18. Calon Mertua

259 18 0
                                    

Andini sudah duduk manis di jok motor Rendy. Sesusai dengan perintah cowok itu. Rendy bilang akan mengajaknya ke suatu tempat, tapi entah itu dimana. Tak berselang lama motor Rendy berhenti di depan rumah yang sangat mewah. Setara dengan rumahnya. Apakah ini rumah cowok itu?

"Rumah lo?"

"Lebih tepatnya rumah orang tua gue."

Andini hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Sama saja bukan. Setelah menekan bel beberapa kali, akhirnya pintu rumah itu terbuka. Menampilkan wanita paruh baya yang tentunya ibu Rendy.

"Tumben pulang ke rumah? Bawa calon mantu lagi."

Andini hanya tersenyum menanggapi ucapan dari ibu Rendy. Ingin berkata jujur, tapi Rendy sudah menatapnya dengan tajam. Masih ingat dengan ancaman yang diberikan oleh cowok itu?

"Karena Mama tadi sudah menyiapkan makanan yang sangat banyak. Langsung aja yuk kita makan siang."

"Iya tante."

"Kok tante sih manggilnya. Mama."

Andini kembali tersenyum, apa jadinya kalau orang tua Rendy tahu bahwa dirinya bukan pacar cowok itu. Entahlah, lagipula cowok itu yang minta bukan dirinya. Setelah sampai di ruang makan, Andini langsung disambut dengan beberapa makanan. Apakah keluarga Rendy selalu masak sebanyak ini? Padahal rumahnya saja terlihat sepi.

"Ayo dimakan."

Andini mengangguk, kemudian dia menoleh ke samping yang sudah ada Rendy duduk manis. Sepertinya dia tidak akan mencicipi semua makanan yang ada dimeja ini. Kalau Mama Rendy memandangnya tak suka karena makannya banyak, bagaimana? Lebih baik jaga image di depan orang tua Rendy.

"Mama mau ikut makan juga?" tanya Rendy kepada Mamanya. Bukan karena dia melarang ibunya untuk ikut makan. Tapi tadi saat dia menelepon Mamanya, Mamanya berkata kalau sedang makan.

"Ya enggaklah, tadi Mama kan udah makan. Mama cuma ingin nemenin kalian berdua."

Rendy menghela napas, apakah orang makan itu bisa menjadi tontonan yang menghibur. Sepertinya Mamanya tidak tahu keinginannya agar bisa berduaan dengan Andini.

"Mama lupa deh, Mama kan mau ke kantor Papa kamu. Ya sudah kalau gitu Mama tinggal ya."

Rendy tersenyum lega, akhirnya tidak ada yang akan menganggunya berduaan dengan Andini. Andini menatap Rendy yang mulai mengambil nasi.

"Kok diem. Nggak mau makan masakan nyokap gue?"

"Bukan gitu."

"Terus?"

"Gue malu."

Seketika tawa Rendy meledak, kenapa cowok itu menertawainya. Apa ada yang lucu? Ingin sekali dia memukul cowok yang ada di depannya ini.

"Kalau nggak mau makan ya udah. Tapi jangan salahin gue kalau lo masuk rumah sakit lagi."

Andini berdecak, dengan segera dia mengambil nasi dan beberapa lauk seperti ayam goreng. Tapi porsinya berbeda dengan biasanya, meskipun sudah tidak ada orang tua Rendy tapi dia jarus bisa menjaga sikap di rumah orang. Apalagi kalau di ruang makan ini ada CCTV.

"Tumben dikit? Masakannya nggak enak?"

"Bukan. Gue udah kenyang sih, meskipun sedikit yang penting gue menghargai nyokap lo yang masak banyak."

Rendy mengangguk-anggukkan kepalanya. Setelah selesai makan Rendy mengajak cewek itu ke ruang tamu untuk menunggu dirinya berganti baju. Andini menatap ruang tamu rumah Rendy. Banyak sekali perabotan-perabotan mewah yang tertata rapi, dan beberapa foto keluarga yang terempel di dinding. Melihat keluarga Rendy yang sangat bahagia, dirinya menjadi teringat dengan Bundanya yang sudah berada di alam berbeda dengan dirinya. Dia rindu dengan sosok ibu, dia rindu dengan kasih sayang seorang ibu.

