3

21K 2.6K 168
                                    

❣️❣️❣️

"Assalamualaikum... calon mantu datangggg!"

Keluarga kecil yang sedang duduk mengitari meja oval berukuran sedang itu saling pandang lalu menoleh ke pintu menunggu si empu pemilik teriakan. Tak lama Randu—pria berkulit kecokelatan—berjalan cepat menghampiri tiga orang dewasa tersebut dengan memamerkan senyum mautnya. Ia lalu menarik kursi di samping Firli, mengambil piring kemudian mulai mengisinya tanpa malu.

"Bengok-bengok ae koen iku, Ran, mok kiro kampunge mbahmu opo (teriak-teriak aja kamu itu, Ran, dikira kampung nenekmu apa)," omel Rina akan kelakuan Randu. Keponakannya itu tingkah lakunya hampir mirip dengan Firli, mengucapkan salam dengan keras tetapi belum sampai di pintu.

"Iyo iki. Lambene njauk dilombok, Ma, cek nggak bengok-bengok ae (Iya ini. Mulutnya minta dicabein, Ma, biar nggak teriak-teriak aja)," sahut Firli yang seakan tidak sadar jika dirinya sama seperti Randu.

Randu cengengesan mendapat omelan Rina serta Firli, sebab mamanya pun tak jauh beda. Jadi dirinya sudah kebal, "Ngko lek meneng ae dikiro bisu. Repot mosoh knalpot iki (Ntar kalo diam aja dikira bisu. Repot musuh knalpot ini)," ujarnya sembari menyuapkan nasi tumis sawi dan tahu. Bola mata cokelat itu bergerak memperhatikan gadis tinggi di sebalahnya.

"Ya tapi itu mulut dikondisikan dong," balas Firli akan elakkan Randu. "Gitu kok ngatain aku MSA, orang, Mas, gurunya." Tangannya kembali menyuapkan sendok penuh sayur ke mulut.

"Heleh, calon suami datang bukannya dikasih senyum malah diomeli." Randu memasang wajah sedih agar mendapat simpati dari Firli juga Rina, tetapi sepertinya dua wanita beda usia itu menanggapinya dengan cibiran.

Gadis berkaus longgar warna navy dipadu celana jeans selutut yang asyik  makan tempe goreng melirik pria di sampingnya dengan sinis. "Ogah banget jadi istri, Mas Ran, atit hati yang ada. Mas Ran, kan setia. Setiap tikungan ada." 

"Oh ya, Fir, MSA itu apa?" sela Hamdan dan Rina bersamaan karena ingin tahu arti dari julukan yang Firli berikan untuk Randu.

"Manusia seribu alasan, pinter ngeles gitu," terang Firli cepat.

Setelah paham Rina mengangguk lalu membereskan peralatan kotor bekas makan, membawanya ke dapur. Hamdan sendiri pamit berangkat kerja karena sudah ditelepon customer yang akan dibuatkan kitchen set oleh team-nya.

"Hati-hati, Om." Setelah itu ia menoleh ke arah Firli. "Kamu nggak kerja?" Setelah mendapat gelengan dari Firli, ia mengambil gelas dan mengisinya dengan air putih, kemudian meneguknya hingga setengah.

"Libur. Eh, Mas Ran, ke sini ada perlu apa?" Firli mengganti posisinya menghadap Randu yang tengah menghabiskan telur dadar yang baru saja ia ambil.

Sesaat Randu terdiam dari mengunyah, seringai kecil tercipta samar sebelum memberi jawaban untuk sepupunya ini. Pelan namun pasti, Randu menoleh dengan tangan masih memegang sendok. "Ngajakin kamu ke KUA."

Seketika atmosfir di sekitar meja makan membeku, tetapi berbanding terbalik dengan yang dirasakan Firli. Pipi yang awalnya cerah sekarang menggelap dan menghangat yang tersapu warna mawar pekat dan menjalar ke seluruh parasnya. Lidah Firli pun terdiam tak bergerak, seolah cacing yang dibekukan di frezeer. Otaknya mendadak kosong, bagai bejana air yang tumpah tak bersisa. Firli bahkan tak mampu membalas ucapan Randu seperti biasa, ia benar-benar seperti patung yang hanya bisa melihat tanpa bisa berbicara.

Gila Nggak, Sih?Where stories live. Discover now