Bab 11 : Satu Hari Tenang

151 28 4
                                    

Siapa yang tahu kalau ujian mingguan bisa semelelahkan ini? Aku tidak pernah berpikir akan menghadapi monster-monster seperti itu dalam kehidupan nyata. Oh, tunggu. Apa semua itu nyata? Sepertinya aku harus mencubit diriku sendiri untuk memastikan apakah aku masih bermimpi dan bergelung dalam selimut di rumah.

"Aw!" Seseorang—atau mungkin sesuatu—memukulku. Belum sempat aku mencubit diri sendiri, rasa sakit itu sudah datang dahulu. "Clowny!" Sepertinya aku lupa mengembalikan avatarku setelah ujian itu. Jadi semua ini memang nyata.

Clowny menunjuk-nunjuk ponselku yang ada di meja. Benda itu bergetar sambil menunjukkan kerlip warna biru di ujung layar pertanda ada panggilan masuk. Kulihat siapa yang menelepon malam-malam buta—pukul tujuh, sih, tetapi tetap saja sudah malam, kan? Ternyata Mama. Segera kuangkat panggilan hologram itu.

"Halo, Chloe!" sapa Mama.

"Hai, Ma," sapaku balik.

"Bagaimana minggu pertama sekolahmu? Berat? Menyenangkan? Mama harap kau bisa liburan kemari akhir pekan besok."

"Menyenangkan, kok, Ma. Aku mendapat teman baru—" Dari sisi bawahku sesuatu terasa bergerak-gerak. Oh, astaga. Clowny berusaha untuk duduk di pangkuanku melalui jalur bawah. Kepalanya menengadah ke arah hologram Mama yang sedang berbicara kepadaku. Seperti anak kecil yang sedang ingin melihat sesuatu yang baru.

"Aw, apa itu?" tanya Mama sambil membuat ekspresi gemas seperti melihat anak kucing baru lahir.

"Ini avatarku. Namanya Clowny," jawabku sambil memeluk cerminan diriku itu.

"Menggemaskan sekali!"

"Ya, aku tahu," timpalku sambil menyembunyikan wajah di balik kepala Clowny.

"Jadi, kau akan liburan ke sini, kan?" tanya Mama lagi. Untuk sesaat aku terdiam. Aku ingin sekali liburan, tetapi hukumanku terasa mulai mengekang. Tunggu, Wakasek tidak bilang aku harus menjalani hukuman hari apa saja. Itu artinya aku bisa tetap liburan, kan? Akan tetapi, rasanya masih ada yang salah.

"Tentu saja. Aku pasti liburan ke sana." Mama tersenyum senang, kemudian memberikan beberapa kata penutup. Panggilan diakhiri.

Aku kembali merebahkan diri di kasur. Menatap langit-langit yang berwarna putih dengan lampu neon yang senada. Saat aku berpikir apa yang harus kulakukan, Clowny mengikutiku ke atas kasur dan menatapku secara terbalik, matanya yang besar dengan iris berwarna cokelat terlihat sangat jelas. Aku menggendongnya kemudian mengangkatnya seperti boneka sampai menutupi jalannya cahaya lampu dari wajahku.

"Apa yang harus kulakukan?" tanyaku pada Clowny, walaupun aku tidak yakin ia bisa meresponsku dengan benar.

"Ma! Ma!" kata Clowny sambil mengangkat kedua tangannya.

"Mama?" Aku tersenyum. Tentu saja kita harus mengutamakan keluarga dahulu. Iya, kan?

...

Kuputuskan untuk pulang ke rumah hari Sabtu ini. Aku mungkin hanya akan berlibur satu hari dan pulang saat hari Minggu pagi esoknya. Namun, itu lebih baik dibandingkan tidak pergi sama sekali dan membuat Papa dan Mama kecewa atau mendekam di asrama sambil bersih-bersih toilet sampai kelelahan.

Aku pulang menggunakan kereta peluru karena ternyata Papa tidak bisa menjemputku. Perjalanan hanya memakan waktu lima belas menit, tetapi hal itu cukup untuk membuatku kebosanan. Aku ditemani pemandangan persawahan dengan robot-robot pekerja ladang yang kemudian berganti dengan pemandangan gedung-gedung pencakar langit. Di antara mereka ada yang memiliki bagian berwarna hijau. Vertikultur. Itulah teknik menanam yang kutahu yang diterapkan di sana.

Avatar System: Juvenile State (END)Where stories live. Discover now