Sesenta y cuatro

148 7 3
                                    


Kelima laki-laki itu sudah kembali berada di dalam mobil. Mereka dengan Sena yang mengendarai mobil yang mereka tempati, berjalan lurus ke arah yang memungkinkan dimana Kimo dibawa oleh pelaku. Jika dipikir-pikir akan terlalu beresiko kalau pelaku membawa Kimo ke jalan raya yang ramai mengingat sepenting apa pengaruh Kimo dan keluarganya. Bahkan saat ini mereka yakin keluarga Kimo sedang melakukan hal yang sama dengan apa yang kelima laki-laki itu lakukan.

Ray sudah berkali-kali mengusap wajahnya karena frustrasi dengan rentetan kejadian yang terjadi kepada Kimo. Ray tidak bisa membayangkan apa jadinya jika ia merasakan apa yang Kimo rasakan sekarang. Kimo memang perempuan yang sangat kuat. Ray harap Kimo bisa selamat dalam kejadian naas ini.

"Menurut gue kita coba cari di jalan ke arah hutan. Kayaknya ada kemungkinan." Rafael yang duduk di sebelah Sena memberikan saran. Sejak tadi laki-laki itu berdiam mungkin karena terlalu terkejut dengan apa yang terjadi.

Sena mengangguki saran yang diberikan oleh Rafael, ketika Sena dihadapkan oleh dua jalan, Sena langsung banting stir ke jalan yang mengarah ke hutan. Jalan yang hanya diujukan untuk para pemburu binatang liar di hutan.

Di tengah-tengah suasana tegang yang mereka rasakan, hp Ray bordering. Terlihat nomor yang tidak dikenal di sana, tanpa pikir panjang Ray mengangkat dan segera menempelkannya di telinganya.

"Halo?"

"Halo Ray, ini Kemi. Gue butuh bantuan lo."

Ray langsung menegakkan duduknya. Jantung berdetak dengan cepat ketika mendengar Kemi, kembaran Kimo langsung meminta tolong kepadanya.

"Gue sudah tau dimana keberadaan Kimo, tapi masalahnya kami tidak bisa datang dengan cepat. Lo pergi ke arah jembatan gantung setelah lewat hutan. Mobil pelaku baru saja berhenti di sana. Gue tau lo juga sedang cari Kimo kan? Gue harap lo sampai tempat waktu."

Setelah itu nada sambung terputus. Farel yang lagi-lagi duduk di sebelahnya menatap Ray dengan pandangan penasaran. Ray mengangguk kuat, lalu berkata, "Lewatin hutan ini, kita harus ke jembatan setelah hutan! Kimo ada di sana."

Sena langsung menancap gas mobil dengan kecepatan di atas rata-rata.

***

Pria itu-Hans Fredi- pria berdarah campuran Jerman dan Swedia itu turun dari mobil seorang diri. Ia sengaja memberhentikan mobilnya di tengah-tengah jembatan yang sangat lengang itu. Hanya ia dan tentu saja orang yang menjadi korbannya yang ada di sana. Pria itu menarik napasnya, lalu mengeluarkan sebuah rokok dari sakunya. Tangannya mengambil sebuah korek dari dalam mobil, lalu membakarnya. Dihirupnya dalam-dalam rokok itu sampai rasa tenang mulai merasukinya. Tidak jarang pria itu memejamkan matanya sekedar menikmati udara yang cukup sejuk sore itu. Rasanya begitu damai pikirnya.

Berbeda dengan Kimora yang dengan sengaja ia letakkan di dalam karung ketika perempuan itu pingsan tadi. Sampai sekarang Kimo masih saja belum sadar atau bahkan sudah kehilangan nyawa? Pria itu tidak yakin. Tetapi jika benar-benar Kimo sudah kehilangan nyawanya maka akan sangat mudah pekerjaan pria itu kali ini.

Hans sangat mengingat bagaimana rasa iri timbul di dirinya ketika mengingat kejadian dulu yang sangat tidak megenakkan. Hans adalah saudara tiri ayah Kimo yang merupakan anak dari istri baru kakek Kimo. Secara Hans memang tidak ada hubungan sama sekali dengan keluarga gelbert selain hanya sebagai anak angkat murni yang sama sekali tidak memiliki darah Gelbert. Menjadi anak angkat tidak membuat Hans memiliki semuanya seperti apa yang dimiliki oleh ayah Kimo. Hans membencinya dan ia tidak sudi jika harus menderita sendiri karena tidak memiliki apa-apa.

Tidak lama Kimo terbangun dari pingsannya. Tubuhnya langsung bergerak panik ketika menemukan dirinya tengah berada di dalam karung. Lagi-lagi napasnya sesak, wajahnya sudah membiru karena lebam dan kekurangan oksigen. Tenggorokannya terasa dicekik, Kimo benar-benar tidak bisa menghirup udara saat ini.

Gerakan panik Kimo menimbulkan sebuah goyangan dari mobil dimana Hans bersandar sambil merokok. Hans langsung membuang rokoknya, lalu menginjaknya. Pria itu berdecak ketika mengetahui bahwa Kimo belum mati. Dengan malas, ia membuka pintu belakangnya dan membuka karung itu. Saat itu juga Kimo mendongakkan kepalanya, lalu mengambil napas dalam-dalam seolah rakus sekali akan oksigen.

Tubuh Kimo merasa kebas, bahkan ia tidak bisa merasakan lagi kakinya yang entah bagaimana nasibnya sekarang. Kimo memejamkan matanya, sedikit merasa lega ketika dirasanya ia bisa bernapas. Tetapi kelegaan itu tidak bertahan lama ketika pria itu menarik rambut Kimo hingga membuat tubuh Kimo keluar dari mobil dan terjatuh ke jalan aspal. Kimo menangis lagi, rasa sakit yang sempat tak ia rasakan karena tubuhnya kebas, kini kembali terasa. Rasanya sakit sekali.

Kimo tertatih, tak lagi berteriak histeris kesakitan seperti tadi. Ia tidak ada lagi tenaga untuk berteriak ataupun bersuara. Kali ini, Kimo benar-benar hanya bisa berpasrah.

Pria itu menatap rendah ke arah Kimo yang sudah pasrah tergeletak di jalan. Keadaannya sudah sangat mengenaskan, bahkan pria itu sempat takjub karena perempuan itu masih membuka matanya. Tetapi tetap saja rasa benci sudah menguasainya. Rasa takjub itu seketika berubah menjadi amarah yang begitu besar. Ia marah karena perempuan itu masih membuka mata. Tidak ada waktu lagi, ia harus membunuh perempuan itu sekarang.

Pria itu menyeret ikatan tangan Kimo yang berada di punggungnya sehingga membuat tubuh Kimo yang tergeletak di jalan itu terseret dengan aspal yang tajam dan panas. Kimo meringis lagi, ditambah luka tusukan di kakinya, luka lebamnya serta luka goresan di tanganya bergesek di aspal itu. Kimo tidak bisa memberontak lagi karena tidak ada lagi tenaga yang tersisa. Bahkan untuk sekedar bernapas saja ia kesulitan.

Untuk sementara pria itu berhenti, tapi kemudian dengan tidak berperasaan, pria itu menarik rambut Kimo agar perempuan itu berdiri. Kimo tidak bisa berdiri, walau rambutnya harus ditarik keras seperti itu. Kimo memejamkan matanya menahan rasa sakit yang menjalar. Pria itu kesal karena tidak berhasil membuat Kimo berdiri, kemudian diletakkannya tangannya di bawah ketiak Kimo dan mengangkat tubuh perempuan itu dengan santai. Kimo tidak bergerak lagi, ia sudah sangat pasrah. Apapun yang terjadi pada dirinya, ia akan serahkan keputusannya kepada Tuhan. Entah dia masih diberi kesempatan bernapas atau malah menghembuskan napas terakhir.

Di bawah jembatan itu terdapat sungai yang alirannya cukup deras. Pria itu mendorong tubuh Kimo dengan tenaganya menuju ke tepi pegangan jembatan. Ia rasa ini adalah waktu yang pas. Sudah saatnya semuanya berakhir.

"Selamat tinggal Kimora."

Kimo memejamkan matanya, bibirnya bergetar karena menangis. Air mata keluar dari pelupuk matanya sebelum pada akhirnya pria itu melempar tubuh Kimo ke bawah. Tubuh Kimo yang penuh darah dan lebam, jatuh ke air dengan sangat mudah. Perempuan itu sudah tidak membuka matanya lagi sampai akhirnya tubuhnya itu tertelan dimakan air.

Tbc.

Sweet but PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang