Orang jahat adalah orang baik yang tersakiti? Jika tanpa keimanan, siklus hidup di dunia memang serumit itu.
Z A I N A D I R
"Namira, kamu tak fokus menjaga Khansa di sini. Sebaiknya kamu tunggu di kamar saja, ajak Khansa bermain lebih dulu." Mama langsung memerintahkan Namira yang tidak sengaja duduk di sebelahnya, tanpa memperhatikan Khansa yang sedang bermain di ruang televisi.
Wajar saja mengundang perhatian untuk remaja di umurnya, rasa penasaran dan menganggap memiliki peran.
Namira langsung menuruti perintahnya dengan berat hati.
Di sisi lain, aku paham bahwa keputusan besar seperti ini tidak di lakukan hanya satu kali berpikir, Ayah butuh waktu untuk menelaah apa yang akan terjadi pada keluarganya, serta sudut pandang orang-orang di sekitar.
"Biarkan anakku di sini sampai malam pertamamu berlalu dengan Ameraa, annakku tidak boleh turut membantu atau melihat suaminya akad dengan wanita lain, orang tuanya saja yang akan datang sebagai tamu undangan."
"Kenapa, Ayah?"
Ayah semakin membulatkan matanya padaku. "Mau bagaimana pun kekuatan yang kita beri pada Nadira untuk ikhlas dalam keputusan ini, tetap saja air matanya mengalir deras saat kejadian-kejadian tersebut. Setidaknya di sini Nadira menutup mata dan telinga, lebih kecil kemungkinannya menangis."
Nadira termenung, lalu menatapku dengan mata yang sayu. Nadira tidak menolak permintaan Ayah lagi, berarti dia menyerahkan keputusan terakhir dariku.
"Ya Allah, aku mohon permintaan yang lain, jangan membuat Nadira menjauh dari pandanganku walau beberapa hari, bahkan bekerja di luar tanpanya saja sulit sekali."
Ayah merendahkan ketajaman matanya padaku, menoleh ke sebelahnya, tertangkap Nadira yang tidak tahu harus bereaksi apa selain tersenyum tipis.
"Bertahun-tahun kamu hidup bergantung pada Ayah, lalu hanya dalam satu kalimat akad membuat semuanya sangat berubah--- Ayah tidak bermaksud menyalahkan takdir, semua terasa berat melepaskan seorang anak, apalagi perempuan. Maka dari itu, Ayah berharap pengganti yang lebih baik. Mungkin terlalu berlebihan, tapi bayangan masa kecil mu yang berada dalam ingatan Ayah selalu."
Nadira duduk menegak, lama-kelamaan tangisan haru dari ucapan Ayahnya membasahi pipi. Begitu pun aku yang merasa tega sekali membawanya pergi menjauh dari sosok yang lebih berpengaruh, namun begitulah hukum yang setiap umat jalani.
"Ayah melihat keseriusan Zainal menginginkanmu di hidupnya, dan Ayah akan meyakinkan semuanya bahwa kamu bersama orang yang tepat, jadi Ayah ingin kamu pulang bersamanya untuk bahagia dengan cinta yang kuat."
Ayah berdiri sembari merentangkan tangannya lebar, aku yang merasakan panggilannya yang membawa kehangatan, langsung ku terima. Sesama pria yang mendekap dengan keras seraya memukul-mukul punggung satu sama lain, membentuk senyuman seluruh yang berada di sini.
"Nadira punya ruang khusus di hatiku, antara aku dan Ameraa akan memiliki ruang yang berbeda."
Z A I N A D I R
Hari-hari kian berlalu, rumah sakit adalah tempat yang sering kami kunjungi setelah aku meminta izin menikah, mungkin waktu akan menguatkan hatiku yang masih kelabu dengan Ameraa.
"Ummi, Nenek."
Khansa membuat tawa Ibuku berderai di sela sakitnya selang infus yang menempel, atau reaksi suntikan obat berkali-kali sejak kemarin.
"Ummi suapin Nenek dulu, ya. Khansa sama Abi, kita berdoa kesembuhan Nenek."
Nadira hanya tersenyum simpul melihat interaksi ku dengan Khansa, lalu kembali mengaduk semangkuk bubur yang di pegang.
VOCÊ ESTÁ LENDO
Z A I N A D I R 2
Romance[ STORY : MARRIED LIFE ⚠ ] [ FINISH | COMPLETED PARTS ] ----- Game dan wanita adalah kesukaanku. Dulu aku sering menggabungkan keduanya padahal tidak baik jika menjadi satu. Bukan gamers, ini adalah kenakalan pria yang wajar pada masanya. Teknologi...
