"Buat saja, tapi jangan harap aku tersentuh." Jawab Hana dengan senyum kemenangan terpampang di wajahnya.

"Aku bahkan belum menulisnya, tapi sudah mendapat penolakan." Ucap Taka yang mendapat balasan tawa dari teman-temannya.

---

Seorang laki-laki berdiri di bawah pohon. Ia mengenakan masker hitam dan kacamata hitam, sangat pas dengan rambut merahnya. Ia celingak-celinguk melihat kearah kiri. Menunggu seseorang muncul dari ujung jalan.

Yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Hana datang dengan senyuman cerah yang jarang sekali ia lihat di club. Rambut halusnya melambai-lambai tertiup angin. Entah mengapa di mata Toru, gadis ini terlihat bersinar bahkan dengan seragam pelayan toko yang ia kenakan.

"Toru-kun. Maaf telah membuatmu menunggu."

"Oh, tidak. Aku juga baru datang." Balasnya. "Baiklah, kau mau mengajakmu kemana?" Tanya Toru bersemangat.

Hana terlihat ragu sejenak. "Aku mau mentraktirmu disini saja."

Toru sempat bingung. Ia memandang sekitar. Tidak ada tempat makan dekat sini. Yang ada hanya tukang es krim, tukang balon, dan makanan ringan yang ada di pojok taman bermain ini. "Disini?"

Hana mengangguk pelan. lalu mengeluarkan kotak bekal yang sedari tadi ia sembunyikan di belakang punggungnya.

Hana dan taka duduk di kursi pojok taman, tepat dibawah pohon sakura yang belum mekar karena memang belum musimnya.

"Aku berpikir keras untuk mengajakmu ke restoran mana. Tapi sepertinya itu tidak akan nyaman untukmu. Pasti banyak yang mengenalimu." Ucap Hana sambil menata kotak makanannya di kursi. "Jadi aku membuat bekal. Tapi aku tidak memasakkanmu makanan yang mahal."

"Tidak apa. Aku sudah lama tidak makan masakan rumah." Ucap Toru. "Biasanya malah aku hanya makan ramen instan."

Hana memasang wajah tak percaya.

"Kami biasanya makan di restoran bersama team saat tour, tapi saat kita sendirian, kita jadi malas keluar. Jadi kita selalu membawa stok mie instan di koper."

Hana mengangguk-angguk paham.

"Kau memasakknya sendiri?" Tanya Toru.

Hana mengangguk semangat. "Bagaimana rasanya?"

"Enak, sangat enak!" Serunya sambil bersemangat.

"Kau tidak bilang begitu hanya untuk membuatku senang kan?"

"Beneran. Kau juga makanlah"

Sebagai penutup makan siang hari ini, Hana membelikan ice cream cone yang dijual di pojok taman.

"Kau tidak capek?" Tanya Toru.

"Capek Apa?" Hana memastikan pertanyaan Toru.

"Kerja di dua tempat, pagi dan malam hari."

"Tentu saja capek." Jawab Hana.

"Tapi kenapa harus bekerja sekeras ini?"

"Tapi begitulah caraku untuk bertahan hidup"

"Katakan padaku, memangnya Ryu pelit sekali ya padamu?"

Hana terkekeh geli. "Tidak sama sekali. Gaji dari Ryu cukup banyak di banding tempat lain. Makanya aku betah disana."

Merekapun melanjutkan permbicaraan hingga jam istirahat Hana hampir habis.

---

Hana membuka pintu kamar dengan pelan. memasuki ruangan yang diisi 4 dipan saling berhadapan. Tapi hanya ada dua dipan yang terisi. Salah satunya adalah yang sedang dituju oleh Hana saat ini.

Setelah menyapa Nyonya Korumi, Hana duduk di kursi. Disamping seorang laki-laki yang terbaring tenang dengan selang selang oksigen dan infus menancap di tangannya. Laki-laki itu sudah terbaring disana lebih dari 6 bulan. Dan selama itu pula Hana banting tulang untuk merawatnya. Laki-laki itu seakan menjadi jawaban atas pertanyaan Toru hari ini.

"Onii-chan. Aku pulang." Hana menggenggam tangan lemah itu.

Setiap hari selalu melelahkan untuk Hana, tapi lelah itu sirna ketika ia melihat Yuta. Ia adalah satu-satunya yang Hana miliki saat ini, setelah orang tua mereka telah tiada. Dan Hana selalu yakin bahwa Yuta akan bangun suatu saat nanti.

Yuta, adalah tempat Hana berangkat dan pulang. mereka saling menguatkan. Hana adalah alasan Ryuta masih bernafas hingga akhir ini, dan Ryuta adalah alasan Hana untuk tidak mengakhiri hidupnya di dunia ini.



----


No Good at GoodbyeWhere stories live. Discover now