"Kenapa?" tanya Azalea. "Gue ganggu lo, ya?"

Bintang dengan cepat menggeleng. Ia kembali berusaha memfokuskan diri untuk menggambar. Ia harus membuktikan kepada Ghea bahwa usaha Azalea untuk melatihnya tidak sia-sia. Ia tidak boleh mengecewakan Azalea.

"Kakak kelas berapa, sih?" tanya Bintang tiba-tiba. Untuk apa mengetahui organisasi dan komunitas pujaan hati kita, tapi tidak mengetahui kelasnya?

"Sebelas IPS tiga."

"Kakak ambil IPS?"

"Iya. Kenapa?"

"Gue kira Kak Azalea jurusan IPA."

Azalea menarik napas panjang. Dia sudah mendengar kalimat itu dari berbagai mulut, wajar jika dia sudah bosan mendengar hal yang sama. "Emang gue orangnya anak IPA banget, ya?"

Bintang menggaruk tengkuknya. Ia salah berucap. "B-bukan gitu, Kak. Ya ... habisnya, Kak Azalea itu orangnya kalem banget. Sedangkan anak IPS biasanya identik dengan anak yang rusuh dan suka bikin onar, 'kan?"

"Apakah hal itu udah jadi kriteria suatu jurusan secara pasti?" Azalea balik bertanya. "Nyatanya, anak IPA banyak juga yang tingkahnya kayak anak IPS yang lo sebut tadi, 'kan?"

Bintang menundukkan kepalanya semakin dalam. Meski Azalea berucap sedemikian lembutnya, ia tetap merasa terintimidasi atas ucapan yang dilontarkannya.

"Lo boleh mengikuti standar yang umum beredar di masyarakat, tapi gue ingetin satu hal," ucap Azalea yang membuat Bintang seketika menoleh ke arahnya.

"Apa?"

"Jangan sampai lo mengecap seseorang dengan standar masyarakat itu secara sembarangan. Tiap orang punya karakternya masing-masing, yang bisa aja berlawanan sama lingkungannya," lanjut Azalea, "Paham?"

Bintang mengangguk cepat mendengarnya. Senyum tipis terlukis manis pada parasnya. "Paham, Kak."

Iris hazel Azalea teralih pada jam yang melingkar manis di pergelangan tangan kanannya. Waktu sudah menunjukkan pukul 17.15. Ia harus segera sampai di rumah sebelum sang Ayah tiba. "Udah jam segini. Lanjut besok aja, ya?"

"Oh, iya, Kak."

Bintang membantu membereskan alat tulis yang berceceran di atas meja. Setelah semuanya sudah masuk ke dalam tas merah marun Azalea, ia menahan lengan gadis itu agar tidak terlebih dulu beranjak pergi.

"Gue antar pulang, ya, Kak?"

***

"Bintang pulang!"

Seisi ruang keluarga seketika menoleh ke sumber suara. Bintang berlari kencang setelah melemparkan sepasang sepatunya ke sembarang arah. Ia meraih remot televisi, lalu mematikan benda pipih tersebut. "Starla!" panggilnya kepada seorang gadis yang masih terbalut dengan seragam putih-biru.

"Apa lagi, Bang?" Starla merotasikan bola matanya jengah. Entah ini sudah keberapa kalinya kakak sulungnya itu melakukan hal aneh di depan umum.

"Lintang!" Kali ini ia memanggil adik laki-lakinya. Starla dan Lintang merupakan adik kembarnya.

"Hadir!"

"Coba tebak, hari ini Abang pulang telat. Ada apa, coba?"

"Nggak mutu banget!"

AZALEAWhere stories live. Discover now