Bagian Satu - Namanya Akbar

298 30 72
                                    

Tidak ada pertemuan tanpa kehendak-Nya.

*****

"Saya ingin melamarmu," ucap laki-laki yang tidak asing lagi dihadapannya. Bagi Najwa ini bukan pertemuan pertama, namun tetap saja ia merasa terkejut dengan ucapan yang terlontar dari mulut laki-laki itu.

Laki-laki yang berperawakan kekar dengan seragam dokter yang dipakainya, seolah menghipnotis seluruh pemikiran Najwa. Najwa tidak langsung menjawab pernyataan itu, hanya saja sibuk dengan pemikiran yang kian kemari.

"Jika pun sudah siap, saya akan segera datang ke rumahmu," ucapnya lagi. Laki-laki tersebut kembali berlalu pergi. Ia tidak memberikan peluang untuk Najwa menjawab seluruh pernyataan yang terdengar seperti pertanyaan.

Kini Najwa berusaha mengingat pertemuan-pertemuan tersebut. Untuk pertemuan pertama sekitar satu bulan yang lalu, di mana Najwa yang mengantar Ayahnya untuk menemui dokter Haris. Namun dipertemuan itu tidak ada ucapan perkenalan apa pun, bahkan untuk satu senyuman tidak didapatkan.

Berlanjut ke pertemuan kedua saat Najwa baru saja pulang dari minimarket. Namun tidak jauh berbeda, keduanya hanya berpapasan tanpa saling melontarkan sapa. Dan pertemuan ke tiga dikejutkan dengan ucapannya. Bagaimana bisa laki-laki yang sebatas bertemu tiga kali langsung mantap ingin melamar? Lelucon apa?

Najwa kembali melanjutkan aktivitasnya, ia segera berlalu menuju rumahnya. Setelahnya mendapatkan obat yang dimaksud, Najwa bergegas pergi. Ia tidak ingin berlarut memikirkan hal yang baginya tidak bisa dimengerti.

Tetapi wanita tetaplah wanita yang terkadang tidak bisa bersikap cuek untuk masalah perasaan. Jujur ketika kata itu terlontar dari laki-laki berstatus dokter yang bahkan Najwa sendiri tidak tahu namanya, cukup membuat Najwa bergetar.

***

Tidak lebih dua puluh menit Najwa telah sampai di rumahnya. Ia segera berburu ke kamarnya, rasa lelah hari ini cukup membuat sosok Najwa sedikit emosi.

Najwa adalah anak tunggal dari pasangan Dini dan Andi, ia baru saja lulus di salah satu perguruan tinggi di Jakarta. Kini profesinya sebagai guru pengajar Aliyah di yayasan yang dibangun oleh Ayahnya.

Mungkin banyak orang yang mengira, menjadi anak tunggal tidak perlu kerja keras untuk mencukupi keinginannya. Tapi tidak bagi Najwa, kedua orangtua-nya selalu mengajarkan untuk tetap bersikap mandiri. Maka dari itu Najwa berusaha mencukupi kebutuhannya dengan penghasilan sendiri, tanpa membebankan kedua orangtua-nya.

Lagi-lagi ucapan dokter tadi kembali mengganggu pikiran Najwa. Ia sedikit penasaran tentang keseriusan itu, apa dia salah orang? Atau dia mengikuti trend prank? Benar-benar di luar nalar.

"Kamu di sini? Tadi Bunda panggil-panggil, mana obatnya?" pemikiran Najwa cukup membuat pendengarnya enggan mendengar dari kejauhan. Sebegitu berpengaruhnya laki-laki itu? Atau dirinya yang terlalu menekan hatinya?

"Kenapa?" tanya Dini yang tidak lain ialah Bunda dari Najwa. Najwa hanya menatap lemah, ia pun berpikir tidak mungkin menceritakan banyak hal pada Bundanya.

"Cerita saja." Dini seperti mengetahui seisi otak anak gadisnya ini.

"Tidak, Bun. Najwa baik-baik saja," jelas Najwa dengan memberikan senyuman tulusnya, ia benar-benar ingin menyembunyikan perasaannya itu.

"Ya sudah, Bunda ambil obatnya yah." Dini yang berlalu meninggalkan buah hatinya yang sudah beranjak dewasa itu.
Sebenarnya, memang ada banyak sekali rasa penasaran yang ingin ia tanyakan pada Najwa. Namun, Najwa pun perlu privacy yang membuatnya ingin menyimpan perasaannya sendiri tanpa berbagi.

Liku Najwa (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang