13

19.5K 2.9K 470
                                    


Selamat siang pembaca budiwati. Kegiatan membaca kita hari ditemani tembang cinta dari Happy Asmara ~ Lintange Ati. 😂😂

❣️❣️❣️

"Mas, itu bener acara nikahan kalian batal?" tanya Ranti saat Azam duduk di depannya, bahkan kakak sulungnya itu belum meletakkan tas ransel hitam yang selalu dibawa Azam kerja. "Beneran?" ulangnya tak sabar menunggu jawaban Azam, sebab kepo tingkat dewanya dalam mode on.

Azam tak menggubris pertanyaan Ranti. Ia mengisi piring dengan nasi putih, tumis sawi, tempe dan tahu goreng, tak lupa sambal terasi. "Gosip itu," jawabnya sebelum menyuapkan nasi ke mulut.

"Gosip apa?" tanya Randu yang baru duduk di sebelah Ranti.

Perempuan bertubuh ramping itu menoleh ke arah Randu. "Itu kata Firli, Mas Azam batalin rencana nikahan mereka," jelas Ranti lalu kembali menatap Azam yang terlihat santai. "Emang gimana, sih, ceritanya, Mas?" Ranti menunggu jawaban Azam.

"Salah paham aja."

Ranti mengangkat kedua alisnya disertai ekspresi heran. "Salah paham gimana? Maksude piye, sih, Mas? Bingung aku."

"Cok! Loroh, Ndeng!" umpat Azam keras saat tempe goreng mendarat mulus di wajahnya. Ia mengambil olahan kedelai itu di meja lalu melempar balik ke arah Randu tetapi meleset. "Gendeng!"

"Rasakno (rasakan)! Makanya kalo cerita itu yang lengkap, jangan sepotong-sepotong gitu. Bikin kesel aja!" komen Randu tidak merasa bersalah. Terkadang ia geregetan dengan Azam, saudaranya itu terlalu irit bicara dan membuat orang harus bertanya berulang-ulang. 

"Iya. Mbencekno kok pancen (ngeselin kok emang)."

Pria berkemeja hijau lumut itu menatap dua saudaranya dengan malas. Kompak dan akan terus merongrongnya sampai berhasil memperoleh informasi. Dua wajah penasaran di depannya itu terlihat lucu, batin Azam. Perlukah bercerita?Azam merasa aneh bila harus bercerita masalah pribadinya, sebab ia bukanlah Randu yang blak-blakan.

"Mas, ditungguin malah njegideg boyo!" sentak Ranti jengkel. "Suwe-suwe tak balang gedang, kok. Cremet aku (lama-lama kulempar pisang ini. Gregetan aku). Mas itu beneran mo batalin nikahannya? Alasannya apa? Mama udah seneng banget itu, cem mana coba kalo batal?" ujar Ranti.

Azam menarik napas panjang, menatap wajah penasaran kedua saudaranya.

"Awakmu lek kesuwen, piring iki tak balangno tenan (kamu kelamaan, piring ini aku lempar beneran)!" ancam Randu tak sabar. Apa susahnya bercerita tanpa mengulur-ulur waktu? Andai tak ada hukuman dari ibunya, mungkin piring kosong di depannya ini sudah melayang ke wajah Azam.

Lirikan sengit dari Azam untuk Randu begitu tajam. Andai lirikan itu sebuah bumerang, mungkin dalam hitungan detik kepala Randu sudah terpisah dari badannya. "Firli itu salah paham aja. Dikira putusnya aku sama Tita gegara dia. Ngotot mo batalin dia, aku iyain aja, males ribut."

"Leh? Mas nggak jelasin gitu yang sebenernya?" tanya Ranti. Azam menggeleng.

Perempuan pemilik tinggi badan 160 sentimeter itu menepuk dahinya keras. Meski sakit tapi Ranti lebih kesal kepada Azam. Ingin rasanya ia lemparkan Azam ke Gurun Sahara agar otaknya enceran sedikit. "Biyuh! Ada gitu manusia sebodoh dia," gumam Ranti tak percaya. Ia jadi bertanya-tanya, sewaktu hamil Azam, mamanya ngidam apa? Bisa-bisanya jadi makhluk seperti Azam.

Gila Nggak, Sih?Where stories live. Discover now