Liputan

1.2K 77 22
                                    

Sahla segera meluncur masuk gedung kantor selepas suaminya mengantarnya. Tampaknya karyawan sudah berkumpul di ruang meeting. 

"Ada apa?" Bisik Sahla pada Lidya setelah menarik bangku disamping gadis itu. 

"Aku juga kurang tau sepertinya ada hal penting." Jawab Lidyapun setengah berbisik. 

tak berapa lama Bu Andien pimpinan redaktur, membuka pertemuan mendadaknya bersama para wartawan senior maupun magang. 

"Maaf saya mendadak mengumpulkan kalian disini, karena ada hal penting," tegasnya.

"Ada penemuan mayat bayi di kalimantan, saya minta Irul dengan Lidya untuk kesana mencari informasi mengenai kronologinya, Lalu Maya dan Sahla saya minta kalian berdua untuk menggantikan Irul meliput bencana banjir dan tanah longsor di daerah Lebak Banten, sedang Fathur dan Agus tetap tangani kasus yang sedang kalian gali kemarin." Perintah bu Widya memberikan tugas pada masing-masing wartawan.  

Setelah diberikan penjelasan kelimanya beranjak meninggalkan gedung demi melaksanakan tugas masing-masing. 

"Kamu siap-siap ya, bawa pakaian." ucap Mba Maya, wartawan senior usai briefing dari Bu Bu Andien. 

"Bawa pakaian mba?" 

"Iya disana kita nggak mungkin sehari karena harus menelusuri tempat kejadian." 

"Berapa hari kita disana?" 

"Sekelarnya kita liputan La." Sahla tampak kaget mendenganya. 

"Kamu harus terbiasa dengan kondisi mendadak seperti ini, apalagi ditugaskan ke tempat jauh. Jangan khawatir saya yakin kamu bisa." Mba Maya mensupportnya. 

Ini pertama kalinya Ia liputan keluar kota. Untungnya tidak sendiri tapi bersama Mba Maya. Seniornya. Benar apa kata mba Maya, Ia harusnya tidak kaget dengan tugas dadakan seperti ini. Karena Ini sudah menjadi hal biasa bagi seorang jurnalis maupun wartawan. 

Pengalaman sesungguhnya baru akan dimulai. Sahla tampak amat sangat bersemangat.

Setiba di rumah Ia meminta izin pada suaminya pergi ke luar kota untuk meliput bencana alam longsor yang terjadi di daerah lebak banten. Nyatanya suaminya tidak mengizinkan. 

"Mas nggak mungkin kan aku membatalkan, ini sudah tugasku."  Tukas Sahla masih sibuk memasukan baju ke ranselnya. 

"Kenapa kamu malah menerima tugas ini? kamu bisa kan minta tugas yang lain yang masih disekitar sini?" Sahla belum menjawab Ia sibuk memasukkan alat mandi dan make up ke dalam pouch. 

"pokonya mas tidak izinkan!" Tegas Sultan melihat Istrinya masih keukeuh. 

Sahla membalikkan badannya, menatap netra mata suaminya. 

"Mana bisa aku pilih-pilih tugas mas? Nggak prefesional jika aku menolaknya. Lagian ini sudah menjadi impianku mas! katanya kamu mendukung tapi kenapa tidak mengizinkanku." Gerutu Sahla. 

"Aku bukan tidak mendukung tapi kuminta tidak sekarang! Mas takut terjadi apa-apa pada kamu, kamu juga baru saja sembuh?" 

"Mas, aku nggak sendiri ada mba Maya. dia seniorku."

"Tetap saja disana berbahaya sayang."

"Maafkan aku mas, bukan aku tidak mematuhimu, tapi ini sudah menjadi tugasku, ini resiko yang harus aku hadapi, kumohon mas mengerti." Ucapnya memohon pada suaminya yang masih tampak kesal dengan istrinya yang bersikukuh untuk pergi. 

"Mas kumohon percaya padaku, tidak akan terjadi apa-apa." Sahla memohon lagi dengan mimik wajah semeyakinkan mungkin. 

Meski dengan setengah hati akhirnya Sultan mengangguk, mengizinkan istrinya pergi.  meninggalkan dirinya di apertemen.  

Pernikahan SurgaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang