PART 10 : MELIBAS

Start from the beginning
                                    

"Ini kan lukisan yang di rumah Ela? Kenapa ada di sini?" Callin membeliak. Telunjuknya yang teracung ke lukisan itu ditangkup cepat oleh Okan. Sontak, Callin menatapnya heran. "Kenapa, sih?"

"Pamali nunjuk-nunjuk benda keramat kayak gitu," ucap Okan serius, sementara telunjuk Callin sengaja dibiarkan berada dalam genggamannya.

"Yaudah, jangan lama-lama dong megangnya." Callin menyoroti tangan Okan dengan flash ponselnya. "Atau mau sekalian telapak tangan gue aja yang digenggam? Kalo telunjuk doang, sih, nggak berasa." Callin nyengir sembari memain-mainkan tangannya di depan wajah Okan.

"Ngarep terooss!" sembur Okan kemudian menonyor dahi Callin tanpa perasaan.

Keduanya tidak pernah tahu, jika di saat bersamaaan, lukisan yang ada di rumah Ela tampak seperti kanvas kosong. Gambarnya hilang. Lenyap. Berpindah ke frame yang ada di depan Callin sekarang.

"Jangan-jangan Ela di juga dalem sini," celetuk Callin diakhiri dengan bunyi dentuman keras dari salah satu ruangan. "WANJIR! APAAN TUH?"

Okan juga mendengarnya. Ia tidak butuh banyak waktu untuk tertegun seperti Callin. Sebaliknya, laki-laki itu sigap berlari menghampiri dari arah mana dentuman keras itu berasal.

"Kan!"

Baru saja Callin melangkah, sebuah lukisan di sisi kanannya terjatuh. Napas Callin tertahan. Terkejut sekaligus bingung harus bereaksi seperti apa. Ia ingin mendekat untuk memastikan apa yang terjadi, namun belum sempat mencari tahu, Callin dikejutkan oleh hal lain.

Brak
Lukisan di samping kirinya turut merosot dari dinding.

Brak
Lukisan yang berukuran lebih besar, jatuh tanpa sebab

Brak

Brak

Lukisan-lukisan lain turut berjatuhan cepat seperti domino. Bukan cuma terbanting ke lantai, beberapa lukisan bahkan berterbangan menyambar Callin dari segala arah.

"Kan! Okan!" teriak Callin panik. Cepat-cepat ia merunduk untuk melindungi kepalanya.

"Callin? Lin?" panggil Okan dengan suara bergetar. Keduanya terpisah di ruangan yang berbeda saat Okan berniat mengecek asal muasal dari suara dentuman keras yang tadi  sempat didengarnya.

Namun tanpa sadar Calling tertinggal di belakangnya. Membuat Okan panik bukan main, dan memutuskan untuk berlari kencang mengikuti instingnya. Okan bahkan tidak peduli saat kakinya tanpa sengaja menendang benda-benda yang berserakan di lantai. Walau beberapa kali sempat tersungkur hingga siku tangannya membentur kaki meja, Okan tetap bersikeras mencari Callin.

Sampai akhirnya ia tiba di salah satu ruangan dan mendapati Callin sedang duduk berjongkok ketakutan. Sepasang tangan gadis itu yang gemetar memeluk kepalanya sendiri.

"Lin!" Okan berjongkok di depan gadis itu sembari memegangi pundaknya. "Lo baik-baik aja kan, Lin?"

Tatapan Okan seketika menyapu ruangan tempat Callin bersembunyi. Tampak beberapa lukisan bergambar abstrak berserakan di lantai. "Duh, lukisan-lukisannya abis lo apain, Lin? Ini mehong, kalo kita disuruh ganti gimana?"

Callin yang awalnya menunduk dalam-dalam, memberanikan diri mengangkat wajah. Bola matanya melebar kesal menatap Okan. "Lo bener-bener nggak punya ati, ya! Gue nyaris mati ketakutan di sini, malah lukisan yang lo khawatirin!" sembur Callin. Tangannya mengepal erat, hendak menimpuk Okan. Namun selang beberapa detik setelah keduanya bertatapan, Okan merasa sorot mata Callin tidak tertuju padanya.

"Kan..." Callin meneguk ludah. Ia memanggil Okan dengan suara lirih. "Di belakang lo..." Telunjuk Callin yang gemetar terangkat. Bola matanya membeliak.

Sosok wanita berambut panjang yang menerornya beberapa hari ini, muncul di belakang Okan. Arwah berwajah penuh amarah itu menatapnya dengan mata menyalak. Bahkan mungkin sedikit lagi bola matanya ke luar dari rongga.

"Mau apa lo? Di mana Ela?" Okan memberanikan diri mengajaknya berkomunikasi.

Entah merasa terganggu dengan teriakan Okan, atau memiliki rencana lain, arwah yang hanya memiliki satu tangan itu tiba-tiba lenyap dari pandangan.

"Lo sih, Kan! Makanya jangan galak-galak dong sama cewek. Jadi kabur kan, dia!" Callin menepuk kasar lengan laki-laki itu.

"Lah, kok lo malah belain dia? Lo ce-es nya?" Okan nyolot. Lagi-lagi keduanya beradu mulut.

Keributan itu membuat keduanya kehilangan fokus. Sampai tanpa terduga arwah wanita itu kembali menampakkan diri di hadapan Callin dan Okan.

Belum ada lima detik, arwah wanita itu tiba-tiba menghilang dari pandangan. Begitu seterusnya, hingga secara mengejutkan ia kembali muncul dari jarak yang lebih dekat.

"Kan, awas!"

Callin menjerit histeris. Di depan matanya, tangan berlumuran darah dan penuh luka itu menjerat leher Okan dengan sangat kuat.

"Arg...a..rgh," Okan ingin mengatakan sesuatu. Tapi tenggorokannya seperti dijerat tali tambang. Sangat erat dan kuat. "La..ri.." ujar Okan terbata-bata sembari memberi kode pada Callin melalui lambaian tangannya.

Melihat Okan kesakitan dan nyaris kehabisan napas, membuat Callin panik bukan main. Kebar-barannya dipertaruhkan. Ia tidak bisa tinggal diam. Setelah mengumpulkan kekuatan dan tekad, Callin mengentak maju dengan tangan terkepal erat di samping badan.

Sedikit saja wajah tampan Okan tergores kuku-kuku tajam wanita itu, Callin berjanji akan melayangkan bogem terbar-barnya sebagai bentuk pembalasan.

"Okan!"

Pusaran angin yang begitu kencang menyerang Callin dari arah berlawanan. Tubuh Callin terseret sampai ke ujung ruangan. Okan ingin mendekat menghampiri Callin, namun cekalan kuat di lehernya membuat laki-laki itu tidak bisa bergerak bebas. Berulang kali Okan berupaya meloloskan diri, tapi wanita itu malah membawanya semakin menjauh dari Callin.

"La...ri.. Ce...pet la..ri!" bentak Okan, mulai tak sabar. Wajahnya merah padam menahan amarah yang mulai memuncak. Lo kepala batu banget sih, Lin? Gue minta lo lari, ya buruan lari sekarang!

Tubuh Callin tiba-tiba membatu. Mulutnya menganga lebar ketika di saat bersamaan, pintu ruangan tempatnya bersembunyi bergerak otomatis mengikuti gerakan tangan Okan.

"Nggak!" jerit Callin sembari berlari kencang. Berusaha melampaui kecepatan pintu yang nyaris tertutup rapat. Bola mata Callin masih sempat melihat bagaimana sepasang mata Okan menatapnya teduh. Tatapan penuh arti. Seolah mewakili isi hati Okan yang ingin mengatakan pada gadis itu, 'bahwa semua akan berjalan baik-baik saja.'

"Kan, Okan! Gue mau nolongin lo! Kita harus sama-sama dan berjuang bareng buat nolongin Ela!" Callin mengetuk-ngetuk tak sabar pintu di depannya.

"Jangan egois, dong! Gue juga mau bantu nyari Ela!" Gerakan tangan Callin semakin melemah. Tubuh gadis itu merosot ke lantai. Ia bersandar di pintu dengan wajah mendongak menatap langit-langit.

Hih, dasar egois! Dikira dia bisa selesein semuanya sendiri? Oke, gue mau liat. Bisa apa dia tanpa bantuan gue!

"Kak?"

Deg

Tubuh Callin terjingkat. Bulu matanya mengerjap-ngerjap, seolah tak percaya melihat sosok yang muncul di sudut ruangan.

"Kamu siapa?" tanya Callin penuh waspada.

Bisa saja yang dilihatnya itu adalah roh jahat yang bersembunyi di balik wajah menggemaskan anak kecil berkepang dua.

"Sini ikut aku kalo mau ke luar," tukas gadis kecil itu sembari tertawa ceria, seperti mendapat kawan bermain.

***

Finally, Callin bisa up sesuai jadwal. Setelah beberapa part aku telat up, hari ini Callin nemenin malem Jumat kalian lagi. Yeaaaay!

Kira-kira gadis kecil yang dilihat Callin, manusia atau hantu ya? Hihihi

Makasih buat yang udah nunggu Callin up!

Salam sayang,
Rismami_sunflorist

STORY CALLIN(G) Sudah Tayang FTV seriesnya Where stories live. Discover now