12. The Slave : her tears, her pain and her end.

9.3K 352 21
                                    

Comment for next part
Vote for next part
Mature content ! (17+)
Adegan penganiayaan & adegan dewasa.

***

Sabella menatap keluar jendela. Pagi ini di awali dengan hujan deras disertai petir. Ia sendirian. Dengan piyama dan perut kosong. Sudah hampir dua minggu Adam tidak datang, tidak mengabarinya, tidak menelfonnya.

Sabella menghela nafas. Iya yakin Adam sedang marah dan mengontrol emosinya. Tapi haruskan selama ini ? Sabella merindukan sosoknya. Sosok yang menciumnya kala ia tertidur. Sosok yang memasukinya dengan menggebu-gebu.

Sabella menghirup lamat-lamat bau hujan. Ini sedikit menenangkannya walaupun tidak mengenyahkan perasaan rindunya pada Adam.

Sudah berkali-kali ia mencoba menghubungi Adam, tapi nihil ada jawaban.

Sabella lagi-lagi mengela nafas. Ia beranjak, menutup jendela dan berjalan menuju dapur. Ia harus makan.

Sabella membuka lemari es. Mengeluarkan beberapa telur dan sayur-sayuran. Ia ingin makan telur dadar buatan Adam. Sangat ingin. Tapi apa boleh buat, Adam sekarang sedang mengabaikannya dan ia tidak bisa berbuat apa-apa.

Sabella duduk di ruang makan sesaat setelah ia selesai memasak telur. Baunya lumayan enak, tapi Sabella sedikit mual menciumnya.

Sabella mengerutkan dahinya, tidak biasanya ia mual seperti ini. Ia menggeleng, mencoba berfikir jernih kala raganya mendorong dirinya untuk berfikir kemungkinan ia sedang hamil.

Ia tidak mungkin sedang hamil. Ia sedang tidak dalam masa subur kala bercinta dengan Adam untuk terakhir kali. Tapi masih ada kemungkinan yang sangat-sangat kecil untuk dirinya bisa hamil. Tapi bernarkah ia dalam kemungkinan kecil itu sekarang ?

Sabella menghela nafas. Itu tidak sepenuhnya benar. Ia hanya merasakan mual. Itu tidak selalu mengarah bahwa dirinya hamil. Bisa saja ia masuk angin mengingat cuaca yang sejuk sekarang.

Sabella meraih garpu dan pisaunya. Ia memotong telur dadarnya menjadi bagian kecil lalu mendorongnya ke dalam mulutnya.

Ia mengunyahnya perlahan. Enak, batinnya. Bahkan lebih enak dari buatan Adam.

Suapan kedua, masih dengan euphoria yang sama. Ia masih menikmati telur dadar buatannya.

Suapan ketiga. "HWEK !"

Sabella menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Ia berlali menuju bak cuci piring lalu memuntahkan isi perutnya yang baru terisi sedikit.

Tangannya memegang tepi bak cuci piring dengan kuat hingga buku jarinya terlihat memutih. Sabella menangis, air matanya meleleh di pipinya. Ia kesakitan.

Setelah hampir sepuluh menit ia memasukkan kepalanya dalam bak cuci piring. Ia akhirnya terkulai lemas. Ia duduk bersandar di lantai sembari memegang perutnya. Kepalanya sangat pening. Ia menutup matanya.

Sabella tak mau membuat ia sangat berharap dengan berfikiran bahwa ini adalah tanda-tanda kehamilannya. Ia hanya masuk angin, ia harus meyakini dirinya akan hal itu.

Tapi bukannya Sabella menginginkan dirinya hamil ?

Sabella mengela nafas. Ia merasa takut untuk memikirkan bahwa ia hamil. Ia tidak yakin kalau ini takut akan sesuatu yang bersifat seperti resiko melahirkan, ini lebih seperti trauma akan sesuatu.

The Last Psycho's SlaveWo Geschichten leben. Entdecke jetzt