27. The King : am I daydreaming ?

4.3K 240 11
                                    

Decan mengerjapkan matanya mencoba menetralkan retinanya dengan cahaya yang masuk. Ia melenguh ketika sedikit bergerak dan merasakan sakit pada punggungnya. Bau obat-obatan menyeruak masuk lewat indera penciumannya, sangat kuat dan menyengat.

Sudah di pastikan ia sekarang berada dirumah sakit. Decan memegang kepalanya, sangat sakit dan berat. Lalu ia melihat kakinya, merasakan sesuatu membungkus engkel kakinya. Ia yakin ia pasti mengalami cedera parah setelah preman-preman sialan itu menghajarnya habis-habisan.

Decan menenangkan dirinya sebentar, ia menyandarkan dirinya pada kasur yang ia tinggikan sendiri.

Saat ia memejamkan matanya, ia ingat sesuatu.

Ia dirumah sakit, tempat umum, sedangkan kemarin ia baru saja dijadikan tersangka sebagai pemilik mesin kremasi dirumahnya sendiri.

Decan menelan ludah, ini bukan tentang ia takut untuk berhadapan dengan polisi, tapi ia takut tak bisa menyelamatkan Sabella, satu-satunya alasan Decan untuk hidup. Decan jelas sudah menemukannya.

Decan lalu mencoba turun dari kasurnya, melepas selang oksigen dan infus dari dirinya. Ia lalu tertatih-tatih untuk keluar dari kamar inapnya, mencoba agar tak tertangkap oleh polisi yang mungkin sudah atau bahkan tidak mengetahui dirinya disini.

Decan sedikit mengintip lewat celah sampai akhirnya ia keluar dan mencari tempat persembunyian. Ketika berada di lorong rumah sakit, Decan dapat melihat beberapa petugas polisi yang sedang patroli dan beberapa suster yang lewat. Tapi Decan mencoba menghidarinya dan menyelinap lewat ruang-ruang kecil di rumah sakit.

Setelah begitu jauh ia melewati ruangan dan turun lewat tangga darurat Decan merasakan pundaknya di tepuk oleh seseorang. Decan mencoba untuk kembali lari, namun seseorang itu menahananya.

"Decan ini gue,"

Decan berbalik, dan menemukan Poppy tengah terengah-engah sambil bertumpu pada lututnya. Decan mendekat, lalu menarik Poppy ke pelukannya. Decan menenggelamkan wajahnya pada leher Poppy.

Poppy mengangkat tangannya untuk mengelus pundak Decan, "gue tau dengan apa yang lo lakuin dengan mesin kremasi atau apapun itu. Lo sekarang jadi buronan, berita tentang lo dan bukti-bukti udah tersebar di seluruh stasiun televisi."

Poppy terdengar menarik nafasnya. "jujur gue takut. Gue bingung, gue nangis semalam sampai gue gak bisa bersuara. Gue rasa lo gak ada bedanya sama Adam si bajingan itu."

"gue ngerasa gak ada gunanya gue lapor polisi tentang semuanya, toh gue Cuma menghancurkan karma atas apa yang lo perbuat."

Poppy melepas pelukannya pada Decan, "tapi gue sadar sesuatu, mungkin dengan menyelamatkan Sabella dan menumpas kejahatan Adam Bernadi yang udah menipu semua rakyat di negri ini bisa menebus kesalahan lo— walaupun enggak semuanya." Ucap Poppy lalu tersenyum.

"dan lo harus tau sesuatu, gue gak akan berhenti bantuin lo hanya karna gue tau dan nyimpen kesalahan lo. Gue bakalan bantu lo menebus kesalahan demi Nenek lo, Aleesha, Sabella yang udah gue anggap keluarga gue sendiri."

Tak sadar air mata Decan meleleh di pipinya, Decan terkekeh lalu kembali memeluk Poppy dengan erat. Se erat yang ia bisa.

"kita gak seharusnya disini," ucap Poppy. Decan mengangguk.

Poppy lalu merangkulkan tangan Decan di pundaknya dan membantu Decan untuk menuruni tangga menuju basement.

Ketika sampai di basement, Poppy lalu menuntun Decan menuju mobilnya. Poppy dengan cepat menyalakan mobilnya, mengendarainya dengan kecepatan di atas rata-rata agar ia dapat keluar dari lingkungan rumah sakit dengan cepat.

The Last Psycho's SlaveWhere stories live. Discover now