Mereka melangkah mendekati si nenek, lantas duduk di hadapannya.

"Permisi, Nek," ucap Retno pelan.

Si nenek memalingkan wajahnya dari laut dan menatap Retno juga Wawan bergantian.

"Ya, ada apa?" tanyanya diiringi senyum.

Retno dan Wawan bernapas lega, akhirnya ada yang merespon mereka dengan ramah di tempat ini.

"K-kami mau numpang tanya, itu pun kalau, Nenek, gak keberatan," ucap Wawan.

"Silakan...."

Wawan menyikut tangan Retno, "Buruan!"

"Kami mau nanya di mana rumah ... Santi, Nek?" tanya Retno sedikit ragu.

Lama si nenek terdiam, tetapi tak beranjak pergi meninggalkan warung seperti yang lainnya.

"Akan saya antar jika mau," jawabnya pada akhirnya.

Wajah Retno dan Wawan berubah cerah seketika. "Terima kasih, Nek," ucap Retno.

"Tapi sebelum itu, ada hal yang ingin nenek tanya," lanjut si nenek yang membuat mereka berharap-harap cemas kembali. "Apa tujuan kalian ke sana? Karena jika tak terlalu penting, lebih baik jangan."

"Kenapa jangan?" tanya Retno.

Wanita dengan rambut putih yang menghiasi hampir seluruh kepalanya itu, menatap Retno dengan saksama.

"Karena siapa pun yang datang dan mengunjungi rumah Santi, apalagi bertemu dengannya, dia akan mengalami hal-hal aneh."

"Hal aneh? Apa itu?" Wawan tak kuasa menahan rasa penasarannya.

"Nanti juga kalian tahu jika memutuskan untuk tetap ke rumahnya." Si nenek tersenyum melihat raut muka Retno dan Wawan yang mengerut.

"Bagaimana, Ret?"

"Lanjutkan!" seru Retno yakin.

Wawan tertawa. "Kau memang gila!"

"Kalau itu mau kalian, mari saya antar."

"Tapi sekarang lagi...." Wawan ternganga saat melihat ke arah jalan.

"Lagi apa ...?" tanya si nenek lantas tersenyum.

"Tadi waktu lagi ngobrol, masih hujan, kan, Ret?" bisik Wawan.

"Sepertinya kali ini memang akan lebih sulit dan menantang. Kau yakin masih mau ikut? Aku tak akan melarang jika kau mau kembali," ucap Retno sambil tetap memperhatikan si nenek berjalan di depan mereka.

"Aku tetap ikut!" seru Wawan dengan tekad bulat.

Mereka pun meninggalkan warung yang sekarang kosong, meninggalkan motornya begitu saja di depan warung, berjalan kaki mengiringi langkah si nenek.

Setiap warga yang berada di warung dan rumah yang mereka lalui, menatap mereka dengan sinis dan penuh kecurigaan, tetapi mereka mencoba mengabaikan, tetap melangkah menuju rumah Santi.

"Jadi itu alasan warga di sini menghindari pertanyaan tentang Santi?" tanya Retno di sela perjalanan.

"Ya! Mereka tidak mau mengalami hal buruk lagi dengan membahas soal Santi," jawab si nenek.

Tak sampai lima menit berjalan, si nenek berhenti melangkah, menatap sebuah rumah dari kayu belian yang cukup besar.

"Kenapa, Nek?" tanya Retno.

"Itu rumahnya!"

Ternyata tak sejauh yang mereka duga dan tak seperti bayangan mereka tentang rumah yang sederhana.

DESA SETANМесто, где живут истории. Откройте их для себя