Treinta y cuatro

331 23 29
                                    

Sampai jam pulang sekolah, Zea benar-benar menjadi perempuan yang tidak bersemangat. Zea hanya diam dan tidak fokus dengan pekerjaannya. Ia tidak makan, tapi untung saja ia tetap minum karena memang perempuan itu membawa minumnya dari rumah. Tidak ada senyuman, tidak ada kata-kata receh dari Zea. Tidak ada lagi Zea yang bercerita tentang acara pensi sekolahnya yang akan diadakan dua hari lagi. Intinya Kimo tidak menemukan sosok perempuan itu hari ini. Zea berbeda, seolah ada yang mengganggunya.

"Lo ngapain?" tanya Zea ketika tahu bahwa Kimo mengikutinya sampai keluar kelas. Suara perempuan itu dingin, Kimo memiringkan wajahnya kebingungan.

"Lo kenapa Ze?" tanya Kimo.

"Gue gak papa. Dan tolong jangan ikuti gue." Zea berbalik kemudian melanjutkan langkahnya. Ia tidak mau Kimo masuk lagi ke dalam masalahnya. Ia tidak mau Kimo semakin membahayakan dirinya sendiri atau lantas perempuan itu yang membahayakan orang lain? Zea juga ragu.

"Ze." Kimo tidak tahan. Ia menahan tangan Zea, membuat perempuan itu kembali menoleh. "Pasti ada alasan kenapa lo jadi seperti ini. Cerita ke gue."

Zea menggelengkan kepalanya setelah ia menatap manik mata Kimo lekat. Zea melepaskan pegangan tangan Kimo. "Gue gak mau cerita. Lo gak perlu tahu. Gue gak papa."

"Ze please, I am your friend."

Jujur saja Zea senang tidak kepalang ketika mendengar itu, tetapi Zea harus menyembunyikan perasaannya. Ia harus terlihat seolah ia marah kepada Kimo. Ia tidak mau menyusahkan perempuan itu lagi. Kimo adalah temannya sekarang, dan Zea tidak mau menambah beban temannya itu.

Zea tertawa, tertawa mengejek yang dibuat-buat. "Lo bilang gitu, tapi lo gak pernah cerita tentang lo ke gue yang lo anggap sebagai teman ini. Gue ngerasa gak berguna, Kim! Lo tau semuanya tentang gue, tapi gue?" Zea harus kuat. Ia harus bersembunyi dibalik topeng ini. "Gue gak tau apa-apa. Lo bikin gue kayak orang bodoh!" Dan sebenarnya memang gue bodoh.

Kimo bergeming. Tangannya yang sekali lagi ia tahan di lengan Zea walaupun pada awalnya Zea sudah melepaskannya, kini akhirnya benar-benar lepas dengan gerakan pelan. Kimo menatap Zea dengan datar. Betapa merasa buruknya Zea ketika melihat kembali wajah datar itu setelah senyuman tipis yang selalu Kimo perlihatkan kepada Zea. Karena Zea adalah temannya. Tapi sekarang?

Sepertinya Zea sudah berbuat kesalahan dengan kata-katanya.

"Gue gak tau semua tentang lo, Ze. Gue gak pernah tau sosok lo yang seperti ini," kata Kimo pelan. Perempuan itu berbalik, ia ingin pergi, meninggalkan Zea yang mungkin tidak ingin lagi berteman dengannya.

Kimo seketika merasa bersalah karena tidak menjadi teman yang baik. Kimo memang bodoh dalam soal pertemanan.

"Kim."

Kimo menghentikan langkahnya.

"Mulai besok, lo duduk saja di tempat awal lo."

Yang terdengar selanjutnya adalah derap langkah Zea yang berjalan menjauh. Kimo yang masih berdiri di posisinya, sedikit menoleh ke arah dia dan Zea berbicara tadi. Obrolan yang sangat tidak membuat nyaman. Kimo tidak suka dan Kimo merasa marah. Ya, sekarang ia marah karena Zea.

Yang dilakukan Kimo hanya ingin membuat Zea senang dan mempunyai seseorang untuk diandalkan, tetapi nyatanya Kimo hanya bisa tertawa miris ketika mendengar penuturan Zea. Tidak mudah untuk menceritakan keadaannya kepada seseorang. Keadaannya sekarang tidak akan berubah walaupun Zea tahu. Lagipula perempuan itu juga tidak akan bisa berbuat apa-apa terhadap keadaannya. Jadi tidak ada gunanya juga untuk bercerita.

***

Di sisi lain masalah juga datang menghampiri Sena. Sudah karena orang carian yang tidak kunjung-kunjung ketemu, ditambah dengan posisi Radit yang selalu mengganggu Rahma. Mengingat bagaimana susah payahnya laki-laki brengsek itu menggoda Rahma, membuat kepulan asap amarah keluar tak henti-henti dari kepala Sena.

Sweet but PsychoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang