9

16.7K 2.5K 232
                                    


❣️❣️❣️

"Huh! Semangat, Fir!" Firli menyemangati dirinya sendiri sebelum berangkat kerja pukul sebelas siang.

Terasa malas hari ini untuk berangkat kerja, padahal dia paling antusias bila kerja. Tidak ada yang istimewa di kantor, hanya saja bercanda dengan teman-temannya yang paling Firli suka. Tetapi entah mengapa, antusiasme itu lenyap, bagai debu tersapu angin. Tak berbekas sama sekali. Ada apa dengannya? Apa ini ada hubungannya dengan hal itu?

Firli menggoyangkan kepalanya mengusir pikiran konyol yang menyentilnya kuat. "Nggak mungkin, ah," elak Firli.

'Terus aja ngelak, Fir,' ejek pikirannya.

Mau tidak mau Firli harus menerima kenyataan jika hal itu memang pemicu anjloknya suasana hatinya pagi ini. Foto yang biasa saja tapi mampu menimbulkan rasa marah di hati Firli.

"Ya ampun," ujar Firli lelah. "Bikin capek, lho, cemburu itu."

"Fir! Udah setengah sebelas lho. Cepet berangkat." Rina melongok dari balik pintu yang sedikit terbuka. Melihat gelagat tak biasa dari Firli, Rina masuk dan duduk di kasur. "Kenapa sih? Soal orang yang kamu suka itu? Dia kenapa?" cecar Rina ingin tahu.

"Nggak ada."

"Siapa, sih, Fir? Kamu belum bilang lho."

Gadis bermata sipit itu tersenyum kecil mengingat obrolan mereka beberapa hari lalu. Saat Firli sudah tidak bisa mengelak dan siap menjawab, Deni—adiknya yang duduk di kelas dua SMP—memanggil Rina karena ada tamu. Alhasil, mamanya itu langsung keluar dari kamarnya tanpa babibu lagi.

"Ada, deh. Berangkat dulu, Ma." Firli keluar kamar diikuti Rina hingga ke teras. Ia tengah bersiap melajukan motornya, saat Rina memeberinya pesan.

"Nanti pulang kerja langsung ke rumah Budhe Endang, ya. Mas Affan udah dateng dari Bali, nyariin kamu," perinta Rina sambil mendorong keluar motor Firli sebelum menutup pagar rumah.

Wajah lesu Firli seketika semringah. "Beneran, Ma? Widiw... nagih oleh-oleh, ah. Hahaha...." Tiba-tiba saja tawa Firli berhenti karena pukulan di helm-nya. "Mama, iki lho," rajuknya.

"Oleh-oleh tok ae seng mok pikir. Ndang budal kono (oleh-oleh aja yang dipikirin. Cepet berangkat sana)."

"Wajib iku, Ma. Apa lagi po gratis, hehehe."

Rina berdecak. "Cepet berangkat."

Firli berangkat setelah mencium punggung tangan Rina.

❣️❣️❣️

Astri melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 17.20 WIB itu artinya sebentar lagi putranya datang dan ia sudah tak sabar untuk memeberondong berbagai pertanyaan untuk Azam. Bagaimana putranya terlihat biasa saja saat masalah tengah memeluknya? Dan hari ini ia baru tahu. Azam begitu pintar menyimpan masalahnya.

Tak lama berselang terdengar salam dari suara yang sangat ia kenal. Astri pun memperbaiki dudukunya, menegakkan badan, melipat tangan di depan dada, dan memindai Azam tanpa jeda yang menghampiri dirinya.

Saat menghampiri Astri, Azam merasakan aura tak biasa dari mamanya. Ada apa gerangan? Sepertinya Astri terlihat siap memuntahkan lahar panas padanya. Apa ia sudah berbuat salah hingga memicu kemarahan Astri? Tapi ia tak merasa berbuat apa-apa. "Kenapa, Mama, lihat aku kayak mau makan gitu? Ada masalah?" tanya Azam ketika berhasil mendaratkan pantat di sofa depan Astri setelah mencium punggung tangan Astri.

Gila Nggak, Sih?Where stories live. Discover now