Treinta y dos

291 25 19
                                    

Kimo terbangun keesokannya dengan seragam yang masih ia kenakan. Ia menghela napas dengan kasar karena keadaan dirinya yang terlihat begtiu menyedihkan. Sakit kepala itu sudah mereda dan tangannya sudah kembali normal. Ia sudah kembali seperti Kimo yang biasa, syukurlah obat itu bekerja.

Kimo bangkit dan tidak sengaja ia melewati kaca lemarinya ketika ia hendak berjalan ke dalam kamar mandinya. Ia menghentikan langkahnya ketika pandangannya tertarik akan sesuatu yang ada di sudut matanya. Kimo menyentuhnya, bekas air mata. Apakah tadi malam ia menangis?

Kimo menggelengkan kepalanya, buru-buru kembali melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi. Ia harus cepat, ia harus ke sekolah hari ini.

Tidak butuh waktu lama, akhirnya Kimo sudah siap untuk ke sekolah. Kimo tidak sama seperti perempuan lainnya yang akan sibuk memoleskan berbagai macam alat kosmetik ke wajahnya. Tidak, Kimo datang ke sekolah dengan wajah polos. Malas menyisir rambutnya, Kimo memilih untuk mengikat rambutnya asal.

Kimo berjalan keluar. Ketika membuka pintu, ia langsung bertatapan dengan mbok Sum yang sedang berdiri di depan kamarnya sambil membawa sarapan untuk Kimo. Mbok Sum tersenyum kikuk di depan Kimo yang hanya memberikan tatapan datar seperti biasa.

"Non sudah bangun ya? Mbok kira kamu sakit, jadi mbok bawakan sarapan biar non Kimo tidak perlu ke bawah," kata mbok Sum.

Kimo menajamkan matanya. Kimo selalu dingin terhadap mbok Sum. "Saya gak sakit. Saya tidak pernah sakit," kata Kimo, menajamkan setiap kalimat yang keluar dari mulutnya.

Mbok Sum hanya bisa menunduk ketika mendengar kata Kimo. Mbok Sum merasa bersalah karena merasa membuat Kimo tersinggung. "Kalau gitu mau makan sarapannya di atas atau di bawah non?" tanya mbok Sum tidak menyerah.

"Pak De sudah datang?" tanya Kimo tidak mengindahkan pertanyaan mbok Sum sebelumnya.

"Sudah non. Pak De sudah siap di bawah."

Tanpa kata-kata lagi, Kimo pergi meninggalkan mbok Sum yang masih menunggu agar Kimo menjawab pertanyaan yang ia lontarkan sebelumnya. Tetapi sepertinya Kimo tidak peduli dan mbok Sum tidak bisa berbuat apa-apa kepada anak majikannya yang begitu dingin dan tertutup.

***

Kimo berjalan ke arah rooftop dengan tatapan kosong. Ia hanya ingin menyendiri dan pergi dari orang-orang. Mungkin ini terlihat klise karena pasti semua kisah menceritakan sosok pemeran utama yang akan pergi ke rooftop untuk menenangkan diri. Tapi tidak apa-apa. Kimo menyukai keklisean itu.

Kimo menarik napasnya dengan kasar, tidak ada udara yang begitu enak untuk dihirup. Ditambah di atas sana begitu panas, membuat kulit Kimo memerah. Berbeda dengan sekolah lain, sepertinya rooftop sekolahnya ini benar-benar tidak terurus. Kotor dan banyak kursi rusak. Sampah plastik juga bertebaran.

"Gaada pilihan lain," gumam Kimo seraya memejamkan matanya. Hanya perempuan itu yang mengerti dengan maksud gumamannya itu.

"Hei, anak cewek ga boleh ke sini."

Kimo mengerutkan keningnya ketika mendengar sebuah suara yang mengganggunya. Kimo berbalik untuk melihat siapa orang itu.

"Eh Kimo?"

Kimo menaikkan sebelah alisnya. Ternyata hanya Rafael.

Laki-laki itu salah tingkah ketika perempuan yang ia temui adalah Kimora. "Sori-sori. Gue gak tau kalau itu lo. Ngapain lo di sini?" tanya laki-laki tengil itu.

"Bukan urusan lo."

Rafael hanya mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar jawaban Kimo. Sepertinya perempuan ini benar-benar tidak bisa diajak bicara, pikir Rafael. Mungkin akan lebih baik jika Rafael sedikit menjauh dari Kimo agar perempuan itu tidak merasa terusik.

Sweet but PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang