41 : Dot bayi

307 28 0
                                    

"Maaf ya.. lama nunggunya," ucap Alfa tak enak hati.

"Iya gapapa, sans ae." Aku berusaha untuk sesantai mungkin, karena dia seperti merasa bersalah seperti ini.

Dia akhirnya menyengir. Dan selanjutnya diam menyelimuti kami berdua. Aku sibuk melihat jalanan yang ramai sedangkan Alfa, dia sibuk dengan tasnya. Dia seperti sedang mencari sesuatu di dalam tasnya. Tapi kubiarkan saja, apapun itu bukan urusanku.

"Nih buat kamu," ucapnya tiba-tiba sambil menyerahkan sebuah kotak kecil. Aku langsung menoleh dan terkejut. Tapi aku tetap menerimanya.

"Selamat ulang tahun," ucapnya sambil tersenyum manis.

Aku tertawa geli melihat hadiah yang diberikan oleh Alfa. Bagaimana tidak, ini adalah sebuah dot bayi.

Beberapa minggu yang lalu aku pernah bilang ke Alfa aku menyukai dot bayi. Bukan tanpa sebab aku tiba-tiba memberitahunya seperti itu. Ini karena aku melihat dot bayi milik cucu dari bibiku. Benar-benar menggemaskan.

"Makasi yak," ucapku masih sambil tertawa.

Beberapa menit akhirnya kami sampai di rumahku. Aku segera turun tanpa diminta oleh siapa pun. Dan ternyata Alfa juga ikut turun.

"Aku ikut ke dalem yak," pinta Alfa.

Aku menimang sebentar. "Entar kamu dimarahin karna pulangnya kelamaan loh," ucapku memberitahu.

"Bentar doang kok, ga lama," ucapnya. Dan akhirnya aku mengangguk sebagai jawaban.

Aku membuka gerbang dan mempersilakan Alfa masuk. Kemudian kami jalan bersama sampai di depan pintu. Saat baru saja ingin memutar knop pintu, aku merasa tanganku tertahan..

Pintunya terkunci.

Oh sial..

Kunci ada pada bang Julian. Kalau rumah terkunci seperti ini berarti bang Julian belum pulang. Ini sudah pasti dia sedang bermain.

"Emang kebiasaan dah tu orang. Seengganya kalo tau bakalan pulang telat, kasih kunci dulu kek," ocehku.

"Argh!"

"Udah jangan marah-marah gitu ah," ucap Alfa.

"Gimana ga marah? Itu orang emang kebiasaan kaya gitu."

"Yuk duduk di bangku aja," ajaknya.

Akhirnya aku mengangguk mengiyakan. Tapi aku tak duduk di bangku, aku duduk di lantai sebelah bangku. Entahlah, aku memang lagi ingin duduk disini saja.

"Disini dong," ucap Alfa tapi aku tetap menggeleng. Hingga akhirnya Alfa pasrah dan membiarkanku duduk di bawah.

Drrttt drttt

Ponsel Alfa bergetar, dengan segera ia membukannya. Sedangkan aku lebih memilih untuk melihat orang-orang yang lewat dari depan rumah.

"Temen aku kesini gapapa ya?" tanya Alfa pelan.

"Siapa?" tanyaku.

"Gibran," jawabnya.

Aku mengangguk. "Yaudah boleh," ucapku dan langsung disenyumi oleh Alfa.

Alfa sepertinya sedang mengetikkan sesuatu di ponselnya, ah biarkan saja. Kemudian Alfa meletakkan ponselnya di atas meja dan menatapku.

"Aku ngantuk hehe," ucapnya sambil menyengir.

"Yaudah tidur," ucapku singkat.

"Aku tidur bentar yak, entar kalo temenku udah nyampe bangunin," pintanya padaku.

Aku mengangguk mengiyakan. Alfa langsung mengubah posisi duduknya menjadi berbaring di bangku panjang teras rumahku. Aku memperhatikan rambutnya yang berada dekat dengan posisi dudukku.

Sampai sekarang aku tak pernah menyangka bahwa aku akan bersama orang ini. Orang yang dulu sangat-sangat kubenci karena kesongongannya. Tapi inilah takdir Tuhan. Entah apa maksud Tuhan setelah ini, aku hanya perlu mengikuti alur yang sudah ada.

Perlu kuakui, sejak Alfa datang aku lebih merasa ramai, aku merasa tidak sendirian, aku merasa masih ada orang yang peduli denganku. Setidaknya aku tidak terlalu kesepian di kota ini.

Sampai sekarang aku tak yakin perasaanku seperti apa. Aku merasa nyaman namun bukan dalam konteks yang seperti itu. Aku tak ingin pertemanan kami lebih dari ini. Aku merasa ini sudah cukup.

Tin tin

"Al, temen kamu dateng," ucapku.

Aku membangunkan Alfa yang sepertinya baru mulai tertidur. Dan Alfa langsung menegakkan tubuhnya dan berjalan ke gerbang untuk membukakan pintu. Aku menunggu saja disini, di posisi awalku.

Gibran baru saja mematikan mesin motornya. Ia langsung duduk di bangku satunya. Dan yang terjadi selanjutnya adalah percakapan tak jelas mereka. Aku malas mendengar dan lebih memilih bermain ponsel. Namun tiba-tiba Gibran berbicara padaku.

"Disini gapapa kan merokok?" tanya Gibran dengan hati-hati.

"Iye boleh," jawabku.

"Aku juga boleh dong?" Tiba-tiba Alfa bertanya dengan senyum lebar di bibirnya.

"Kecuali kamu," ucapku membuat Alfa murung.

"Boleh ya ya ya," bujuknya dengan wajah memelas.

"Engga!"

"Satu batang doang." Alfa masih berusaha membujukku.

"Engga Al," ucapku pelan.

"Yaudah deh," ucap Alfa akhirnya.

Tiba-tiba saja bang Julian datang. Aku sudah menyiapkan segala sumpah serapah untuk bang Julian yang membuatku menunggu seperti ini.

Dan saat bang Julian sudah berjalan melewati teras..

"Lama banget gila!"

"Lo dari mana aja hah?!"

"Babi!"

"Bacot!" Bukannya merasa bersalah, bang Julian malah santai saja seperti itu.

Jangan lupa vote!

Pencet bintang disini
👇

Kamu dan BandungWhere stories live. Discover now