"Lo nangis?"

Andini langsung cepat-cepat mengusap air matanya yang sudah mengalir. Kenapa baru sadar kalau dia menangis.

"Kenapa nangis?"

Andini menatap Rendy yang sudah berganti dengan kaos polos berwarna putih dengan celana jins, sangat tampan.

"Malah diem. Jangan buat gue khawatir bisa?"

"Lo khawatir sama gue?"

"Menurut lo," Rendy duduk di samping Andini kemudian dia manatap cewek itu. Tangannya bergerak untuk menghapus sisa air mata Andini. Melihat Andini yang tiba-tiba menangis membuat Rendy merasa tak suka.

"Setelah ini kita ngapain?"

"Belajar. Bentar lagi kan lo ujian."

Andini mendelik, apa yang baru saja dikatakan oleh cowok itu. Belajar? Apa tidak ada kata lain selain belajar. Dan kenapa dia bisa berpikiran untuk belajar, "kok belajar sih? Kan gue pengennya jalan-jalan."

"Jalan-jalannya dipending dulu. Sampai lo lulus ujian. Ngerti."

Andini hanya bisa diam, ujian memang sebentar lagi. Kurang lebih satu bulan lagi akan ada pelaksanaan ujian akhir sekolah, "kalau gitu belajar dirumah gue aja. Gimana?"

"Oke."

"Bawa mobil ya. Di luar panas."

Rendy hanya tersenyum sekilas, kemudian pergi untuk mengambil kunci mobil. Andini langsung berjalan keluar dari rumah Rendy, menunggu Rendy yang sedang mengambil mobil di garasi. Setelah mobil yang dikendarai Rendy berhenti di depannya, dia segera masuk ke dalam mobil itu.

Sekitar setengah jam perjalanan akhirnya sampai juga di rumah milik Andini. Andini melihat mobil kakaknya yang sudah terparkir disana, berarti kakaknya sudah pulang dari kuliah. Saat membuka pintu rumah, dia dikejutkan dengan beberapa cowok yang sedang asik bercanda. Andini yakin kalau mereka adalah teman-teman kakaknya.

"Ren, kita cari tempat lain aja yuk."

"Kenapa? Tadi kan lo minta buat belajar di rumah lo."

"Ada temen-temen kakak gue."

Rendy yang baru saja keluar dari mobil, kembali masuk lagi diikuti dengan Andini. Andini hanya tidak mau menjadi bahan godaan teman-teman kakaknya. Apalagi teman-teman kakaknya terlihat gila semua.

"Terus kita kemana?"

"Ke restoran lo aja gimana?"

Rendy yang semula fokus menatap jalanan, beralih menatap Andini, "nggak takut kejadian kemarin terulang lagi?"

"Nggak lah. Kan mereka sudah di penjara."

Setelah memakirkan mobilnya, Rendy langsung keluar dari mobil dan melangkah masuk menuju restoran diikuti oleh Andini. Andini memilih tempat duduk yang dekat dengan kaca, tempat favoritenya. Sedangkan Rendy, cowok itu terlihat sedang mengobrol dengan beberapa karyawan. Pasti tentang restoran.

Andini tersenyum kepada pelayan yang baru saja mengantar pesanannya. Setelah pelayan itu pergi, Andini menatap jus alpukat kesukaannya. Rasanya pasti enak.

"Lama ya nungguin?"

Andini beralih menatap cowok yang sudah duduk di depannya dengan tatapan lembut ke arahnya. Siapa lagi kalau bukan Rendy.

"Keluarin bukunya terus belajar."

Andini menurut, dia segera mengeluarkan buka tebal yang bertuliskan MATEMATIKA. Pelajaran yang paling banyak dibenci oleh para pelajar. Rumus mudah dibuat rumit. Padahal hanya penambahan, pengurangan, pembagian dan perkalian. Tapi banyak sekali rumus-rumus yang membuat siapapun akan pusing.

"Kerjain."

"Terus lo nggak ikut belajar?"

"Tugas gue kan ngawasin lo."



-------

Halo... apa kabar semua???

Jangan lupa vote dan komennya. Jangan lupa juga buat yang belum follow author segera follow ya 😆😆

ANDINI (Completed)Where stories live. Discover now