"Masih aja manja, apa ngga malu itu diliatin temennya" ucap kak Rey sambil mengelus rambutku pelan.
"Ngga! Masa aku malu, orang kakakku ganteng gini." Ucapku sambil menelusupkan wajah ke dada bidangnya.
Kak Rey malah tertawa mendengar jawabanku. Lalu ia melepaskan pelukan kami, katanya ia merasa sumpek kalau dipeluk terlalu lama. Awas aja jika nanti dia datang ke kamar dan minta ditemani tidur karena kangen, akan ku usir.
"Udah pada makan? Di rumah lagi ngga ada makanan, jadi kalau mau makan harus delivery dulu gapapa kan?" tanya kak Rey.
"YA, GAPAPA KAK. ASAL KAKAK YANG BELIIN KITA IKHLAS LAHIR BATIN" teriak Sierrin membahana.
"BENER, MAU KAKAK MASAKIN JUGA GAPAPA. ENAK NGGA ENAK KITA PASTI MAKAN, SOALNYA KAKAK YANG MASAK." teriak Lia tak mau kalah.
Saat melihat reaksi mereka, aku langsung menghela nafas berat, lelah rasanya menghadapi tingkah laku dari kedua temanku. Kedua temanku ini memang yang paling semangat jika melihat ada kak Rey dirumah. Jadi kak Rey sendiri pun sudah tidak begitu heran dengan tingkah laku kedua temanku yang ajaib ini.
"Ok, kakak pesenin nanti kalian ambil ya kalau udah sampe."
"Siap bos!" ucap Sierrin dan Lia disertai gestur hormat ala-ala upacara bendera.
Kak Rey hanya tertawa kecil sebagai responnya. Lalu setelahnya ia pamit untuk kembali ke dalam kamarnya.
"Kak Reynand makin cakep aja."
"Apa beneran masih jomblo? Mau gue gebet hehe."
Aku menatap mereka galak, tentu saja aku tidak mengizinkan kakakku dengan mereka! Setidaknya berikan aku kakak ipar yang baik hati dan punya sifat yang kalem, bukan manusia penganut barbarian seperti Lia dan Sierrin.
Setelah menunggu 25 menit pesanan makanan pun sampai, aku memanggil kak Reynand untuk makan bersama dibawah. Kami bercanda tawa dan bercerita tentang sekolah hari ini yang berujung membuatku malu. Lalu setelah selesai makan Lia dan Sierrin pun pulang kerumahnya. Memang dasarnya mereka tipe teman yang numpang makan dan goleran dirumah temennya sendiri. Lagipula hari sudah semakin sore.
Aku mengantar mereka kedepan gerbang, sesudah memastikan mereka hilang dari pandanganku aku pun masuk ke rumah. Tidak mendapati kakak di ruang tengah, aku pun langsung beranjak masuk ke dalam kamar. Mengistirahatkan diri di atas kasur sambil memandang langit-langit kamar. Merenungi yang kualami beberapa hari terakhir.
Semuanya hampir seperti mustahil, mengingat kedekatanku dengan Arrayan yang seperti sudah berteman lama itu membuat pipiku tanpa sadar memerah. Aku tersenyum jika mengingat tingkah lakunya selama ini yang terlihat manis dan konyol di waktu bersamaan.
Aku menepuk kedua pipiku, menyadarkan diri untuk tidak tenggelam pada fantasi liar yang mulai masuk kepikiran ku. Akhirnya aku memilih untuk menikmati sore hari di balkon.
Aku duduk di kursi yang ada di balkon kamar sambil mengamati indahnya langit di sore hari. Langit hari ini mempunyai perpaduan warna yang bagus antara orange dan merah. Sesaat aku terhipnotis dengan keindahan langit sore.
Sepertinya hal seperti ini harus kubagikan pada Haidar, sesaat aku berpikir apa Haidar akan protes padaku lagi?
Menggelengkan kepala, aku pun berniat untuk memanggil Haidar yang ada di kamarnya, sepertinya sedang memainkan ponselnya. Dia terlihat serius dengan ponselnya, membuatku semakin ingin memanggilnya karena niat jahilku muncul begitu saja.
Aku melempar kerikil kecil yang ada di balkon ku ke jendela balkon Haidar. Hingga aku merasa bahwa siluetnya melihat ke arahku, aku langsung melambaikan tangan memberinya isyarat untuk ke balkon kamarnya agar dapat menikmati sore hari bersama.
Seolah mengerti, ia pun berjalan ke arah balkonnya. Sementara aku, memilih kembali menghadap ke langit saat mendengar suara balkon rumah sebelah dibuka.
"Haidar, temenin aku liat langit sore yuk. Langitnya lagi bagus tau, apalagi suasananya juga lagi tenang." ucap ku tanpa mengalihkan pandangan dari indahnya langit sore.
"Iya, komposisi warnanya emang manjain mata yang liat. Sayang banget sebentar lagi bulannya muncul dan gantiin matahari."
Aku mengangguk setuju dengan ucapan Haidar, langit sore ini begitu indah. Ditambah dengan banyaknya burung yang beterbangan secara berkelompok.
Tunggu, sepertinya ada yang janggal. Sejak kapan seorang Haidar mau membuang waktunya untuk menemaniku melihat langit sore, maksudku tanpa protes? Seperti bukan Haidar sekali, juga suaranya—
"Tapi sayangnya aku bukan Haidar"
Aku mengganti arah pandangan ke balkon rumah Haidar dan mendapati bahwa yang menemaniku melihat langit sore indah ini adalah orang yang spesial. Orang yang mengisi hari-hariku belakangan ini. Arrayan Devan Samudra.
"Kok bisa Arrayan yang ada dikamar Haidar, malu banget."
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.