Bab 18. Makasih, Sa!

2.7K 266 5
                                    

Praktikum yang dilakukan oleh Karina dan tim berhasil mendapatkan nilai huruf B dengan angka 78. Bukan Pak Yodi pelit memberikan nilai, hanya saja bagi Pak Yodi nilai B dengan angka 78 sudah cukup bagi Karina dan timnya. Beliau tak ingin memberi nilai terlalu tinggi pada setiap mahasiswanya, beliau ingin agar mahasiswanya mampu mengabdi pada masyarakat dan negara melebihi angka yang telah mahasiswanya dapatkan.

"Dosen yang idealis emang gitu," celetuk Rifi.

Karina, Reksa, Rifi dan Tiara tengah menyantap hidangan di kantin. Sementara Ozyx sedang membutuhkan waktu sendiri. Pemuda mesum itu diminta membuat sebuah karya ilustrasi oleh seorang penulis muda. Si penulis tidak lain adalah kenalan Ozyx, seluruh hasil ilustrasi Ozyx sangat disukaianya. Jadilah si penulis meminta Ozyx membuatkan tiga bentuk ilustrasi dan esok adalah batas waktu penyelesaianya.

"Aku setuju dengan idealisnya Pak Yodi, ya setidaknya mindset mahasiswa zaman sekarang bukan lagi soal kuliah dapat nilai gede," sambar Karina menimpali ucapan Rifi.

Sementara Reksa dan Tiara tampak manggut-manggut setuju dengan pemikiran Rifi dan Karina. Memang kenyataannya saat ini sekolah bukan lagi suatu lembaga pendidikan di mana setiap siswa dan siswi diajarkan untuk memahami mata pelajaran yang diajarkan, melainkan tentang bagaimana cara agar para siswa mampu menghasilkan nilai besar, lulus dengan nilai terbaik, berhasil melanutkan pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi ternama. Padahal sekolah adalah keluarga kedua bagi setiap siswa dalam menuntut ilmu.

Sederhananya jika si anak memiliki daya tangkap yang lamban, maka si anak akan banyak bertanya pada sang guru atau bahkan hanya diam saja karena takut bertanya. Dan, ketika ujian dia akan mendapat hasil yang kurang maksimal. Sementara sekolah telah menentukan batas nilai agar sang murid dinyatakan lulus. Lalu apa yang terjadi? Para siswa yang tidak ingin mendapat nilai buruk mengakhirkan nasibnya dengan mencontek hasil ujian teman ataupun mencontoh tugas sekolah dari teman.

"Omong-omong, sampai kapan Ozyx berdiam diri di belakang kampus? Memandangi pepohonan dan langit, gak sekalian aja tuh anak tidur di pohon?"

Ucapan dan pertanyaan Rifi yang tiba-tia jelas saja membuat Karina, Reksa, dan Tiara memberikan respons secepat kilat.

"Temani dia dong, Fi. Ngakunya doang kau teman baiknya," celetuk Reksa.

Karina menganggukkan kepala. "Aku setuju sama Reksa," katanya.

Sementara Tiara setelah menelan es teh manis yang sempat mengisi mulutnya pun ikut bicara. "Aku yang akan temani dia nanti. Boleh 'kan, Yang?" tanyanya pada Rifi.

"What the hell! You can't do that!"

Rifi memasang wajah geramnya dan ditujukan untuk kekasihnya, Tiara.

"Woo, I'm so scared, Hon."

Melihat tingkah Rifi dan Tiara yang menyebalkan hingga membuat pengunung kantin menoleh pada mereka, membuat Karina dan Reksa bangkit dari kursi mereka.

"Kalian mau ke mana?" tanya Tiara yang menyadari Karina dan Reksa hendak meninggalkan dirinya dan Rifi.

"Pergi. Kalian nikmatilah percakapan tadi," ujar Karina sekenanya.

Bukan, Karina bukannya marah. Ia hanya ingin menggoda temannya itu dengan bertingkah kesal.

"Kau juga, Sa?" tanya Rifi.

Reksa menganggukkan kepala. "Kalian membuat saya mual."

***

"Mau bareng?" tanya seseorang dari balik punggung Karina kala gadis itu menunggu angkutan umum.

3.726 [COMPLETE]Where stories live. Discover now