai.

🌸🌸🌸


Baru kali ini Anna rindu dengan Anka. Kemana orang itu. Dia bilang hanya pergi sebentar, tetapi ini sudah lebih dari tiga jam dan dia tidak datang juga. Dirinya sudah tidak kuat meladeni lampir itu. Kenapa juga perempuan itu tidak pergi-pergi sih. Anna sudah tidak tahan lagi dengan sikapnya.

Untungnya pekerjaan gadis itu sudah selesai. Dia segera kabur keluar dari ruangannya yang sudah bagaikan neraka. Anna memilih untuk pergi ke ruangan Nadine. Sebentar lagi juga sudah jam siang. Gadis itu berniat untuk makan bersama dengan sahabatnya.

"Eh, kamu kok kesini Ann?" Anna diam tak menjawab. Gadis itu langsung meletakkan kepalanya yang pening di atas meja. Kepalanya pusing mendengar ocehan perempuan gila itu.

"Aku capek Dine, jangan tanya apapun." Ucap Anna sambil melambaikan tangannya lemas.

"Kena omel lagi?" Gadis itu mendongak dan menggelengkan kepala.

"Lebih parah dari itu." Ujar Anna sambil meletakkan kembali kepalanya. Rasanya kepalanya masih pusing. Ocehan Bella terngiang-ngiang di kepalanya. Kenapa dirinya harus bertemu dengan cewek gila seperti Bella. Membuat hari-harinya yang sudah berat menjadi bertambah melelahkan.

"Memang ada?" Tanya Nadine. Anna menyenderkan tubuhnya dan mengangguk-angguk meyakinkan Nadine.

"Ada lampir di ruanganku. Hueee. Aku tidak kuat mendengarkan ocehan  perempuan gila itu. Lebih bagus aku kena omel Pak Anka." Rengek Anna.

"Eh?" Nadine tidak paham. Nadine memang belum pernah bertemu dengan Bella. Jadi, perempuan itu tidak bisa merasakan bagaimana kesalnya jika berada di dekat Bella.

"Akhh tau ah. Pokoknya aku mau disini sampai jam siang selesai."

"Daripada disini mendingan kita mencari makanan yuk. Muka ditekuk terus begitu bisa-bisa jadi cepat tua." Nadine tertawa meledek gadis itu.

"Sialan." Ucap Anna sambil menabok punggung sahabatnya itu.

🌸🌸🌸

My Perfectionist Boss "Sudah Diterbitkan"On viuen les histories. Descobreix ara