11. The King : his plan through his slave.

9.1K 393 1
                                    

Hai, selamat 1K readers ! Saya seneng banget loh gengs.
Terimakasih sudah membaca cerita thriller-romantic pertama saya yang masih amburadul ini !<3
Tetap sama Decan ya, dia belum di ujung ceritanya <3
Tolong hargai saya dengan comment and vote. Vote tembus seratus aku update malam ini juga !<3

***

Decan menatap Sabella yang kini tengah duduk di hadapannya. Wanita itu lebih memilih memperhatikan suasana dalam cafe dibandingkan memperhatikan Decan. Decan menyeringai sebelum ia menyeruput kopinya. Lalu kembali duduk tegak dengan kaki yang di silangkan.

Decan tak berhenti menatap Sabella. Memperhatikan wanita itu dari atas sampai bawah lalu kembali memperhatikan wajah ayu Sabella.

Decan berdeham, Sabella sempat tak bergeming lalu kembali memperhatikan orang-orang yang berada di cafe.

Decan menghela nafas, mereka sudah tiga puluh menit disini semenjak drama di loby kantornya. Sabella terlihat sangat ketakutan sampai Decan menarik lengannya keluar dari pintu dan menuju cafe di samping kantor. Mereka tak membuka suara— lebih tepatnya lagi Sabella, wanita itu tetap bungkam walau di tanya (ia hanya menjawab dengan anggukan atau gelengan).

"Aku harus pulang." Lalu tiba-tiba Sabella membuka suara. Berpamit pulang.

Decan menahannya, ia menahan tangan Sabella dan menariknya untuk duduk kembali. Sabella menelan salivanya payah lalu kembali duduk.

Bukannya bertanya kenapa Decan menahannya Sabella malah kembali memperhatikan isi cafe. Orang-orang yang melihat akan salah paham dan mengira bahwa ia melakukan kesalahan hingga pacarnya marah dan tak memperdulikannya.

Decan memiringkan kepalanya lalu tersenyum. "Dia suami brengsek yang kamu maksud ?" Tanya nya.

Sabella terlihat membelakkan matanya lalu menahan salivanya dengan susah payah. Ia meraih cangkir kopinya lalu meminum kopinya hingga habis.

Decan terkekeh. "Sudah kuduga." Ucapnya.

Sabella meletakkan cangkir kopi ke meja dengan keras hingga menghasilan suara yang nyaring. Beberapa pengunjung lain sempat menatap kearahnya sesaat.

"Kamu salah paham." Ucapnya.

Decan menaikkan sebelah alisnya seraya tersenyum. "Lalu kenapa kamu kelihatan takut pas aku bilang kita punya janji makan siang di depan pejabat tadi ?"

Sabella menatap mata Decan, ia sedikit memicingkan matanya, ia sedang berpikir untuk menjawab Decan. "I— itu karna kita tidak punya janji sebelumnya !" Jawab Sabella tegas.

"Bukannya kamu harus heran daripada ketakutan ? C'mon... ekspresi kamu tadi kayak istri keciduk lagi selingkuh di depan suaminya." Decan tertawa kecil.

"Semuanya masuk akal kenapa suami mu gak mau punya anak." Decan mengangkat sebelah alisnya lalu menyeringai. "Suami mu gak mau dia punya tanggung jawab lebih. Dia gak mau karna anak itu kamu punya alasan untuk mengancam dia."

Sabella menatap Decan dengan tatapan marah. Darahnya sudah di ubun-ubun, beraninya Decan berbicara seperti itu tentang suaminya.

"Hentikan omong kosongmu."

Decan tertawa kecil, ia menggelengkan kepalanya menatap Sabella.

"Kamu terlalu naif menganggap bahwa kamu dinikahi karna kamu dicintai." Ucap Decan.

"Lancang sekali kamu berbicara seperti itu."

Decan bertepuk tangan seraya tertawa. Orang-orang disekeliling sesaat menatapnya heran. Decan meminum kopinya sebelum kembali berbicara.

The Last Psycho's SlaveWhere stories live. Discover now